Homili 13 November 2023

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXII
Keb. 1:1-7
Mzm. 139:1-3,4-6,7-8,9-10
Luk. 17:1-6

Pikiranku tertuju pada Tuhan

Salah satu doa favoritku dari Kitab Mazmur adalah Mazmur ini: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mzm 139:23-24). Doa yang saya ucapkan setiap kali memeriksa batinku di malam hari sebelum istirahat malam. Saya selalu percaya bahwa Tuhan hadir untuk menyelidiki batinku, mengenal hati, pikiran dan jalan hidupku. Dan ini Tuhan lakukan sepanjang usia hidupku. Dia tidak pernah berhenti mengarahkan pikiranku supaya tertuju kepada-Nya. Dan seperti yang kita baca dalam Kitab Mazmur: “Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu.” (Mzm 26:3).

Permenungan kita pada hari ini tentang pikiran yang tertuju hanya kepada Tuhan. Sekarang pikirkanlah saat hening, saat teduh, saat bersama Tuhan dalam doa. Apakah hati dan pikiran kita sungguh tertuju kepada Tuhan? Kita semua sepakat untuk berkata jujur kepada Tuhan bahwa hati dan pikiran kita mulanya atau pinginnya tertuju kepada Tuhan, tetapi nyatanya hanya sebentar saja tertuju kepada Tuhan dan selebihnya mengalami ‘distraksi’ atau gangguan dalam doa. Pikiran kita melayang ke mana-mana, tertuju kepada pekerjaan, kepada pribadi tertentu bahkan kepada dosa. Kita patut berdoa: “Tuhan kasihanilah kami yang lemah ini”.

Pada hari ini Tuhan menyapa kita dengan penuh kasih. Ia memberikan Roh kebijaksanaan kepada kita supaya bisa lepas dari dosa, dan mampu untuk mengampuni tanpa batas. Orang yang pikirannya tertuju kepada Tuhan pasti dapat melakukan semuanya ini. Mari kita kembali ke bacaan pertama dari Kitab Kebijaksanaan. Pada bagian awal dari Kitab Kebijaksanaan ini terdapat seruan yang bagus kepada para penguasa supaya mengasihi kebenaran dan supaya pikirannya tertuju kepada Tuhan dan mencari Tuhan dengan tulus ikhlas. Kebijaksanaan itu dapat membiarkan dirinya ditemukan dan menampakan dirinya kepada orang yang berhati lurus. Kebijaksanaan itu bukan tentang apa tetapi tentang siapa. Dialah Roh yang memberi segalanya bagi manusia. Kita membaca dalam bacaan pertama: “Sebab kebijaksanaan adalah roh yang sayang akan manusia, tetapi orang penghujat tidak dibiarkannya terluput dari hukuman karena ucapan bibirnya. Memang Allah menyaksikan hati sanubarinya, benar-benar mengawasi isi hatinya dan mendengarkan ucapan lidahnya. Sebab roh Tuhan memenuhi dunia semesta, dan Ia yang merangkum segala-galanya mengetahui apapun yang disuarakan.” (Keb 1:6-7).

Pokok refleksi kita adalah pikiran kita tertuju kepada Tuhan. Pikiran yang tertuju kepada Tuhan adalah doa kita. Menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2559, “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik”. Pengangkatan jiwa tentu tidak lepas dari pikiran yang tertuju kepada Tuhan. Sebab itu doa senantiasa mendekatkan kita pada pribadi Tuhan. Dialah Kebijaksanaan yang membiarkan diri-Nya ditemukan dan selalu menampakkan diri kepada orang yang barhati lurus dan pendoa. Sebab itu menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah kita benar-benar berdoa? Apakah pikiran kita benar-benar tertuju kepada Allah? Apakah pikiran kita membantu kita untuk menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran?

Di dalam bacaan Injil, kita tetap diarahkan untuk memiliki pikiran yang tertuju kepada Allah. Tuhan Yesus mengatakan tiga hal yang berbeda namun menjadi satu kesatuan di dalam diri kita:

Hal pertama adalah sedapat mungkin kita menjauhan diri dari skandal-skandal tertentu, melalui pikiran, perkataan dan perbuatan yang menyesatkan orang lain. Yesus dengan keras mengatakan: “Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.” (Luk 17:2).

Hal kedua, tentang kemampuan untuk mengampuni. Kita dapat mengampuni kalau kita sendiri mampu mengampuni diri dan masa lalu kita masing-masing. Dengan demikian kalau ada orang yang bersalah dan datang memohon ampun maka tugas kita adalah mengampuni tanpa batas sebagaimana dilakukan Tuhan kepada kita. Perkataan Yesus ini sangat indah: “Engkau harus mengampuni” (Luk 17:4).

Ketiga, hal tentang iman. Iman itu Tuhan berikan secara gratis kepada kita sebab itu kita dipanggil untuk menumbuhkan imann kita. Sama seperti para rasul kita harus tetap berdoa: “Tambahkanlah iman kami!” (Luk 17:5). Iman itu dapat mengubah segala sesuatu. Tuhan Yesus berkata: “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.” (Luk 17:6).

Pada hari ini kita semua dikuatkan oleh Tuhan melalui Sabda-Nya. Kita berusaha supaya tetap fokus pada Tuhan dalam doa, tidak mudah menyesatkan orang dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Pikiran kita terarah kepada Tuhan dapat membuat kita saling mengampuni karena Tuhan lebih dahulu mengampuni kita. Dan imanlah yang menyelamatkan kita semua. Terima kasih Tuhan.

P. John Laba, SDB