Homili Peringatan Arwah Semua Orang Beriman – 2018

Mengenang Arwah Semua Orang Beriman
2Mak 12:43-46
Mzm 130:1-2.3-4.5-6a. 6b.7-8
1Kor 15:20-24a.25-28
Yoh 6:37-40

Hanya Tuhanlah pengharapanku

Pada hari ini kita semua merenung dan mengenang arwah semua orang beriman. Satu kata yang ada di hadapan kita sekaligus yang menunjukkan gambaran suatu kepastian hidup kita di dunia ini adalah kata ‘kematian’. Saya mengingat Steve Jobs, sang pendiri Apple Inch. dari Amerika Serikat. Ia berkata: “Tidak ada yang ingin mati. Bahkan orang-orang yang ingin ke surga tidak ingin mati untuk mencapainya. Tapi kematian adalah tujuan kita semua. Tidak ada satupun yang bisa pergi darinya. Begitulah seharusnya, karena kematian merupakan satu penemuan terbaik dalam hidup. Itu adalah agen perubahan hidup. Itu menghapus hal-hal yang lama untuk hal yang baru.” Banyak orang termasuk anda dan saya tidak ingin mati saat ini. Orang masih ingin hidup untuk bekerja dan melayani sesama. Namun pada akhirnya kematian itu akan datang dan menjemput kita.

Tetapi mengapa masih ada orang yang merasa takut dalam menghadapi kematiannya? Ini adalah salah satu perasaan yang sangat manusiawi dan kita sendiri harus menerima diri dengan baik sebelum menuju kepada keabadian. Dalai Lama XIV, sang Pemimpin Tibet, pernah berkata: “Kematian berarti mengganti pakaian kita. Pakaian tersebut sudah usang, dan inilah waktunya untuk menggantinya. Begitu juga tubuh ini yang sudah tua, dan waktunya mengganti dengan tubuh yang muda.” Tentu saja Dalai Lama ke-XIV ini sedang berbicara tentang reinkarnasi tubuh manusia.

Kita sebagai orang Katolik tidak sejalan dengan pemikiran Dalai Lama ke-XIV, sebab kita tidak percaya pada reinkarnasi tubuh manusiawi kita. Namun kata-kata Dalai Lama XIV ini tetaplah menginspirasikan kita untuk menerima kematian sebagai bagian yang pasti dalam hidup kita sebagai manusia. Pikiran kita menjadi semakin terbuka untuk memahami kematian sebagai saat kita mengganti tubuh duniawi dengan tubuh ilahi (kebangkitan) dalam Tuhan Yesus Kristus. Kematian menjadi saat di mana kita dipanggil untuk hidup bersama Kristus selama-lamanya. Kita semua memang seharusnya binasa karena dosa namun telah ditebus oleh kemenangan Kristus Yesus atas maut, dan juga karena kasih dan kemurahan Tuhan maka kita dipanggil untuk hidup bersama Kristus.

Bacaan-bacaan Kitab Suci yang kita dengar dalam perayaan untuk mengenang arwah semua orang beriman hari ini mengarahkan kita untuk memiliki pengharapan yang penuh kepada Tuhan. Para peziarah dalam Kitab Suci Perjanjian Lama biasa berseru kepada Tuhan dalam doa-doanya seperti ini: “Aku menantikan Tuhan, jiwaku menanti-nanti, dan aku menantikan fiman-Nya.” (Mzm 130:5). Ada kerinduan yang mendalam dari setiap pribadi untuk kembali dan bersatu dengan Tuhan sang Pencipta. Inilah yang namanya realitas kematian yang pasti akan dialami oleh setiap pribadi. Mengapa selalu ada harapan untuk bersatu dengan sang Pencipta? Satu alasan yang tepat dan harus kita miliki sebagai ciptaan Tuhan adalah hanya pada Tuhan ada kasih setia dan Ia banyak sekali mengadakan pembebasan. Hanya Tuhanlah yang membebaskan kita semua dari segala kesalahan dan dosa kita.

Dalam bacaan pertama kita mendengar sebuah kisah heroik dari Yudas dalam Kitab Makabe. Ia menguburkan semua tentara yangh gugur dalam pertempuran. Ia juga meminta derma dan mendapatkan sekitar dua ribu dirham untuk dipersembahkan di Yerusalem sebagai kurban penghapusan dosa. Yudas melakukan semuanya ini karena ia percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Ini berarti bagi Yudas, semua tentara yang sudah gugur akan mengalami kebangkitan badan. Maka mereka juga perlu didoakan terus menerus. Apa yang Yudas ajarkan kepada kita? Ia meminta sedekah untuk dipersembahkan di Yerusalem, mendoakan semua tentara yang gugur supaya mengalami pengampunan dosa, dan keyakinak pada kebangkitan badan mereka, semakin mendekatkan kita kepada Tuhan Allah sendiri. Yudas mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Allah yang benar, Allah orang hidup bukan Allah orang mati. Kebangkitan badan menjadi sebuah realita bagi kita untuk percaya kepada Allah orang hidup bukan Allah orang mati.

Pengalaman rohani kematian dalam dunia Perjanjian Lama menjadi lebih sempurna lagi dalam pengajaran Yesus. Kalau dalam bacaan pertama Yudas mendoakan supaya ada kebangkitan, dalam Injil Tuhan Yesus adalah kebangkitan dan hidup itu sendiri. Sebab itu Ia berkata: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” (Yoh 6:37). Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa dengan menerima semua orang yang Tuhan Allah Bapa berikan kepada-Nya. Kehendak Bapa sendiri adalah menyelamatkan semua orang. Tuhan Yesus berkata: “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:39-40).

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan semua orang. Bentuk keselamatan yang Tuhan tawarkan kepada kita semua adalah membangkitkan semua yang diberikan Bapa kepada-Nya pada akhir zaman. Perkataan Tuhan Yesus ini juga menambah kepercayaan kita bahwa keselamatan yang ditawarkan Tuhan Yesus itu bersifat universal. Tuhan menyelamatkan semua orang dari segala suku, bangsa dan Bahasa. Tentu saja di sini sangat dibutuhkan iman. Orang beriman akan menunjukkan dirinya membutuhkan Tuhan Allah dalam hidupnya. Orang beriman akan menunjukkan ketergantungannya pada Allah sendiri. Ini berarti Tuhan adalah satu-satunya harapan orang yang menantikan keselamatan. Apakah anda dan saya juga memiliki harapan akan keselamatan yang datang dari Tuhan Allah kita?

Harapan akan keselamatan dalam Tuhan menjadi nyata dalam Yesus Kristus. St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan bahwa semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Benar sekali pengajaran Paulus ini sebab Tuhan Yesus Kristus memang telah dibangkitkan sebagai yang sulung dari orang yang sudah meninggal. Dia wafat dan bangkit mendahului kita semua yang menjadi miliknya. Ini benar-benar merupakan harapan kita selama berziarah di dunia ini.

Saya mengakhiri homili ini dengan sebuah Katekese sederhana. Pada hari ini banyak umat yang bertanya kepadaku tentang purgatorium. Kita mengenal istilah purgatorium atau api penyucian. Ini adalah ‘tempat’ atau sebuah proses kita mengalami pemurnian, kita disucikan oleh Tuhan. Ada kalanya orang mengatakan api pencucian dalam arti orang dibersihkan dari dosa-dosanya. Namun istilah pencucian ini tidaklah tepat. Katekismus Gereja Katolik (KGK) khususnya artikel nomor 1030-1032 mengajarkan sebagai berikut: Pertama, Purgatorium atau Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan rahmat dan dalam persahabatan dengan Tuhan, namun belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian. Kedua, Gereja percaya bahwa pemurnian di dalam Api Penyucian adalah sangat berlainan dengan siksa neraka. Ketiga, Gereja mengingatkan kita supaya dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian dengan doa-doa kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus bagi mereka. Ini adalah tiga hal yang dapat kita lakukan bagi semua arwah orang beriman.

Doa kita di hari istimewa ini: “Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku.” (Mzm 130:1-2).

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply