Homili 16 April 2021

Hari Jumat, Pekan Paskah ke-II
Kis. 5:34-42;
Mzm. 27:1,4,13-14;
Yoh. 6:1-15

Sukacita murid-murid Tuhan

Masa Paskah berlanjut. Kisah-kisah Paskah memasuki babak-babak awal dalam Gereja perdana. Para murid dengan kuasa Roh Kudus memiliki keberanian untuk mewartakan kebangkitan Yesus Kristus ke mana pun mereka pergi. Mereka menghadapi berbagai macam ancaman, penganiayaan, keluar masuk penjara dan di hadapkan di depan Mahkamah Agama Yahudi. Semua pengalaman ini menjadi bagian dari sejarah Gereja sepanjang zaman. Ini menjadi sebuah kenangan bahwa Gereja memang berdiri di atas para Rasul sebagai dasar dan darah para martir yang menyuburkan benih iman Kristiani.

Pada hari ini kita mendengar kisah dua rasul inti Yesus yang sedang dihadapkan di depan Mahkamah Agama Yahudi. Mereka disangkakan merongrong ajaran agama dan adat kebiasan Yahudi. Mereka dilarang untuk mengajar di dalam bait Allah dan menyebut nama Yesus yang sudah disalibkan dan dinyatakan bangkit pada hari yang ketiga. Dalam suasana seperti ini, Tuhan selalu hadir melalui orang-orang tertentu. Sosok inspiratif kita hari ini adalah Gamaliel. Nama Gamaliel (Ibrani: גַּמְלִיאֵל – Gam’liyel, artinya: ‘upah yg dari Allah’. Dalam bahasa Yunani: Γαμαλιήλ – GAMALIÊL). Beliau adalah seorang guru besar Hukum Taurat yang pernah menjadi guru bagi Saul, nantinya kita kenal St. Paulus. Gamaliel merupakan cucu dari rabi Hillel. Ia memberi contoh-contoh dan nasihat-nasihat yang mampu mengubah kiblat pemikiran Mahkamah Agama Yahudi.

Gamaliel mencontohkan dua kejadian yang pernah terjadi seperti Teudas dan 400 pengikutnya melakukan gerakan akhirnya Teudas dibunuh dan para pengikutnya bubar. Demikian juga yang terjadi dengan Yudas di Galilea akhirnya mati terbunuh. Belajar dari kedua kasus ini maka Gamaliel memberi nasihatnya begini: “Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah.” (Kis 5:38-39). Nasihat Gamaliel ini diterima dan kedua murid pun dibebaskan dengan syarat tidak boleh menyebut nama Yesus lagi. Apakah larangan ini diterima dan dilakukan? St. Lukas bersaksi: “Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus. Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias.” (Kis 5:41-42).

Sekali lagi kita kembali kepada perkataan Tuhan Yesus di bukit Sabda Bahagia. Ia berkata: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:11-12). Para rasul bersukacita di hadirat Tuhan karena dapat mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Mereka juga mengalami pengadilan manusia dan penindasan sebagaimana sudah dialami Yesus sendiri. Pengalaman yang sama tetap dialami Gereja sepanjang zaman. Ada banyak martir dari dahulu hingga sekarang karena cinta akan Kristus Yesus Tuhan kita.

Dalam bacaan Injil kita mendengar bagaimana Tuhan Yesus mengajar para murid untk merasakan sukacita ketiga berbagi dari sedikit yang mereka miliki. Tuhan Yesus berada di sekitar pantai danau Galilea. Banyak orang mengikuti-Nya dari dekat untuk mendengar Sabda dan mengalami tanda-tanda yang dilakukan-Nya. Setelah tiga hari orang-orang itu mengikuti-Nya, Ia bertanya kepada Filipus: “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?” (Yoh 6:5). Tuhan Yesus tidak bermaksud melepas tangan karena Ia sendiri sudah tahu bagaimana memberi mereka makan. Filipus menjawab Yesus dengan pikiran yang sangat manusiawi: “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.” (Yoh 6:7). Andreas, saudara Simon juga mirip: “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” (Yoh 6:9).

Tuhan Yesus mengajar para murid untuk berbagi dengan cara sederhana. Dari sedikit yang mereka miliki, Ia membantu mereka untuk membagikannya kepada banyak orang. Caranya adalah dengan berekaristi. Ia mengambil roti dan ikan, mengucap syukur dan membagikannya kepada mereka. Semua orang makan sampai kenyang dan masih ada sisa dua belas bakul penuh. Semua orang takjub kepada Yesus dan mukjizat yang dilakukan-Nya dan berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.” (Yoh 6:14).

Apa yang dapat kita pelajari hari ini?

Kita sedang mengalami pandemi yang berkelanjutan. Masa pandemi seperti situasi yang sulit yang dialami para murid Yesus setelah Paskah. Pada saat seperti inilah kita menyadari bahwa kita orang beriman. Hidup kita berasal dari kasih dan kemurahan Tuhan. Maka kita pun dipanggil untuk ikut berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Mudah sekali kita merasa takut miskin, takut berkekurangan. Tetapi ternyata di sekitar kita masih ada orang lain yang lebih berkekurangan dari kita. Kita perlu bergerak dengan semangat 5r2i (lima roti dan dua ikan) bagi sesama kita. Ini adalah wujud iman dan doa kita kepada Tuhan dalam aksi sosial kita.

P. John Laba, SDB