Homili 10 April 2014

Hari Kamis, Pekan Prapaskah V

Kej 17:3-9

Mzm 105:4-5.6-7.8-9

Yoh 8:51-59

Komitmen pribadi itu penting dan harus!

Fr. JohnKomitmen berarti perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu. Perjanjian itu bisa bersifat pribadi atau populis yang tercermin dalam tindakan setiap hari. Komitmen dapat membantu setiap pribadi untuk membangun rasa percaya diri, semangat kerja, menjalankan tugas dan tanggung jawab ke arah yang lebih baik. Saya teringat pada sharing seorang pemuda yang bekerja di sebuah perusahan. Ia memiliki latar belakang pendidikan dan keterampilan yang memadai maka ia diminta untuk bersedia ditempatkan di sebuah kantor baru di luar pulau Jawa. Ia merasa bahagia menerima dengan lapang dada tawaran dari kantor pusat. Sesampai di tempat baru ia membangun komitmen untuk semua tugas yang dipercayakan kepadanya. Prestasi yang diperolehnya bukan hanya sebagai karyawan terbaik di perusahannya tetapi ia sungguh-sungguh berusaha untuk memberi yang terbaik kepada perusahannya. Ia juga berkomitmen untuk mengabdi bagi kemanusiaan sesuai dengan cita-cita perusahannya.

Komitmen itu janji yang harus dilakukan. Tuhan juga memberi tugas dan tanggung jawab kepada manusia dan manusia dituntut untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya di dalam hidupnya. Komitmen itu mengandaikan sebuah perubahan yang radikal di dalam hidup manusia. Pada hari ini kita mendengar kisah Abram dalam bacaan pertama.  Abram mulanya dipanggil Tuhan untuk meninggalkan kampung halamannya ke negeri baru yang akan ditunjuk oleh Tuhan. Abram menjawabi panggilan Tuhan dengan membangun komitmen untuk melakukan tugas panggilannya itu dengan baik.

Supaya komitmen itu bisa dijalankan dengan baik maka Abram diikat oleh Tuhan dalam sebuah perjanjian. Ia bersujud di hadirat Tuhan dan Tuhan berjanji kepadanya. Mula-mula di dalam diri Abram haruslah ada perubahan radikal ditandai dengan perubahan nama dari Abram menjadi Abraham. Dia bukanlah Abram untuk dirinya sendiri tetapi Abraham bagi banyak orang. Ia akan beranak cucu dan menjadi bapa bagi banyak bangsa. Tuhan juga mengikat perjanjian dengan semua keturunan Abraham bahwa dari keturunannya itu akan muncul raja-raja yang memerintah bangsa-bangsa.

Tuhan juga mengungkapkan inti perjanjianNya kepada Abraham: “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Kej 17:7-8). Jadi Abraham tidak hanya menjadi bapa bagi banyak bangsa dan raja-raja sebagai cucu-cucunya tetapi mereka juga tetap memandang Tuhan sebagai satu-satunya Allah mereka. Perjanjian ini membutuhkan komitmen turun temurun bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah bagi keturunan Abraham.

Kiranya ikatan Perjanjian antara Tuhan dan Abraham masih aktual hingga saat ini. Abraham menjadi bapa bagi bangsa di dunia yang mengakui Tuhan sebagai Allahnya. Agama-agama monoteis seperti Yahudi, Kristiani dan Islam mengakui Allah yang sama yaitu Allah Abraham. Hanya saja ada yang sangat posesive sehingga merasa bahwa Tuhan Allah adalah milik mereka bukan yang lain. Masing-masing agama monoteis kadang lupa diri dan mengklaim diri sebagai pemilik Allah yang benar, yang murni. Agama-agama monoteis mengenal Abraham, tetapi ada yang mengklaim yang lainnya kafir. Permusuhan antar agama tetap ada ketika orang menutup diri terhadap kasih Allah. Orang mengaku beragama ternyata tidak beriman! Ini berada di luar cita-cita Abraham sebagai Bapa bagi orang beriman.

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mengharapkan supaya orang tetap berpegang teguh pada sebuah janji yakni menerima dan hidup di dalam Firman. Yesus berkata: “Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” (Yoh 8:51). Sayang sekali karena orang-orang pada zaman Yesus belum sepenuhnya menerima diri Yesus dan pengajaranNya. Mereka masih buta iman dan keras hati sehingga mudah menolak bahkan mau membunuh Yesus. Bagi kita, ketika dibaptis, kita dengan terbuka mengatakan kepada Tuhan bahwa kita menerimaNya dan tinggal di dalamNya. Kita menuruti Firman dan kehendakNya supaya memperoleh hidup kekal.

Orang-orang Yahudi masih mengenal Abraham sebagai bapa mereka. Ini memang pengenalan yang baik tetapi Yesus tampil dengan pengajaran yang baru, menghadirkan Allah di dalam diriNya terutama untuk memberi hidup kekal tetapi banyak orang Yahudi belum menerimaNya. Mereka lebih yakin kepada manusia Abraham daripada Yesus Putera Allah. Yesus berkata: “Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya. Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” (Yoh 8:54-56). Perkataan Yesus ini semakin mengaburkan mereka sehingga mereka mau membunuh Yesus.

Kita pun kadang-kadang lebih mengandalkan otot dari pada otak. Kita berpikir semua masalah dapat diselesaikan dengan kekerasan fisik dan verbal, dengan mengancam untuk menghilangkan nyawa orang dan selesai. Tuhan memberi kita akal budi untuk bertindak sebagai anak-anak Allah. Kita butuh Tuhan untuk membantu semua persoalan hidup kita. Kita butuh Tuhan supaya semua komitmen pribadi bisa dilakukan dengan baik sesuai kehendakNya.

Doa: Tuhan dan Allah kami, berkatilah kami anak-anakMu supaya membangun kembali komitmen untuk hidup sesuai dengan kehendakMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply