Homili Hari Jumat setelah Rabu Abu

Hari Jumat, Sesudah Rabu Abu
Yes 58:1-9a
Mzm 51:3-4.5-6a.18-19
Mat 9:14-15

Merenung tentang sebuah Puasa yang benar

Tuhan Yesus dalam wejangan-Nya tentang akhir zaman mengatakan: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:40). Perkataan Tuhan Yesus ini membuka wawasan kita untuk mengerti dengan baik semua perbuatan baik yang kita lakukan kepada sesama yang paling hina dan paling membutuhkan sama dengan kita melakukannya bagi Yesus sendiri. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2447), mengajarkan kepada kita tujuh karya belas kasih jasmani yakni memberi makan kepada orang yang lapar, memberi minum kepada orang yang haus, memberi perlindungan kepada orang asing, memberi pakaian kepada orang telanjang, melawat orang sakit, mengunjungi orang yang ada di dalam penjara dan menguburkan orang mati.

Di samping tujuh karya belas kasih jasmani, terdapat juga tujuh karya belas kasih rohani yakni menasihati orang yang ragu-ragu, mengajar orang yang belum tahu, menegur pendosa, menghibur orang yang menderita, mengampuni orang yang menyakiti, menerima dengan sabar orang yang menyusahkan dan berdoa bagi orang yang hidup dan mati. Semua karya belas kasih jasmani dan rohani ini kita lakukan bagi Tuhan Yesus melalui saudara-saudara hina dina. Tuhan Yesus akan mengadili kita pada akhir zaman bukan berdasar pada berapa perbuatan dosa yang sudah kita lakukan, melainkan berdasarkan berapa perbuatan kasih yang sudah dilakukan bagi saudara-saudara yang sangat membutuhkan. Kita melakukan perbuatan kasih kepada sesama yang kelihatan, sama saja dengan melakukan perbuatan kasih kepada Tuhan Yesus sendiri.

Nabi Yesaya hari ini mengingatkan kita tentang bagaimana melakukan sebuah puasa yang benar. Tuhan Allah mula-mula mengingatkan nabi Yesaya untuk menyerukan pertobatan kepada Israel yang selalu jatuh ke dalam dosa yang sama. Seruannya harus kuat laksana sangkakala kepada umat Israel bahwa mereka telah jatuh ke dalam dosa, dan menjauh dari Tuhan. Tuhan memang mengetahui keinginan mereka untuk mendekati-Nya dan bertanya tentang hukum-hukum Tuhan. Mereka bahkan menghitung kebaikan yang mereka lakukan seperti berpuasa dan merendahkan diri, namun serasa Tuhan tidak mengindahkannya. Di pihak Tuhan, Ia belum melihat keseriusan mereka dalam berpuasa sebab sambil berpuasa mereka masih jatuh ke dalam dosa yang sama. Apa yang mereka lakukan? Mereka mengurus urusan mereka sendiri pada hari puasa, mendesak-desak dan berlaku tidak adil terhadap kaum buruh, berpuasa sambil berbantah-bantah dan berkelahi, serta berpuasa sambil berlaku kasar. Puasa semacam ini tidak layak di mata Tuhan. Banyak di antara kita mungkin melakukannya secara terus menerus.

Puasa sessungguhnya bukanlah menyangkut hal-hal yang lahiria saja. Puasa itu berasal dari dalam hati dan menjadi nyata dalam perbuatan-perbuatan baik yang dapat kita lakukan. Maka puasa yang dikehendaki Tuhan adalah membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk; membagi-bagi roti kepada orang-orang yang lapar, membawa ke rumah orang miskin yang tidak memiliki rumah, memberi pakaian kepada orang-orang telanjang, dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudara sendiri. Perbuatan baik yang dilakukan itu laksana fajar, dengan demikian luka akan pulih seketika. Kebenaran menjadi barisan terdepan, kemuliaan Tuhan menjadi barisan belakang. Tuhan sendiri akan menjawabi semua panggilan minta tolong umat-Nya.

Nubuat Tuhan melalui nabi Yesaya mempertegas karya-karya kerahiman jasmani yang patut kita lakukan bagi sesama. Karya-karya kerahiman menjadi bagian dari puasa kita. Tuhan Yesus sendiri mengambil perkataan Tuhan dalam Kitab nabi Yesaya ini untuk menjadi visi dan misi-Nya di atas dunia. Yesus memberitakan pembebasan kepada para tawanan, penglihatan kepada orang buta, membebaskan orang-orang tertindas (Luk 4:19). Ini adalah pilihan pelayanan Yesus sebagai Mesias. Kita pun menjalani puasa yang benar dengan mengikuti teladan Yesus yang menyatu dengan kaum miskin.

Konsep puasa bagi Yesus adalah relasi yang akrab bersama-Nya. Dia sendiri melakukan puasa bersama Bapa dalam Roh Kudus selama empat puluh hari dan empat puluh malam, sehingga dicobai oleh iblis. Tiga pencobaan yang ditawarkan iblis kepada Yesus memang menggiurkan secara manusiawi, namun Yesus memenangkan pergumulan ini. Dia tetaplah Anak Allah yang hidup. Lalu apa itu puasa bagi Yesus? Puasa bagi Yesus berarti bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus dengan demikian iblis dikalahkan. Puasa bagi kita adalah bersatu dengan Yesus sang mempelai. Kita adalah sahabat-sahabat mempelai yang perlu bergembira selagi bersama dengan-Nya. Kita berpuasa ketika menyaksikan pengorbanan-Nya di atas kayu salib. Kita sebagai sahabat bersatu dengan-Nya dalam penderitaan-Nya. Itulah puasa kita yang benar.

Apakah anda sudah berpuasa dengan baik dan benar? Ingat, “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup, dan Allah akan menyertai kamu.” (Am 5:14). Selamat ber-Jumat Pertama, Jalan Salib pertama dalam masa Prapaskah kita. Tuhan memberkati selalu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply