Homili 12 Juni 2014

Hari Kamis, Pekan Biasa X
1Raj 18:4-46
Mzm 65:10abcd, 10e-11.12-13
Mat 5:20-26

Berharaplah selalu kepada Allah!

Fr. JohnAda seorang bapa yang bekerja keras mengembangkan usahanya. Setelah cukup lama bekerja, ia merenungkan semua yang telah terjadi dan menemukan sosokan seorang pribadi yang setia menemaninya yaitu Tuhan Allah. Ia percaya bahwa Tuhan ada dan selalu hadir untuk menolongnya. Itu sebabnya ia tidak pernah berhenti untuk mengucap syukur dan berdoa karena Tuhan melakukan yang terbaik baginya. Ini pengalaman pribadi seorang bapa ketika tempat usahanya diberkati. Banyak di antara kita yang mungkin belum menyadari kasih dan kebaikan Tuhan sehingga belum berharap kepada Tuhan. Mungkin saja ada orang yang berhenti pada pengalaman yang menyakitkan, pengalaman yang menyiksanya dan lupa bahwa Tuhan tetap mengasihinya. Ada banyak orang yang protes kepada Tuhan karena pergumulan hidupnya dan lupa bahwa Tuhan menunjukkan kasih setia kepadaNya. Ia masih bernapas dan menikmati kehidupannya tetapi lupa bahwa semua itu adalah anugerah Tuhan.

Pada hari ini kita berjumpa lagi dengan figur nabi Elia. Ia sudah memulai petualangan dengan mengikuti kehendak Tuhan untuk tinggal di samping kali Kerit, sebelah Timur sungai Yordan, kemudian ke Sarfaat dan menjumpai seorang janda dan anaknya. Mereka bisa bertahan hidup dengan bekal sedikit minyak dan segenggam tepung terigu selama musim kemarau yang panjang. Setelah musim kemarau yang panjang yakni tiga tahun dan enam bulan, Tuhan menurunkan hujan dari langit. Sebelumnya dikisahkan bahwa Tuhan menasihati Elia untuk berjumpa dengan raja Ahab karena Ia berjanji untuk menurunkan hujan ke atas bumi. Elia pergi memperlihatkan dirinya kepada Ahab. Perjumpaan ini mengharukan karena ada ketegangan tertentu tetapi kuasa Tuhan mengatasi ketegangan antara Raja Ahab dan nabi Elia.

Pada waktu itu Elia mengingatkan Ahab untuk makan dan minum karena Tuhan akan segera mengirimkan hujan. Ahab pun melakukan perintah Tuhan melalui Elia. Elia naik ke atas gunung Carmel. Ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di antara kedua lututnya. Inilah tanda seorang utusan Tuhan berdoa dan berpasrah kepada Tuhan. Seorang bujangan Ahab dipanggil oleh Elia untuk melihat ke arah laut tengah. Bujangan itu hanya melihat laut saja. Sebanyak tujuh kali bujangan itu melihat ke laut dan tampaklah awan berbentuk telapak tangan yang lama kelamaan membawa hujan badai. Bumi yang tadinya kering disirami oleh hujan dari langit. Ahab meninggalkan gunung Carmel ke Yizreel dengan keretanya, Elia pun menyusul dengan berlari hingga jalan menuju Yizreel.

Kisah ini menarik perhatian kita. Dari namanya, Elia berarti Tuhanku Allah. Namanya ini menunjukkan kuasa Tuhan yang luar biasa. Ia menunjukkan kuasanya dalam bentuk awan sebesar telapak tangan. Awan itu melambangkan shekina atau tempat Tuhan bersemayam. Tuhan datang dalam kemuliaanNya diselimuti awan. Telapak tangan menunjukkan kuasa Tuhan untuk menciptakan segala sesuatu. Maka pada hari ini kita diingatkan untuk membangun iman dan kepercayaan kepada Tuhan. Sebagai umatNya juga kita menaruh seluruh hidup kita kepadaNya. Kita mengandalkanNya karena Dialah yang punya kuasa untuk hidup kita. Dia menciptakan dan mengasihi diri kita.

Dengan merasakan kehadiran Tuhan kita membutuhkan penyelenggaraan ilahi dari Tuhan. Artinya bahwa kita tidak mampu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sendiri tetapi Tuhanlah yang hadir untuk membantu pekerjaan-pekerjaan kita. Bersama Elia misalnya, Tuhan melakukan karya agung. Hujan berkat diturunkanNya dari langit supaya semua orang di bumi percaya kepada kuasaNya.

Apa yang harus kita lakukan supaya selalu menaruh harapan kepada kuasa dan kehendak Tuhan? Bacaan Injil pada hari ini mengingatkan kita bahwa sebagai orang-orang yang dibaptis kita harus mewujudkan kekudusan di hadirat Tuhan supaya layak masuk ke dalam KerajaanNya. Mengapa demikian? Karena para ahli Taurat dan kaum Farisi juga melakukan hal-hal yang baik. Para pengikut Kristus harus lebih baik dari mereka, bukan sama saja dengan mereka. Konsekuensinya adalah Kerajaan Allah bukanlah untuk anda dan saya yang jauh dari Tuhan.

Banyak kali bayangan kita tentang dosa yang menghalangi kekudusan kita, yang menghalangi relasi dengan Tuhan hanya seputar dosa besar. Orang Yahudi juga membayangkan demikian misalnya dosa membunuh maka pembunuhnya dihukum. Ini memang aturan sosalnya demikian. Namun Tuhan Yesus justru membaharui cara pandang ini dengan mengatakan bahwa barangsiapa yang marah haruslah dihukum, Barangsiapa mengatakan saudaranya kafir harus berurusan dengan Mahkamah Agama,  dan barangsiapa yang berkata jahil  harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Dengan demikian Tuhan mengingatkan bahwa orang harusnya mengingat kesalahan yang dilakukan misalnya menyakiti seseorang maka sebelum mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, ia harus berani memohon ampun dan maaf kepada korban. Persembahan kepada Tuhan akan bermakna kalau orang bisa hidup berdampingan dengan sesama, berani untuk meminta maaf manakala membuat suatu kesalahan.

Saudara, mari kita berubah dan menaruh seluruh harapan kepada Tuhan!

Doa: Tuhan, kami memohon berkatMu untuk selalu berharap kepadaMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply