Mendengar Suara Tuhan

Mendengar dan Melakukan Sabda

Anda, saya, kita selalu mendengar perkataan ini: “Dengarlah baik-baik!” Perkataan sederhana ini selalu keluar dari mulut orang yang memiliki kuasa bagi kita. Orang tua terbaik selalu menasihati anak-anaknya untuk mendengar dengan baik semua perkataan mereka dan melaksanakannya dalam hidupnya. Para pendidik, pejuang kemanusiaan, pemerintah dan pribadi-pribadi lainnya menghendaki supaya orang mendengarnya dengan baik. Kita memang perlu mendengar dengan baik sebab dengan demikian, kita akan mengalami indahnya kehidupan bersama sebagai saudara, kita dapat hidup berdampingan dengan orang yang berbeda suku, bangsa, bahasa dan agamanya. Kita mendengar dengan baik sabda Tuhan sehingga dapat menjadi pelaku Sabda Tuhan dalam hidup ini. Kita mendengar dengan baik sebab Tuhan telah menciptakan kita sebagai pribadi yang sempurna adanya, yakni memiliki dua telinga dan hanya memiliki satu mulut. Ini berarti kita sadar diri untuk banyak mendengar dan sedikit berbicara.

Saya selalu mendapat inspirasi dari orang-orang hebat untuk dapat mendengar dengan baik. Salah satunya adalah Helen Keller. Sambil memandang keadaan fisiknya, ia dengan bangga menerimanya dan berkata: “Dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang. Dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima.” Perkataan sederhana dan sangat super sangat mendalam maknanya. Tuhan menganugerahkan kedua bola mata untuk memandang keindahan ciptaan-Nya, kedua telinga untuk mendengar kebenaran sabda-Nya dan hati yang terbuka untuk mengalami kasih-Nya. Banyak kali kita lupa bersyukur karena memiliki mata, telinga dan hati yang lengkap. Kalau saja mata kita mengalami kelemahan dalam melihat, ada kaca mata, kalau telinga kita bermasalah ada alat bantu dengar, dan kalau hati kita mengalami masalah ada tindakan medis yang terbaik demi kebaikan hidup kita. Semuanya ini membawa kita kepada rasa syukur yang mendalam karena Tuhan sungguh baik bagi kita semua.

Seni mendengar sesama

Mari kita mengevaluasi hidup kita secara transparan di hadapan sesama yang kelihatan dan Tuhan yang tidak kelihatan. Di dalam keluarga atau sebuah organisasi, selalu ada masalah komunikasi antar pribadi. Ada perasaan suka dan tidak suka dengan pribadi tertentu. Di dalam keluarga, para suami dan istri kadang-kadang mengurbankan relasi cinta kasih mereka karena tidak saling mendengar satu sama lain dengan baik. Mereka seolah-olah memiliki dua mulut dan hanya ada satu telinga. Para orang tua memiliki masalah serius dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya. Akibatnya mereka tidak saling mendengar satu sama lain. Keluarga dapat hancur karena semua anggota keluarga tidak saling mendengar satu sama lain. Ini menyedihkan kita semua karena egois muncul sebagai raja dalam keluarga.

Para pengurus Gereja tidak saling mendengar satu sama lain maka pelayanan mereka pun menjadi dangkal. Hanya ada pelayanan manusiawi tanpa ilahinya. Dalam masyarakat luas juga sama saja. Ketika orang tidak saling mendengar maka benih pertentangan, permusuhan dan nafsu-nafsu akan menjadi nomor satu dan turut menghancurkan relasi antar pribadi. Lihatlah bahwa kemampuan untuk mendengar dengan baik sangatlah dibutuhkan ketika kita membangun relasi antar pribadi dan berkomunikasi dengan sesama. Kita butuh seni mendengar sebagai sesama manusia dengan perasaan bahwa sesama adalah bagian hidup kita. Sederhana saja, kalau ada yang berbicara, biarkan dia berbicara dan anda mendengarnya baik-baik baru menanggapi pembicaraannya.

Seni mendengar Tuhan

Sebenarnya salah satu kesulitan yang lebih besar adalah kemampuan kita untuk mendengar suara Tuhan yang tidak kelihatan dalam indera penglihatan kita. Pikirkanlah bahwa orang-orang yang kelihatan saja sulit kita dengarkan apalagi Tuhan yang tidak kelihatan? Tetapi apakah kita berhenti dalam dunia pesimisme untuk tidak mendengar suara Tuhan? Jawaban pastinya adalah tidak! Kita harus menggunakan kedua telinga kita untuk mendengar suara Tuhan dengan sempurna. St. Paulus sangat tepat mengatakan: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus.” (Rom 10:17). Kita mendengar dengan baik suara Tuhan maka iman kita bertumbuh hingga mencapai kematangan tertentu.

