Homili 6 Mei 2014

Hari Selasa, Pekan Paskah III

Kis 7:51 – 8:1a

Mzm 31:3cd-4,6ab,7b,8a,17,21ab

Yoh 6:30-35

Memandang Kemuliaan Allah

Fr. JohnKisah St. Stefanus berlanjut. Kita sudah mendapat laporan dari St. Lukas, sang penulis Kisah Para Rasul bahwa kaum Libertini mempengaruhi orang-orang Yahudi untuk bersaksi dusta bahwa Stefanus, salah seorang diakon dari tujuh diakon terpilih untuk melayani Gereja perdana telah menghujat Musa dan tempat kudus yakni Bait Allah di Yerusalem. Akibatnya Stefanus diadili di depan mahkamah agama Yahudi. Oleh karena Stefanus penuh dengan Roh Kudus maka wajahnya seperti seorang malaikat. Hal yang menakjubkan kita adalah Stefanus merupakan seorang pria yang berani melawan arus. Ia sedang berada di depan para pemuka agama yakni para imam besar Yahudi tetapi ia tetap berani untuk mewartakan Yesus yang sudah bangkit dari kematian.

Pada hari ini kita mendengar sikap dan keberanian Stefanus di hadapan para imam besar. Ia mengajukan pembelaan dirinya atas kebohongan yang dilakukan para saksi palsu. Ia berkata: “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh. Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya.” (Kis 7:51-53). Ada beberapa hal menarik dalam pembelaan Stefanus ini. Ia melihat di dalam diri orang-orang Yahudi sikap keras hati, tidak menerima Roh Kudus di dalam hidup mereka. Oleh karena itu tindakan mereka brutal, para nabi juga di bunuh begitu saja. Orang terakhir adalah Yesus Kristus yang oleh Stefanus disebut “Orang Benar” mereka khianati dan bunuh. Perkataan Stefanus ini adalah sebuah fakta yang dibeberkan sendiri olehnya karena Roh Allah ada di dalamnya. Tentu saja perkataan Stefanus ini menyakitkan dan menusuk hati para imam besar serta anggota Mahkamah Agama Yahudi. Mereka sangat marah dan menggertakan gigi mereka. Ketika orang dikuasai amarah maka kebaikan itu tidak memiliki makna apa-apa.

Dalam menghadapi situasinya yang sulit ini, Stefanus tidak kehilangan harapan. Ia percaya bahwa Tuhan akan menyelamatkannya. Ia berkata: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kis 7:56). Stefanus penuh dengan Roh Kudus dan melihat kemuliaan Tuhan. Apa maksud kemuliaan Tuhan? Kemuliaan Tuhan bisa berarti kemegahan dan keagungan Allah (1Taw 29:11; Hab 3:3-5), suatu kemuliaan yang demikian cemerlang sehingga tidak ada manusia yang dapat melihatnya dan tetap hidup (Kel 33:18-23). Kemuliaan Tuhan bisa mengacu pada kehadiran Allah yang tampak di antara umatNya (shekinah). Musa melihat kemuliaan Allah lewat tian awan dan tiang api (Kel 13:21). Stefanus melihatnya ketika hendak dirajam (Kis 7:55). Kemuliaan Tuhan bisa berarti kehadiran dan kuasa Rohani Allah. Langit menceritakan kemuliaan Allah (Mzm 19:2; Rom 1: 19-20). Orang beriman dapat mengalami dan melihat kemuliaan Allah dan kehadiran Allah  dalam persekutuan, kasih, kebenaran dan memanifestasikan Allah melalui kuasa Roh Kudus.

Kisah kematian Stefanus mirip dengan kisah Tuhan Yesus Kristus. Stefanus melihat kemuliaan Allah dan bahwa Yesus Kristus berdiri di samping kanan Allah Bapa. Orang-orang Yahudi menyerbunya, menyeretnya ke luar kota dan melemparinya dengan batu. Ketika sedang dilempari dengan batu, Stefanus berdoa: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” (Kis 7:59). Ia juga masih sempat mengampuni para algojonya: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kis 7:60). Stefanus adalah seorang Diakon yang setia mengikuti Yesus sampai tuntas. Ia masih bisa mengampuni orang yang merajamnya dan juga  menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan. Orang yang memandang kemuliaan Allah akan menyerahkan diri secara total kepada Tuhan.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar Yohanes melaporkan kisah Yesus. Ia mengatakan kepada banyak orang untuk melakukan pekerjaan yang dikehendaki Allah yakni percaya kepada Dia yang telah diutus Allah yaitu Yesus sendiri. Hal ini tentu membingungkan orang-orang Yahudi maka mereka meminta sebuah tanda sehingga mereka dapat percaya kepadaNya. Yesus dengan tegas berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.” (Yoh 6:32-33). Yesus menyadarkan mereka bahwa Tuhan Allah sendiri yang memberi makan kepada nenek moyang mereka, bukan Musa. Makanan yakni Roti yang benar hanya berasal dari Tuhan. Bagi Yesus, roti yang benar berasal dari surga, dari Allah sendiri. Yesus berkata: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6: 34).

Saya mengakhiri Homili ini dengan mengutip St. Agustinus yang berkata menjelang pertobatannya: “Seolah-olah aku mendengar suara dari tempat tinggi: “Akulah santapan dari Yang Kuasa; makanlah dan bertumbuhlah. Tetapi engkau tidak akan mengubah Aku menjadi dirimu sendiri seperti makanan bagi tubuh, namun engkaulah yang diubah bagi diriKu.” Yesus adalah Roti Hidup sebagai santapan Surgawi bagi manusia. Kita selalu menerimanya pada saat Ekaristi bersama. Semoga dengan menerima Roti Surgawi, Tubuh dan darah Yesus Kristus kita semua dipulihkan untuk bertumbuh dalam iman. Kita dimampukkan untuk melihat kemuliaan dan kuasa kasih Tuhan.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk menikmati kemuliaanMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply