Homili 5 Juni 2014

Hari Kamis Pekan Paskah VII
Kis 22: 30; 23: 6-11
Mzm 16: 1-2a.5.7-8.9-10.11
Yoh 17:20-26

Ut Unum Sint

Fr. JohnPada hari ini Yesus melanjutkan doanya sebagai Imam Agung bagi GerejaNya. Perikop kita (Yoh 17:20-26) memfokuskan perhatian kita pada doa Yesus bagi para muridNya di masa depan, artinya bukan hanya doa bagi para murid yang saat itu bersama-sama denganNya tetapi Ia juga berdoa bagi kita saat ini sebagai orang percaya. Doa Tuhan Yesus ini menggapai semua orang yang akan mendapat pengajaran dari para muridNya. Pewartaan sabda Yesus oleh para murid hendaknya memiliki sifat menyatukan semua orang yang percaya atau beriman. Berkaitan dengan hal ini Tuhan Yesus memohon kepada Bapa: “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka.” (Yoh 17:20). Tuhan Yesus menghendaki dalam doa supaya para muridNya menjadi satu sama seperti Dia bersatu dengan Bapa di Surga. Yesus Berdoa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:21). Yesus berdoa untuk persekutuan semua orang percaya (ut unum sint) sama seperti yang didoakanNya bagi para murid (Yoh 17:11). Persekutuan yang diharapkan oleh Yesus bukan hanya persekutuan rohani, tetapi juga persekutuan jasamani. Artinya relasi antar pribadi juga harus semakin matang dan kuat di dalam Tuhan.

Yesus tidak hanya sekedar menyatukan setiap pribadi, tetapi Ia juga menganugerahkan kemuliaan yang Bapa berikan kepadaNya bagi setiap orang percaya supaya mereka menjadi satu sama seperti Dia menyatu dengan Bapa. Kemuliaan Tuhan Yesus berkaitan dengan pemberian diri secara total untuk menggenapi kehendak Bapa di Surga bagi keselamatan manusia. Para murid yang menerima sabda ini, sekligus menerima kemuliaan Tuhan sendiri atau persekutuan ilahi bersama Bapa di Surga. Persekutuan Yesus dan Bapa menjadi inspirasi persekutuan antar pribadi di dalam Gereja dan dalam karya-karya misionernya. Semakin iman itu bertambah, dan dengan kasih yang besar maka dapat mempersatukan umat kristiani. Persekutuan pribadi-pribadi menjadi tanda bagi dunia bahwa Allah yang kita imani sungguh-sungguh Allah Tritunggal yang Mahakudus. Pada akhirnya Yesus berdoa supaya para murid yang sudah diberikan Bapa kepadaNya tetap bersatu denganNya. Dengan demikian mereka dapat mengkontemplasikan terang kemuliaan ilahi Yesus Kristus di dunia ini.

Doa Yesus ini selalu dipakai dalam konteks Oikumene. Yesus berdoa: “Ut unum Sint” artinya supaya mereka semua menjadi satu saja (Yoh 17:21).Persekutuan pribadi-pribadi di masa depan yang Yesus doakan juga adalah seluruh keluarga dan sanak saudara kita saat ini. Kita diharapkan untuk memandang Yesus yang tersalib, yang merangkul semua orang untuk bersatu denganNya. Persekutuan dengan Yesus sama dengan persekutuan dengan sesama manusia.

St. Yohanes Paulus II, ketika masih menjabat sebagai Paus pernah menulis sebuah Ensklik berjudul: “Ut Unum Sint” (Supaya mereka menjadi satu). Ada tiga bagian penting dari Ensiklik yang terbit pada tanggal 25 Mei 1995 yakni tentang komitmen Gereja katolik untuk memajukan oikumene, buah-buah dari dialog antar gereja dan sejauh mana oikumene itu berkembang. Saya tertarik dengan sebuah kalimat dalam ensiklik, di mana St.Yohanes Paulus II menulis: “Sangatlah jelas bahwa ekumenisme, sebuah gerakan untuk persekutuan umat kristiani bukan hanya sebuah apendiks yang ditambahkan dalam kegiatan Gereja untuk menjadi tradisi. Sebaliknya ekumene adalah sebuah bagian penting dari hidup dan karya Gereja, dan konsekuensinya mencakup semua yang dilakukan Gereja itu sendiri.” (Ut Unum Sint, 20).

Lukas dalam bacaan pertama melaporkan pengalaman penderitaan Paulus. Ia meninggalkan Efesus sebagai tawanan roh dan ketika tiba di Yerusalem, Ia menjadi tawanan di dalam penjara. Para imam kepala dan Mahkamah Agama Yahudi mengajukan tuduhan-tuduhan yang memberatkan Paulus padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Pokok persoalannya adalah perkataan Paulus tentang kebangkitan orang mati. itu sebabnya ia berani berkata: “Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati.” (Kis 23:6). Perpecahan pun terjadi antara kaum Saduki yang tidak percaya kepada kebangkitan dan roh dengan kaum Farisi yang percaya kepada kebangkitan dan roh. Paulus kemudian dipimpin oleh Tuhan dengan pesan: “Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma.” (Kis 23: 11).

Sabda Tuhan pada hari ini sangat menguatkan kita semua. Tujuan hidup kita adalah ingin mencapai kebahagiaan. Tuhan juga merencanakan kebahagiaan bagi setiap pribadi bukan perpecahan. Seharusnya kita malu kalau sebagai manusia kita tidak mau bersatu dengan sesama. Orang masih membedakan dirinya sebagai orang beragama katolik dan protestan tetapi mengaku mengimani Yesus. Orang seperti ini hanya bisa beragama tetapi belum beriman. Yesus sebagai Tuhan saja masih berdoa supaya semuanya menjadi satu, ut unum sint. Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip kalimat ini: “In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas” (Persekutuan dalam hal-hal yang penting, kebebasan dalam hal-hal yang meragukan, cinta kasih di atas segalanya).

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk membangun persekutuan di dunia ini. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply