Uomo di Dio: Ayahku, Pelindungku!

Ayahku, pelindungku!

P. John SDBBelakangan ini kita semua mendengar berita yang mencemaskan keluarga-keluarga muda dan para pendidik. Seorang anak TK Jakarta International School menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Ini baru salah satu anak TK dari sekolah Internasional yang kasusnya diangkat dan membuat semua orang membuka mata. Mungkin saja kasus semacam itu terjadi di mana-mana tetapi orang masih merasa tabu, malu dan enggan untuk melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Pedofilia itu penyakit menular, bisa turun temurun karena para korban seakan membalas dendam atas pengalaman menyakitkan di dalam diri mereka. Bagi para orang tua dan pendidik, kita semua berusaha untuk menjaga hidup dan masa depan anak-anak bukan untuk menghancurkanya.

Ketika mengunjungi sebuah lingkungan, saya bertanya kepada anak-anak kesan tentang orang tua mereka di rumah.Parent Dengan polos anak-anak yang masih usia dini memiliki gambaran-gambaran tertentu tentang orang tua mereka. Ada seorang anak berkata: “Ibuku seorang idolaku. Dia selalu baik dan membantuku kapan saja. Kalau aku butuh sesuatu ia selalu siap untuk membantuku dengan senyum.” Seorang anak laki-laki mengatakan: “Ayahku adalah pelindungku. Kalau aku sendirian, aku takut tetapi kalau bersama ayah, aku tidak pernah takut karena aku tahu ayah pasti melindungiku.” Ungkapan-ungkapan anak yang begitu polos dan jujur tentang orang tua mereka. Mungkin saja ada kelemahan-kelemahan tertentu tetapi mereka tetap memiliki kesan yang bagus. Saya bahagia mendengar kesaksian-kesaksian anak-anak di lingkungan tersebut.

Kemarin saya melihat foto profil BB seorang sahabat dengan gambar wajah penuh kesedihan. Saya bertanya kepadanya, mengapa ia bersedih. Sebagai ayah yang baik, ia menjawabku: “Romo, saya dan istri saya cemas dengan kedua anak kami. Tuhan sudah memberikan dua anak kami, satu laki dan satunya perempuan. Setelah mendengar berita-berita kekerasan dan pelecehan seksual, kami merasa khawatir dengan masa depan anak-anak kami. Pikiran kami adalah bahwa anak-anak bertumbuh sebagai manusia yang normal sesuai kehendak Tuhan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk memanusiakan manusia ternyata menghancurkan hidup dan masa depan anak-anak”. Saya mendengarnya dengan penuh perhatian dan mencoba untuk mengarahkan mereka untuk tidak perlu khawatir terlalu berlebihan.

Dua keadaan yang saling melengkapi, di satu pihak anak-anak merasa bahagia memiliki orang tua yang mengasihi dan melindungi. Di pihak orang tua, ada kekhawatiran tersendiri terhadap anak-anak usia dini. Memang harus diakui bahwa kejahatan itu dapat melanda siapa saja dan kapan saja memungkinkan adanya kejahatan itu. Mungkin ini menjadi kesempatan untuk para orang tua melihat tugas dan tanggung jawab mereka. Saya coba mengangkat beberapa hal sederhana yang bisa menjadi permenungan bersama:

Pertama, anak-anak harus merasa bahwa mereka di kasihi. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi keluarga-keluarga di kota besar. Orang tua kadang-kadang lupa sehingga mereka berpikir bahwa mengasihi anak berarti memberi barang-barang kepada mereka. Kamar tidur dilengkapi seperti kamar anak kost, gadget dan uang secukupnya. Ini belum menjadi kasih yang sesungguhnya bagi anak-anak. Anak-anak merasa dikasihi kalau orang tuanya hadir hari demi hari dengan mereka, biar hanya beberapa menit. Kehadiran bukan hanya sekedar hadir tetapi hadir secara aktif dengan sapaan, dengan sentuhan kasih sebagai orang tua.

Kedua, Orang tua berani mengatakan tidak kepada anak-anak. Kadang-kadang orang tua berpikir supaya aman maka apa yang anak-anak minta selalu disetujui. Ada yang bisa di setujui, ada yang tidak perlu disetujui. Anak-anak perlu ditanamkan semangat berkorban (sacrifice) dan kemandirian. Seorang pemuda pernah berkata, “Ayahku mewariskan pengalaman kerja yang sangat berharga.”

Saya mengakhiri renungan ini dengan mengangkat pengalaman Christ Evert. Dia adalaha petenis legendaris dan pemenang delapan belas gelar Grand-Slam. Ia berkisah bahwa bersama adik-adiknya mereka bersyukur kepada orang tua karena selalu mendukung olahraga dan pendidikan. Termotivasi dengan orang tuanya, ia bersama adiknya Jeanne bermain tenis profesional setelah tamat SMA. Ayahnya bekerja sebagai pelatih tenis dan bangga dengan anak-anaknya. Christ selalu bertanya kepada ayahnya alasan mengapa menghendaki mereka dalam bidang olahraga. Christ sudah mengira jawaban dari ayahnya yakni supaya bisa berkeliling ke seluruh dunia atau bermain tenis adalah cara terbaik untuk mendapat banyak uang. Ternyata ayahnya bijaksana dan berkata: “Tenis itu adalah cara yang baik untuk menjauhkan kalian dari kehidupan di jalanan dan dari masalah”. Bagi Christ, ayahnya sangat inspiratif karena mendorong mereka untuk menetapkan tujuan hidup dan belajar merasakan prestasi.

Ayahku adalah pelindungku. Ayahku adalah pria yang mendorong anaknya untuk menetapkan tujuan hidup dan belajar merasakan prestasi. Tuhan sendiri memberikan kepada kita kebebasan sebagai anak-anak Allah. Ia memiliki rencana untuk menuntun kita ke jalan yang benar sesuai kehendakNya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply