Homili 15 Agustus 2017

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XIX
Ul. 31:1-8
MT Ul. 32:3-4a,7,8,9,12
Mat. 18:1-5,10,12-14

Regenerasi itu perlu dan harus

Salah satu persoalan yang selalu dikeluhkan banyak orang dalam suatu organisasi adalah regenerasi. Kata ini memiliki daya yang luar biasa untuk menghancurkan hasrat orang tertentu yang suka memimpin tetapi sebenarnya sangat minim sifat kepemimpinannya. Kita tidak boleh menutup mata terhadap pribadi tertentu yang bernafsu untuk menjadi pemimpin. Entalah apa motivasinya, apakah dia mampu atau tidak itu urusan kedua. Yang penting dia mencalonkan diri sebab dia sendiri yakin bahwa dia mampu menjadi pemimpin sesuai kehendaknya bukan kehendak Tuhan atau kehendak sesama manusia. Kita perlu mengakui bahwa para pemimpin kadang terlena dan berpikir bahwa mereka akan menjadi pemimpin seumur hidup. Semangat sebagai single fighter menguasainya sehingga ia sangat sulit untuk percaya kepada sesama yang lain. Dengan demikian mereka menunjukkan sisi gelap dalam kepemimpinan mereka yang tidak mampu meregenerasi orang lain untuk menggantinya. Akibatnya adalah tidak ada kemajuan apapun. Pokoknya mereka itu seperti ada pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang selamanya.

Kita dapat mengambil banyak contoh di dalam hidup kita setiap hari. Misalnya, kalau ada seorang yang sudah berada di kursi empuk maka akan sulit untuk meninggalkan kursinya. Padahal ia mungkin dalam periode kepemimpinannya tidak mampu menunjukkan gaya kepemimpinanya, bahkan lebih ekstrim ia menjauh dari tugas semacam ini. Dengan demikian berbagai kegiatan perlu dilakukan dalam tataran komunitas atau persekutuan supaya setiap pribadi dapat berjalan bersama-sama tanpa membedakan siapakan diri kita di hadapan Tuhan dan sesama.

Pada hari ini kita mendengar kisah hidup Musa dan anak-anak Israel. Musa merasa bahwa dirinya mulai memasuki usia manula, maka ia mulai menyadari keterbatasan hidupnya, dalam hal ini keterbatasan fisik. Tuhan sendiri sudah bernubuat bahwa Musa tidak akan memasuki tanah terjanji. Ia hanya akan melihatnya dari jauh saja. Inilah perkataan Tuhan kepada Musa: “Sungai Yordan ini tidak akan kauseberangi”. Lalu siapakah yang akan memimpin bangsa Israel untuk memasuki tanah terjanji? Hanya ada satu jawaban yang pasti bahwa Tuhan Allah sendiri saja yang akan memimpin bangsa Israel untuk menyeberangi sungai Yordan, mememasuki dan menempati tanah terjanji. Semua musuh akan ditaklukan-Nya.Tuhan sendiri memilih Yosua untuk memimpin bangsa Israel memasuki tanah terjanji.

Musa menunjukkan regenerasinya dengan memanggil Yosua dan berkata kepadanya: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk memberikannya kepada mereka, dan engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya. Sebab Tuhan, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.” (Ul 31:7-8).

Yosua menerima tongkat estavet dari Musa. Ia berhasil memimpin umat Israel untuk menyeberangi sungai Yordan dan memasuki tanah terjanji. Nama Yosua itu sama dengan nama Yehosua atau Yesus. Yosua memimpin umat Israel memasuki tanah terjanji sesuai kehendak Allah Bapa. Yesus memimpin Gereja atau Israel baru untuk memasuki tanah surgawi yang penuh dengan kebahagiaan kekal. Yosua menyeberangi sungai Yordan. Yesus menguduskan kita semua melalui sakramen pembaptisan. Air baptis adalah simbol Roh Kudus yang menguduskan dan menyelamatkan. Sungguh ini adalah sebuah regenerasi yang menyelamatkan.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil memberikan kiat-kiat untuk menyiapkan kita memasuki tanah terjanji:

Pertama kita belajar untuk menjadi rendah hati. Banyak kali kita memiliki ambisi-ambisi tertentu yang mengalahkan keperntingan bersama. Nafsu berkuasa mengalahkan semangat untuk melayani dengan sukacita. Semangat kerendahan hati itu sama dengan hidup seorang anak kecil yang polos dan tulus kepada Tuhan.

Kedua, kita belajar untuk bertobat. Kesombongan dan ambisi-ambisi yang tidak sehat telah menguasai diri kita. Akibatnya kita mudah melupakan Tuhan dan sesama. Bertobat berarti mengubah kiblat hidup kita hanya kepada Tuhan. Buah pertibatan adalah sukacita yang besar.

Ketiga, semangat sebagai gembala yang baik. Tuhan Yesus menunjukkan teladan hidup sebagai gembala yang baik. Prioritasnya adalah gembala yang tersesat, yang membutuhkan pertolongan. Kita sebagai gereja hendaknya memiliki semangat sebagai gembala baik yang mencari domba-domba yang sesat untuk kembali ke jalan Tuhan.

Keempat, Allah kita murah hati. Mari kita juga belajar untuk bermurah hati kepada semua orang. Ia sendiri tidak menghendaki agar salah seorang di antara kita tersesat atau hilang. Apakah kita murah hati terhadap sesama?

Kiat-kiat yang Tuhan Yesus berikan dalam Injil juga memiliki daya regenerasi yang kuat. Misalnya kebajikan kerendahan hati, semangat bertobat, semangat sebagai gembala baik dan kemurahan hati. Semuanya ini dapat dibagikan turun temurun di dalam Gereja.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply