Homili Hari Senin Oktaf Paskah – 2024

HARI SENIN DLM OKTAF PASKAH
Kis 2:14.22-32
Mzm 16:1-2a,5,7-8,9-10.11
Mat 28:8-15.

Kita semua adalah saksi

Saya mengucapkan Selamat Pesta Paskah bagi segenap pembaca homili saya di manapun anda berada. Sambil merenung tentang Paskah, ada satu ide yang muncul dan patut kita renungkan bersama saat ini. Ide yang saya maksudkan adalah bagaimana kita menjadi saksi kebangkitan Kristus masa kini. Saya mengingat Santo Athanasius. Dalam karyanya ‘On the Incarnation’, Uskup dan Pujangga Gereja dari Alexandria ini menulis: “Bahkan di atas kayu salib pun, Yesus tidak menyembunyikan diri-Nya dari sorotan mata, bahkan Ia membuat seluruh ciptaan menjadi saksi atas kehadiran Penciptanya.” Tuhan Yesus membuka diri-Nya di depan manusia yang berdosa, termasuk yang sudah dilakukan Yesus sendiri pada sang kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga-Nya dalam peristiwa Penyaliban serta mengakui-Nya: “Dia adalah Anak Allah” (Mat 27:54). Nah, perhatikanlah bahwa salah satu kata kunci dari kutipan santo Athanasius ini adalah kata saksi, artinya bahwa pada saat ini, kita dipanggil untuk menjadi saksi Paskah Kristus dalam hidup bersama.

Pada hari ini kita mendengar Tuhan menyapa kita untuk berani bersaksi. Dalam bacaan Pertama, Santo Lukas menceritakan dalam Kisah Para Rasul bahwa Santo Petrus bersama kesebelas rasul dalam kuasa Roh Kudus sempat menggemparkan kota Yerusalem dan sekitarnya. Para warga kota damai itu masih mengingat sosok Yesus dari Nazaret yang oleh Petrus digambarakan begini: “Yesus itu seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu” (Kis 2:22) dan Petrus tanpa takut menambahkan: “Kamu salibkan dan kamu bunuh”. Petrus juga berani memviralkan berita ini di Yerusalem: “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.”

Mentalitas para rasul sebelumnya memang diliputi suasana ketakutan dan kekecewaan. Mereka sendiri menjadi saksi kematian Kristus yang tragis di atas kayu salib. Namun hadirnya Roh Kudus telah mengubah hidup mereka. Mereka menjadi ciptaan baru dan tanpa takut menaklukan Yerusalem, merebut hati masyarakat kota damai itu untuk percaya pada kesaksian mereka tentang Paskah Kristus. Kita dapat membayangkan kesebelas rasul sudah putus urat rasa takutnya padahal nyawa adalah taruhannya. Satu alasan mengapa mereka berani bersaksi tentang Paskah Kristus adalah pengalaman mereka begitu dicintai oleh Tuhan Yesus selama lebih kurang tiga tahun. Mereka telah dipanggil dan mereka berani meninggalkan segalanya karena cinta Kristus bagi mereka dan kini saatnya mereka saling mencintai dan bersaksi tentang cinta kasih Kristus kepada sesamanya. Pengikut Kristus harus berani berkata: “Kami adalah saksi Kristus!”

Menjadi saksi kebangkitan Kristus sebenarnya sudah dialami lebih dahulu oleh para wanita yang menyaksikan peristiwa ‘makam kosong’. Dalam suasana takut dan sukacita, mereka pun menggemparkan komunitas para murid Yesus dengan berita bahwa Yesus sudah bangkit. Mereka sudah bertemu dengan-Nya, bahkan mereka mendengar Ia mengucapkan “Salam bagimu” dan berpesan: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.” (Mat 28:10). Sementara para wanita ini mengaku sudah “memeluk kaki-Nya dan menyembah Dia”. Tuhan Yesus lalu menjadi viral sepanjang zaman karena ada orang yang bersaksi bahwa Ia sungguh bangkit.

Paskah adalah sebuah perjalanan menuju ke kubur Yesus dan perjalanan kembali untuk bersaksi dalam nuansa sukacita. Para wanita ini berpindah dari berjalan dengan penuh kesedihan menuju ke kubur Yesus hingga berlari kembali dengan sukacita kepada para murid untuk memberitahukan kepada mereka bukan hanya bahwa Tuhan telah bangkit, tetapi juga bahwa mereka harus segera berangkat ke Galilea. Di sana mereka akan bertemu dengan Tuhan yang telah bangkit. Sungguh, ada sebuah kelahiran kembali bagi para murid, ada suasana kebangkitan hati mereka untuk pergi Galilea. Kita berjalan bersama para murid dari kubur ke Galilea.

Perikop Injil hari ini mengisahkan bahwa para wanita pergi “untuk melihat kubur” (Mat. 28:1). Mereka berpikir bahwa mereka akan menemukan Yesus di tempat kematian-Nya dan bahwa segala sesuatu telah berakhir, selamanya. Kadang-kadang kita juga berpikir bahwa sukacita perjumpaan kita dengan Yesus adalah sesuatu yang berasal dari masa lalu saja, sedangkan masa kini sebagian besar hanyalah ibarat kuburan-kuburan yang tertutup: kuburan kekecewaan, kepahitan dan ketidakpercayaan, kekecewaan karena berpikir bahwa “tidak ada lagi yang dapat dilakukan”, “segala sesuatunya tidak akan berubah”, “lebih baik hidup untuk hari ini”, karena “tidak ada kepastian tentang hari esok”. Jika kita menjadi mangsa kesedihan, terbebani oleh kesedihan, direndahkan oleh dosa, sakit hati karena kegagalan atau terganggu oleh suatu masalah, kita juga tahu pahitnya rasa letih dan ketiadaan sukacita. Kubur itu akan selamanya menjadi milik kita karena terlampau mengandalkan diri kita. Namun itu bukan kehendak Tuhan. Masih ada Galilea, tempat pertama para murid, kita saat ini jatuh cinta kepada Yesus.

Petrus dalam bacaan pertama mengatakan “Kami semua adalah saksi” maka pada saat ini kita pun harus berani berkata “Kita semua adalah saksi” kebangkitan Kristus dalam hidup yang nyata. Tentu ini sebuah perkataan untuk melawan arus dunia masa kini yang masih dipenuhi oleh berita bohong, tindakan koruptif dan aneka kekerasan serta budaya kematian. Tentang Paskah Kristus saja ada pimpinan yang mau berbohong, melakukan tindakah koruptif untuk mengamankan kursi mereka (Mat 28:11-14). Nah, kita harus menjadi garda terdepan untuk bersaksi tentang hidup baru dalam Kristus yang bangkit. Prinsipnya adalah kalau ya katakana ya dna kalau tidak katakana tidak. Tuhan sendiri yang akan menguatkan kita untuk bersaksi.

P. John Laba, SDB