Homili Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya – 2019

Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya
Dan. 7:9-10,13-14
Mzm. 97:1-2,5-6,9
2Ptr. 1:16-19
Luk. 9:28-36

Doa mengubah hidup kita

Apakah anda berdoa? Ini adalah sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pemuda kepada saya dalam acara gathering Orang Muda Katolik bertemakan: “Doa mengubah segala sesuatu” di sebuah paroki. Saya menjawabnya: “Saya berdoa secara pribadi dan bersama komunitas. Di dalam buku Brevir atau buku Ibadat Ilahi, kami para Romo berdoa atau beribadat lima waktu, yakni ibadat bacaan, ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore dan ibadat malam atau completas. Doa-doa ini dapat didoakan sendiri atau didoakan bersama di dalam komunitas. Ini adalah komitmen kami para Romo untuk senantiasa Bersatu dengan Tuhan.” Pemuda ini hanya mengangguk dan tersenyum. Ia mengerti bahwa doa bagi seorang imam adalah penting dan harus. Imam tanpa doa bukanlah imam yang bersatu dengan Tuhan.

Pada hari ini kita merayakan Pesta Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di sebuah gunung. Mulanya Yesus membawa ketiga murid inti yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes supaya naik ke atas gunung untuk berdoa. Sambil berdoa wajah Yesus berubah, pakaian-Nya berubah menjadi putih berkilau-kilauan. Pada saat yang sama sosok penting dalam dunia Perjanjian Lama yakni Musa dan Elia. Musa kiranya mewakili Torah, sedangkan Elia mewakili para nabi. Baik dalam Torah maupun Kitab para nabi, sama-sama mengisahkan tentang Mesias yang menderita, wafat dan bangkit. Penampakkan kemuliaan ini memang menakutkan namun dalam kacamata iman tidak menakukan. Kekuatannya adalah pada doa tanpa hentu. Tanpa doa hidup ini benar-benar terasa hambar. Petrus dan teman-temannya tertidur dan ketika mereka bangun dari tidur, mereka hanya melihat Yesus seorang diri saja.

Petrus dan teman-temannya mula-mula ketakutan, namun diganti dengan sukacita. Rasa sukacita Petrus terungkap dalam perkataannya ini: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Luk 9:33). Perkataan Petrus ini memang sangat manusiawi sebab ia juga tidak tahu apa yang diungkapkannya ini. Rasa sukacita yang lain adalah saat mereka mendengar suara ini: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” Mata Petrus, Yakobus dan Yohanes hanya terfokus pada Yesus seorang diri saja. Ini merupakan awal yang baru bagi mereka untuk melihat Yesus bukan hanya sebagai Rabi tetapi sungguh Anak Allah, Dia yang dikasihi Bapa. Mereka tidak hanya melihat-Nya tetapi mendengar-Nya. Artinya bahwa ketika mereja mendengar dengan baik, mereka akan taat kepada-Nya maka dengan sendirinya mereka akan mengasihi-Nya.

Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita pada dua hal penting ini. Pertama, Yesus mengajak ketiga murid inti untuk bersatu dengan Bapa dalam doa. Para murid inti ini tidak hanya berdoa kepada Bapa, tetapi mereka berdoa bersama Yesus. Ada peralihan penting di sini, dari berdoa kepada Bapa menjadi berdoa bersama Bapada dalam Putera. Yesus adalah Anak Allah, namun Ia tidak memandang ke-Allahan sebagai milik-Nya. Ia bahkan merendahkan diri sebagai Anak sehingga dengan leluasa mencari tempat untuk membangun komunikasi dalam doa. Kedua, Yesus menjadi pusat doa kita. Dia berubah rupa dari tubuh yang kelihatan dengan mata manusiawi menjadi tubuh ilahi yang akan dilihat kelak saat kita sendiri akan melihat-Nya dengan mata kita di surga. Memang Allah adalah Roh dan tidak dapat dilihat dengan mata manusia (Yoh 4:24) namun di dalam Kitab Suci terdapat beberapa orang yang pernah seolah-olah melihat Allah (Ibr 11:27). Kita berusaha untuk melihat Allah dengan mata kita dalam jalan kekudusan.

Pengalaman akan kemuliaan Yesus ini diungkapkan dalam kesaksian Petrus (2Ptr 1:16-19). Dalam kesaksiannya ini, Petrus menegaskan dirinya sebagai saksi mata akan Yesus Kristus dan kebesarannya. Kesaksiannya ini benar bukan hanya sekedar hisapan jempol belaka. Ia mengulangi pengalaman imannya bersama Yesus di atas gunung yang tinggi dan kudus ketika mendengar sendiri Sabda Tuhan ini: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (2Ptr 1:17). Bagi Petrus, Yesus adalah Anak Allah yang menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa sendiri. Pengalaman iman ini sangat meneguhkan Petrus sebab apa yang mereka dengar sudah pernah dinubuatkan oleh para nabi. Sebab itu Petrus menarik perhatian komunitasnya seperti ini: “Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu.” (2Ptr 1:19).

Kita yang mendengar perkataan Petrus ini haruslah merasa terpanggil untuk memberi kesaksian iman kita akan Yesus yang kita imani. Kita bersaksi bukan dengan kata-kata melainkan dengan hidup yang nyata. Hidup kristiani kita selalu diuji bukan dari indahnya perkataan yang kita ucapkan, melainkan dari kehidupan kita yang nyata. Kita menyandang hidup sebagai Kristen berarti Kristus kecil. Artinya hidup Kristus harus tercermin dalam hidup kita sendiri. Dengan demikian kita dapat menunjukkan wajah Yesus yang mulia kepada sesama manusia. Banyak orang mengakui sebagai orang katolik tetapi hidupnya jauh dari harapan untuk menjadi orang katolik terbaik. Mengaku sebagai orang katolik tetapi tidak ke Gereja, tidak berdevosi dan lainnya.

Pada hari ini mata kita tertuju kepada Yesus dan kemuliaan-Nya. Mari kita naik ke atas gunung Tuhan dan berdoa bersama-Nya. Mari kita berbenah diri supaya layak menjadi saksi Kristus dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Kita berdoa bersama Daud: “Sebab, ya Tuhan, Engkaulah Yang Mahatinggi di atas bumi, Engkau sangat dimuliakan di atas segala dewata.” (Mzm 97:9). Mari kita memohon supaya Tuhan mentransfigurasikan diri-Nya di dalam hidup kita. Selamat Pesta Transfigurasi.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply