Homili 19 September 2015 (Bacaan Pertama)

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIV
1Tim. 6:13-16
Mzm. 100:2,3,4,5
Luk. 8:4-15

Sebuah Sekolah Ketaatan

imageSaya tetap mengingat sebuah keluarga yang tergolong unik. Sejak awal pasangan suami dan istri sudah sepakat untuk berkomitmen bersama dalam membentuk dan membangun sebuah keluarga yang memiliki disiplin hidup tertentu. Pasutri ini pernah merasakan pengalaman hidup di asrama yang dikelola para biarawan dan biarawati. Saya pernah mendengar sharing Pasutri ini terutama bagaimana mereka melakukan komitmen bersama: mereka selalu memiliki waktu untuk berada bersama, merencanakan kegiatan-kegiatan bersama-sama, saling terbuka satu sama lain, berani meminta bantuan dari pasangan, meminta maaf kalau melakukan kekeliruan tertentu, menyampaikan peraturan tertentu kepada anak, memberi teladan yang baik dan fleksibel. Saya mendengar sharing keluarga ini dan membayangkan bagaimana perjuangan mereka untuk membentuk keluarga sebagai sebuah sekolah ketaatan. Hal yang membanggakan adalah keluarga ini kompak dan saling mengasihi. Inilah buah ketekunan dalam mewujudkan ketaatan mereka sebagai sebuah keluarga.

Ketaatan merupakan sebuah nasihat injil. Tuhan Yesus sendiri bisa menebus umat manusia karena Ia taat kepada kehendak Bapa di Surga. Maka boleh dikatakan bahwa tanpa ketaatan Yesus maka tidak ada Penebusan atau tidak ada keselamatan manusia. Karena ketaatan satu orang yaitu Tuhan Yesus maka semua orang mengalami keselamatan kekal. St. Paulus pernah berkata: “Yesus Kristus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8). Orang yang mentaati adalah orang yang bisa mendengar dengan baik. Sambil mendengar dengan baik, ia bisa bertumbuh dalam semangat untuk menjadi taat dan kalau mampu mentaati berarti mampu juga mengasihi.

St. Paulus melanjutkan pesan-pesannya kepada Timotius. Kali ini ia meminta Timotius dan jemaatnya untuk berikrar kepada Tuhan Allah supaya bisa menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Ia berkata kepada Timotius: “Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan.” (1Tim 6:14-15). Tentu saja satu hal yang harus dimiliki oleh Timotius adalah kemampuannya untuk mendengar dengan baik dan melakukan dengan setia apa yang sudah didengarnya.

Tuhan senantiasa menghendaki supaya kita memiliki semangat ketaatan. Pertama-tama tentu diharapkan supaya kita memiliki sikap bathin untuk mentaati-Nya. Dalam hidup bersama kita senantiasa mendengar orang-orang tertentu yang memberi komando supaya orang lain menjadi taat. Para romo menasihati umat untuk menjadi taat kepada Tuhan. Para orang tua memerintahkan anak-anaknya untuk taat kepada mereka. Para guru dan pembina orang muda juga selalu mengharapkan ketaatan para siswa dan orang muda. Tuhan Yesus sendiri dalam malam perjamuan terakhir mengatakan kepada para murid-Nya: “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, sama seperti Aku menuruti perintah Bapa dan tinggal di dalam kasih-Nya.” (Yoh 15:10).

Menjadi orang yang taat itu bukanlah hal yang mudah. Orang harus sadar diri dan merasa bahwa ia memiliki hanya satu mulut untuk berbicara dan dua telinga untuk mendengar. Artinya orang harus memiliki kemampuan untuk banyak mendengar dan sedikit berbicara. Semakin banyak kita mendengar, semakin mampu kita mengasihi Tuhan dan sesama. Namun kita juga harus jujur dengan diri sendiri. Meskipun Tuhan dalam rencana awal-Nya menciptakan segala sesuatu baik adanya, namun manusia pertama sudah menunjukkan sebuah cacat sepanjang masa yaitu ketidaktaatan mereka. Itulah sebabnya St. Paulus dengan cermat berkata: “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang benar.” (Rm 5:19). Orang yang taat dalam pikiran Paulus adalah Yesus Kristus sendiri. Ia taat untuk keselamatan kita semua.

Anda dan saya adalah orang yang pernah tidak taat kepada Tuhan dan sesama. Adam dan Hawa tidak taat satu kali untuk selamanya dan itu adalah dosa mereka. Kita saat ini tidak taat berkali-kali kepada Tuhan dan sesama. Kita tidak taat karena tidak mampu mendengar Tuhan dan sesama dengan baik. St. Paulus mengatakan bahwa kita semua telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis pula dalam kematian-Nya (Rm 6:3). Dengan demikian sebenarnya kita semua menerima sebuah martabat baru, yakni tidak mudah jatuh lagi atau tidak lagi memiliki kecenderungan untuk menjadi orang yang tidak taat. Tetapi kenyataannya lain. Kita tetap tidak taat kepada Tuhan dan sesama. Mengapa? Karena kita belum sepenuhnya beriman kepada Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan?

Pertama, Kita harus taat kepada Tuhan Allah dan tidak mudah jatuh dalam godaan kalau kita memang memiliki sikap takut akan Allah. Dialah yang menasihati kita untuk menjadi orang yang taat. Kita perlu jujur untuk berkata kepada Tuhan bahwa banyak kali kita tidak mentaati-Nya (1Tim 6:13).

Kedua, Kita akan bergairah untuk taat kepada Tuhan kalau kita berani membuka mata dan memandang Yesus yang taat kepaa Bapa (Ibr 12:2), yang berani untuk disalibkan (1Tim 6:13).

Ketiga, Kita bisa menjadi taat dengan hidup tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1Tim 6:14). Oleh karena itu kita harus menjadi orang yang taat kepada Yesus Kristus (1Ptr 1:2) karena merupakan pilihan Allah.

Sabda Tuhan pada hari ini, kiranya menjadi benih yang baik yang jatuh juga di tanah yang baik  yakni hati kita dan menghasilkan buah dalam ketekunan.Tugas kita adalah mendengar Sabda, menyimpannya dalam hati yang baik dan taat untuk melakukan Sabda di dalam hidup kita. Buah-buah ketaatan sabda dengan sendirinya akan nampak dalam hidup pribadi kita. Kita memohon supaya Tuhan menambah iman dan kepercayaan kepada-Nya supaya benih Sabda bisa bertumbuh dan menghasilkan buah dalam ketekunan kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply