Homili Hari Raya Semua Orang Kudus 2018

Hari Raya Semua Orang Kudus
Why. 7:2-4,9-14
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
1Yoh. 3:1-3
Mat. 5:1-12a

Mataku tertuju pada-Mu!

Pada pagi hari ini saya mendengarkan kembali sebuah lagu tempo doeloe dari Pendeta DR. Ir. Niko Njotorahardjo berjudul ‘Mataku tertuju pada-Mu’. Ini adalah sebagian lirik lagunya: “Mataku tertuju pada-Mu. Seg’nap hidupku, kus’rahkan pada-Mu. Bimbing aku, masuk rencana-Mu, tuk membesarkan, k’rajaan-Mu. Reff: Ku mau mengikuti, kehendak-Mu ya Bapa. Ku mau s’lalu, menyenangkan hati-Mu.” Kata-kata dalam syair lagu ini memang sangat sederhana tetapi sangat menyentuh hati kita karena kita percaya bahwa dengan mata tertuju pada Tuhan, kita akan setia berjalan dalam jalan kekudusan. Mata yang tertuju atau memandang kepada Tuhan berarti mengasihi Tuhan dengan seluruh totalitas hidup kita. Tuhan Allah memanggil kita semua untuk berjalan dalam jalan kekudusan dengan mata hati yang selalu tertuju kepada-Nya. Paus Fransiskus mengatakan: “Menjadi orang suci bukanlah hal istimewa bagi sekelompok orang, tetapi ini adalah panggilan bagi semua orang.” Ini berarti mata kita harus selalu tertuju kepada Tuhan yang memiliki rencana, yang senantiasa memanggil kita untuk menjadi kudus.

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya semua orang kudus. Pikiran kita tertuju pada semua orang yang dipandang sebagai orang kudus di dalam Gereja Katolik, baik mereka yang sudah dikanonisasi oleh Gereja Katolik sebagai orang kudus (santo dan santa) atau yang belum dikanonisasi oleh Gereja. Nah, bagaimana proses seseorang diakui sebagai orang kudus di dalam Gereja Katolik? Setelah lebih kurang lima tahun seorang katolik meninggal dunia maka dengan mengenal semua kebajikannya dan berbagai pertimbangan lainnya yang berhubungan dengan tanda-tanda kesucian, dimulailah proses di tingkat keuskupan. Uskup menentukan seorang postulator untuk menanganinya. Hal yang perlu diperoleh di tingkat keuskupan adalah apakah orang itu memiliki kebajikan yang heroik. Orang ini mendapat gelar awal sebagai hamba Tuhan (Servant of God). Hasil penyelidikan di tingkat keusukupan akan dilanjutkan ke Vatican, khususnya pada kongregasi yang menangani para orang kudus. Kongregasi ini akan membuat suatu dekrit tentang kebajikan dan tanda-tanda kesuciannya, dan orang ini tidak akan disebut lagi Hamba Tuhan tetapi Venerabile. Apabila sang Venerabile ini dapat menjadi perantara mukjizat Tuhan di dalam Gereja maka ia di beri gelar Beato atau Beata. Apabila ada lagi mukjizat baru melalui perantaraannya maka ia dapat diberi gelar santo atau santa. Ini biasanya diumumkan oleh Sri Paus pada hari Kanosisasi para kudus. Dari proses-proses di atas kita mendapat gambaran bahwa sebetulnya ada banyak sekali orang kudus di dalam Gereja Katolik, dan ini adalah hari istimewa mereka.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini memfokuskan kita untuk memiliki mata yang tertuju kepada Tuhan sebagai sumber kesucian. Yohanes dalam bacaan pertama memiliki penglihatan tentang suasana surga yang sebenarnya. Ada gambaran tentang malaikat atau pelayan Tuhan yang melakukan pelayanan-pelayanan khusus kepada Tuhan. Malaikat itu membawa meterai sebagai tanda kekudusan bagi orang-orang kepunyaan Tuhan. Ada sekitar 146.000 orang yang dimeteraikan merupakan mewakili semua suku keturunan Israel. Ada juga sekelompok orang yang tidak dapat dihitung jumlahnya, berasal dari suku, bangsa dan Bahasa yang berbeda. Mereka berdiri di hadirat takhta dan di hadapan anak domba dengan pakaian putih dan memegang daun palma. Semuanya sujud menyembah kepada Tuhan sambil berkata: “Amin! puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!” (Why 7:12). Mereka yang berpakaian putih di hadirat takhta dan Anak Domba adalah: “Orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.” (Why 7:14).

Gambaran orang kudus dalam Kitab Wahyu ini adalah orang-orang yang rela berkurban untuk melayani Tuhan siang dan malam bersama para malaikat. Mereka juga telah mengalami kesusahan besar dan mencuci jubah mereka dalam darah Anak Domba. Darah para martir yang kudus adalah benih yang subur bagi iman kristiani. Darah Kristus menyucikan orang-orang yang sepanjang hidupnya hanya tertuju kepada Tuhan. Maka di sini, pengurbanan diri, kemartiran adalah kunci untuk memasuki gerbang kekudusan.

Yohanes dalam bacaan kedua membantu kita untuk menyadari dan mengimani kasih Allah dalam diri Yesus Kristus. Kasih Allah di dalam diri Yesus itu telah menjadikan kita sebagai anak-anak Allah. Ini adalah martabat baru setelah kita jatuh ke dalam dosa dan Tuhan Yesus mengampuni kita. Yohanes dengan tegas mengatakan bahwa pada saatnya nanti mata kita akan tertuju kepada Tuhan yang sebenarnya. Ia berkata: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.” (1Yoh 3:2). Mata kita benar-benar akan tertuju kepada-Nya. Ada harapan untuk menyucikan diri dihadapan Dia yang Suci.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengingatkan kita akan sabda bahagia. Dalam salah satu Sabda Bahagia-Nya, Ia berkata: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Orang-orang yang hatinya suci atau hatinya transparan memiliki mata hati yang senantiasa tertuju kepada Tuhan. Mereka akan melihat Tuhan dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, mulai saat ini dan di dunia ini. Namun kekudusan itu tetaplah sebuah perjuangan yang akan dialami setiap orang. Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:10-12).

Mari kita berusaha untuk membuka mata kepala kita, mata hati kita supaya tetap tertuju kepada Tuhan. Mata yang tertuju menandakan cinta kasih kita hanya tertuju kepada Tuhan. Mencintai Tuhan berarti berkurban, menyangkal diri, memikul salib. Ini adalah jalan kekudusan kita semua. Be Saints!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply