Homili 3 Maret 2014

Hari Senin Minggu Biasa VIII

1Ptr 1:3-9

Mzm 111:1-2.5-6.9.10c

Mrk 10:17-27

 

Bertahanlah dalam iman!

Fr. JohnSeorang bapak merasa hidupnya tidak bermakna lagi setelah istrinya dipanggil Tuhan. Usia perkawinan mereka 51 tahun. Setiap hari ia membayangkan istrinya, dan mengatakan protesnya kepada Tuhan. Ia berkata: “Mengapa Tuhan tidak memanggilnya lebih dahulu tetapi justru istrinya yang terkasih.” Anak-anak dan sanak keluarga menghiburnya tetapi ia tetap merasa sedih, kesepian dan kehilangan sang istri. Pada suatu kesempatan ia datang ke pastoran untuk berbicara dengan seorang Romo muda. Romo itu menghiburnya dengan pesan-pesan supaya ia tidak bersedih karena pada saat yang tepat kita semua juga akan meninggal dunia dan bersatu dengan Tuhan dan semua saudara yang sudah meninggal dunia. Romo itu juga berharap supaya bapa itu bertahan dalam iman. Bapa itu bertanya kepada Romo: “Apakah saya masih akan bertemu dengan istri saya?” Romo menjawab: “Dengan iman anda pasti bertemu istri yang sudah lebih dahulu tinggal bersama Yesus.” Bapa itu kembali ke rumah dengan energi dan semangat yang baru.

Pada hari ini kita mendengar bacaan pertama dari tulisan St. Petrus. Ia sedang meneguhkan iman para baptisan baru maka ia memulai pengajarannya dengan berkata: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus!” Paulus menaikan pujian dan syukur kepada Allah Bapa yang diperkenalkan oleh Yesus Kristus supaya kita semua menyapa dengan sapaan yang sama: Abba, ya Bapa. Dia bukan saja menjadi Allah tetapi juga Bapa dari Yesus Kristus, Bapa kita semua. Para baptisan baru juga bersatu dengan Yesus dan memanggil satu Bapa yang sama yakni Abba, sang Adonai Elokhim. Rasa syukur dari Petrus meluap-luap karena rahmat Allah Bapa, kita dapat dilahirkan kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus. Kebangkitan Yesus Kristus membawa dampak hidup baru yang penuh harapan, tidak dapat binasa, tidak tercemar (kudus) dan tidak layu tersimpan di Surga.

Setiap orang yang mengkuti Yesus Kristus akan mendapat rupa-rupa pencobaan, pengalaman dukacita untuk memurnikan imannya. Artinya, untuk dapat mengikuti Yesus, orang harus memiliki sikap lepas bebas, sehingga lebih mampu mengasihi Allah. Setiap pencobaan dalam hidup yang dapat membawa orang kepada dosa adalah ujian kesetiaan iman. Kalau saja orang melewati ujian iman ini maka ia akan membuktikan betapa murninya iman itu. Kemurnian iman yang bertahan dalam penderitaan dan aneka pencobaan melebihi emas yang fana. Iman kepada Yesus itu jauh lebih tinggi nilainya daripada semua barang-barang fana yang ada di dunia. Yesus berkata: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi, di bumi ngengat dan karat merusakannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak akan merusakannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya” (Mat 6:19-20).

Kepada para baptisan baru, Petrus juga berkata, “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” (1Ptr 1:8-9). Perkataan Petrus ini masih aktual hingga saat ini di dalam Gereja. Kita mengasihi dan mengimani Yesus yang tidak kita lihat. Iman kepada Tuhan Yesus merupakan rahmat istimewa dari Tuhan dan rahmat itu tetap hidup di dalam Gereja selama-lamanya. Untuk menghayati iman maka butuh pengorbanan diri yang besar. Kita harus berani meninggalkan segala-galanya untuk bersatu dengan Kristus. Ketika hati kita masih melekat dengan harta duniawi maka kita juga tidak memiliki kebebasan untuk mengasihi. Kita harus bertahan dalam pencobaan.

Penginjil Markus mengisahkan perjalanan Yesus dan pengungkapan diri seorang muda untuk mengikutiNya. Ada seorang yang berlari mengejar Yesus, bertelut sambil menanyakan syarat-syarat hidup kekal. Ia berpikir bahwa Yesus langsung memberikan syarat kepadanya, lagi pula ia termasuk orang Yahudi yang saleh karena sudah mengamalkan sepuluh perintah Allah. Sungguh sangat disayangkan karena Ia belum memiliki sikap lepas bebas. Hatinya tetap terikat pada harta (Mat 6:21). Yesus memandang dia dan menaruh kasih  sambil berkata kepadanya: “Pergilah, juallah segala apa yang kaumiliki, berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan memperoleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” (Mrk 10:21). Orang itu kaya, hatinya masih terikat pada harta duniawi maka ia meninggalkan Yesus.

Banyak kali harta milik menjadi penghalang untuk bersatu dengan Yesus. Orang terbelenggu dan tidak berani keluar dari belenggu ini. Mengapa orang suka korupsi uang negara? Karena orang itu tamak, hatinya tetap terikat pada harta dunia. Banyak birokrat dan penegak hukum yang hatinya tamak, gila harta sehingga menghalalkan segala-galanya. Harta telah menghalanginya berjumpa dengan Tuhan. Andaikan mereka sadar akan ketamakan diri maka mereka juga malu untuk melakukan kejahatan atau dosa yang sama. Hal yang terjadi dalam masyarakat justru sebaliknya. Ketika orang melakukan kejahatan berupa korupsi, mereka senang karena bisa narsis, hadir di layar kaca, sambil tertawa dan melambaikan tangan, atau berpura-pura mengenakan busana berdasarkan agama tertentu. Kekudusan palsu! Itu semua hanya kemunafikan saja!

Mari kita kembali kepada Tuhan. Kita mengasihi dan percaya kepadaNya meskipun tidak melihatNya secara langsung. Bertahanlah dalam pencobaan sehingga bisa memperoleh keselamatan kekal. Kumpulkanlah harta yang membawamu kepada hidup kekal.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertahan dalam setiap pencobaan hidup. Semoga Engkau menjadi satu-satunya harta kami yang bernilai melebihi harta apa pun di dunia ini. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply