Homili Hari Rabu Pekan Suci – Injil untuk Daily Fresh Juice (DFJ)

HARI RABU DALAM PEKAN SUCI
Yes. 50:4-9a
Mzm. 69:8-10,21-22,31,33-34
Mat. 26:14-25

Lectio:

“Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Jawab Yesus: “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah. Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.”Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?” Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya: “Engkau telah mengatakannya.”
Demikianlah Sabda Tuhan
Terpujilah Kristus.

Renungan:

Memandang Yesus Tersalib

Kita sedang berada di hari Rabu Pekan Suci, sehari sebelum memulai Tri Hari Suci. Mungkin saja pikiran kita sudah lebih tertuju kepada Tri Hari Suci, namun Hari Rabu ini tetaplah penting untuk mempersiapkan kita merayakan paskah dengan penuh sukacita. Tuhan menyapa kita hari ini untuk memandang Yesus dengan sorot mata penuh cinta karena dia sudah lebih dahulu mencintai kita. Saya teringat pada Bapa Paus Fransiskus. Dalam sebuah homilinya pada pekan suci tahun 2021 yang lalu, beliau mengatakan: “Marilah kita memandang Yesus di kayu salib dan berkata kepada-Nya: ‘Tuhan Yesus, betapa Engkau mengasihi aku! Betapa berharganya aku di mata-Mu! Marilah kita menyatakan rasa kagum kita kepada-Nya. Kebesaran hidup kita bukan terletak pada melimpahnya harta benda yang kita miliki dan popularitas pribadi kita melainkan pada kesadaran bahwa kita memang dikasihi Tuhan apa adanya.” Saya merasa yakin bahwa selama masa prapaskah ini, lebih khusus lagi pada kesempatan kita melakukan ibadat Jalan Salib, mata kita semua tertuju pada Yesus tersalib. Di saat seperti itulah kita perlu berani menunjukkan iman dan kasih kita kepada Tuhan Yesus dengan mensyukuri cinta kasih-Nya kepada kita.

Pada hari ini mata kita tertuju sekali lagi kepada Yesus. Selama tiga tahun Ia berjalan bersama para murid-Nya, ternyata ada satu di antara mereka yang menjadi pengkhianat. Yudas Iskariot adalah pemegang khas atau bendahara komunitas Yesus. Dia tidak menyatu dengan Yesus tetapi oa lebih menyatu pada harta kekayaan dan popularitas. Itu sebabnya ia menjual Yesus sang Gurunya seharga tiga puluh perak kepada para imam kepala. Yudas Iskhariot adalah sosok bendahara yang tamak yang pikirannya hanya uang saja dan melupakan nilai-nilai luhur manusia. Guru dan Tuhannya saja ia menjualnya dengan harga murah!

Tuhan Yesus menyadari bahwa pengkhianatan Yudas akan sungguh terjadi. Semuanya ini terungkap pada malam perjamuan terakhir. Pada saat mereka sedang makan bersama, Yesus mengatakan kepada mara murid-Nya tentang pengkhianatan ini: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” (Mat 26:21). Perkataan Yesus ini mengundang polemik di dalam komunitas-Nya. Para murid kasak kusuk dan saling bertanya satu sama lain: “Bukan aku, ya Tuhan?” Hanya Yudas Iskhariot yang tetap melihat Yesus sebagai manusia, sang Guru sehingga ia bertanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kepada para murid yang lain, Tuhan Yesus berkata: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mat 26:23-24). Sedangkan kepada Yudas Iskhariot Yesus mengatakan: “Engkau telah mengatakannya.” Kita melihat dua pertanyaan yang berbeda dari pada murid dan dua jawaban yang berbeda dari pihak Yesus sendiri.

Cinta dan pengkhianatan selalu terjadi di antara kita. Banyak di antara kita yang merasakan kekuatan dan keindahan cinta. Banyak juga di antara kita yang merasakan kehancuran hidup karena sebuah pengkhianatan. Dalam komunitas Yesus pernah terjadi cinta dan pengkhianatan, penyangkalan dan pengakuan kembali akan Yesus sebagai Tuhan. Mari kita kembali memandang Yesus tersalib dan mengagumi-Nya. Betapa Dia begitu mencintai kita semua.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Kita mendengar kisah sedih bagaimana Yudas Iskhariot tega menjual Yesus sang Gurunya kepada para Imam kepala seharga tiga puluh perak. Pada saat ini masih begitu maraknya perdagangan orang. Ini menjadi sebuah keprihatinan Gereja Katolik. Bapa Kardinal Ignatius Suharyo dalam surat gembala Prapaskah untuk umat di KAJ mengatakan: “Saya ingin mengajak saudari-saudara sekalian untuk secara khusus menyadari satu dari antara kejahatan kemanusiaan yang paling besar, yang langsung berlawanan dengan cita-cita kesejahteraan bersama, yaitu perdagangan orang. Saudari-saudara kita yang paling miskin, rentan dan difabel, serta perempuan dari segala usia dan anak-anak, kaum migran, pengungsi dan saudari-saudara kita yang datang dari keluarga yang tidak harmonis sangat rentan dieksploitasi oleh praktik perdagangan manusia.” Ini adalah sebuah realitas bahwa masih ada Yesus-Yesus masa kini yang menjadi korban perdagangan orang. Masih ada Yudas Iskhariot yang tega menjual saudari dan saudaranya. Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang paling besar.

Menjelang Tri Hari Suci ini, mari kita memandang Yesus yang mencintai kita semua. Dia yang menghargai martabat hidup kita. Betapa indahnya ketika kita bisa menghargai sesama manusia sebagaimana kita menghargai diri kita sendiri. Yesus melakukannya maka kita patut melakukannya juga.

Doa: Tuhan, Engkau begitu mengasihi kami apa adanya. Semoga dengan memandang salib-Mu, kami memandang keselamatan dan menghargai nilai-nilai kehidupan sesama kami. Amen.

P. John Laba, SDB