Di dalam Kitab Suci kita menemukan figur-figur tertentu yang memiliki kemampuan dan seni untuk mendengar suara Tuhan, dan suara Tuhan itu mampu mengubah hidup mereka secara radikal. Dalam Kitab Kejadian, kita mendapat gambaran tentang kemampuan Adam dan Hawa dalam mendengar suara Tuhan. Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa dan mereka bersembunyi. Maka ketika mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah di dalam taman Firdaus, mereka bersembunyi. Tuhan pun memanggil Adam dan menanyakan keberadaan mereka berdua. Adam dengan jujur mengatakan bahwa ia mendengar Tuhan berjalan-jalan di dalam taman sehingga ia bersama istrinya bersembunyi. Seni mendengar Tuhan yang dimiliki oleh Adam dan Hawa memiliki dampak yang besar yakni mereka mengenal diri sebagai orang berdosa dan mereka berubah secara radikal di hadapan Tuhan. Perasaan bersalah muncul belakangan setelah mereka mendengar dengan baik suara Tuhan.

Abraham merupakan seorang figur yang hebat dalam mendengar suara Tuhan. Ia memiliki banyak harta tetapi Tuhan memanggilnya dan menyuruhnya untuk pergi ke tanah Kanaan yang lebih kaya, penuh dengan susu dan madu. Ia berubah secara radikal di hadapan Tuhan dengan meninggalkan saudara-saudaranya, rumah bapanya ke sebuah negeri yang baru. Tuhan berjanji tetapi janji Tuhan ini masih dalam bayangan Abraham. Abraham melewati banyak ujian tetapi karena ia mampu mendengar suara Tuhan maka kesuksesan pun menjadi miliknya. Tuhan memberikan segalanya: ia menjadi bangsa yang besar, mendapat berkat dan kemasyhuran nama dan menjadi berkat bagi banyak orang (Kej 12:2).

Musa memiliki seni mendengar suara Tuhan. Ia adalah seorang gembala domba yang bukan miliknya tetapi milik mertuanya bernama Yitro. Ia berada di padang gurun setiap hari untuk menggembalakan ternak. Tuhan memanggilnya pada saat ia menyaksikan semak duri menyala tetapi tidak dimakan api. Tuhan berbicara kepadanya: “Musa, Musa!” dan ia menjawab, “Ya, Allah.” (Kel 3:4). Kemudian Tuhan berkata: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkan kasutmu dari kakimu, sebab tempat di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.” (Kel 3:5). Pengalaman akan Allah dalam diri Musa terjadi saat itu dan ia berubah secara radikal. Tuhan menjadikannya sebagai seorang pemimpin Bangsa Israel.

Samuel adalah figur yang konsisten mendengar suara Tuhan. Samuel masih muda tetapi sudah menjadi pelayan Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Sebagai seorang pelayan Tuhan yang masih muda, ia tinggal di dalam rumah Tuhan. Tiga kali ia mendengar namanya dipanggil oleh suara yang tidak dikenalnya. Ia mendekati Eli untuk menanyakannya tetapi Eli pun baru menyadarinya pada kesempatan ketiga nama Samuel disapa. Eli dengan kebijaksanaan Tuhan mengatakan kepadanya: “Pergilah tidur, dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar.” (1Sam 3:9). Samuel mendengar suara Tuhan dan menjawabinya. Panggilan ini membuka masa depan Samuel yang gemilang.

Dalam dunia perjanjian baru, kita menjumpai figur tertentu yang memiliki seni mendengar suara Tuhan yang luar biasa. Bunda Maria menerima kabar sukacita Tuhan melalui Malaikat Gabriel. Ia menunjukkan imannya dengan berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Sejak saat itu ia hadir dan mendampingi Yesus Puteranya sampai tuntas. Ia juga mendampingi sekaligus menjadi bunda Gereja kita hingga selamanya. Para rasul yang mendapat panggilan di pantai danau Galilea seperti Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes, juga Levi sang pemungut cukai, memiliki sikap ‘segera’ meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus sampai tuntas. Santu Paulus mendengar namanya dipanggil dalam perjalanannya ke Damsyik. Panggilan ini mengubah hidupnya secara radikal dan menjadikannya seorang rasul sejati. Ia berkata: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan injil.” (1Kor 9:16).

Mendengar dengan baik hidup lebih baik

Mari kita kembali ke dalam diri kita sendiri. Tuhan itu sungguh baik sebab ia menganugerahkan kedua telinga kita supaya kita memiliki kemampuan mendengar dengan baik. Dengan mendengar, kita akan patuh, dan semakin kita patuh kita akan mampu mengasihi. Para figur yang saya sebutkan di atas memiliki keunikan dalam mendengar Sabda Tuhan, dan sabda Tuhan telah mengubah hidup mereka menjadi lebih baik dan lebih layak kepada Tuhan. Mereka menunjukkan ketaatan pada sabda yang mereka dengar dan puncaknya adalah kasih tanpa batas kepada Tuhan.

Mendengar suara atau sabda Tuhan memilik manfaat yang luar biasa yakni, pertama kita dapat mengalami Tuhan dalam hidup kita. Kedua, kita menjadi saudara dalam satu komunitas yang sama (Gereja) sebab mendengar sabda yang sama. Ketiga, kita siap menjadi rasul yang melakukan sabda yang kita dengar. Kita tidak hanya mendengar sabda Tuhan, tetapi berusaha untuk menjadi pelaku dan sabda Tuhan yang aktif dalam Gereja masa kini. St. Yakobus menasihati kita: “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” (Yak 1:22). Maka “Kalau pada hari ini kamu mendengar suara Allah, janganlah kamu berkeras kepala, seperti leluhurmu, ketika mereka memberontak terhadap Allah.” (Ibr 3:15).

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply