Bersyukur dan Peduli Kasih!

Bersyukur Karena Ia Peduli

Fr. JohnPada hari Minggu Palma yang lalu saya merayakan Ekaristi bersama umat stasi Kwamkilama, Paroki Katedral Tiga Raja, Timika, Papua. Umat yang hadir dalam perayaan ini sekitar seratus orang. Sebelumnya umat katolik pernah berjumlah tiga ribuan jiwa tetapi akibat perang saudara beberapa tahun yang lalu maka jumlahnya berkurang sampai sekitar seratus lima puluh jiwa. Suasana perayaan Ekaristi berlangsung meriah. Semua umat berpartisipasi aktif dalam perayaan Ekaristi. Hal ini saya rasakan ketika mereka menjawab sapaan imam dengan suara yang kuat. Usai perayaan Ekaristi ketua dewan stasi mengucapkan kata-kata syukur dan terima kasih dalam bahasa daerah dan mengajak seluruh umat untuk bertepuk tangan kepada pastor. Seorang umat memberikan tanda syukurnya berupa talas, umbi-umbian dan beberapa ikat daun singkong. Saya kembali ke pastoran dengan penuh syukur karena merasakan keagungan Tuhan bersama umat Kwamkilama. Ucapan syukur mereka terpancar dari wajah-wajah sederhana dan ceriah dan juga pemberian yang begitu tulus. Saya yakin bahwa Tuhan juga memancarkan sinar kepedulianNya kepada mereka.

Selama masa Prapaskah, kita semua sebagai satu komunitas Gereja di Keuskupan Agung Jakarta sudah merenungkan dan membagi pengalaman rohani bersama sesuai dengan tema Aksi Puasa Pembangunan: “Tiada Syukur Tanpa Peduli”. Banyak umat katolik baik secara territorial maupun kategorial sudah mengadakan aksi nyata bersama dengan saudara-saudari yang sangat membutuhkan. Semua ungkapan syukur dan aksi peduli kasih itu memiliki satu tujuan supaya membantu mereka menyadari kasih Tuhan dan mensyukurinya dalam hidupnya. Harapan kita adalah semoga mereka juga sadar bahwa Tuhan Yesus Kristus mengasihi mereka sampai tuntas danmereka juga percaya bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16) dan memihak mereka.

Mengapa kita harus bersyukur?

Konon Tuhan Allah pernah merasa kecewa dengan manusia. Ia menyiapkan dua ruangan di surga. Satu ruangan untuk meminta dan memohon dan ruangan yang lain untuk bersyukur. Tuhan melihat ruangan untuk meminta dan memohon selalu ramai sampai antriannya panjang sedangkan ruangan untuk bersyukur nyaris kosong. Ia membuat ruangan meminta dan memohon lebih sempit dan ruangan syukur lebih besar tetapi tidak ada perubahan. Tuhan ternyata mengerti bahwa manusia sebagai ciptaanNya yang mulia lebih banyak meminta dan memohon dari pada bersyukur. Banyak kali kita perlu jujur kepada Tuhan bahwa lebih mudah kita meminta atau memohon tetapi sulit untuk bersyukur kepadaNya. Kalau sempat bersyukur, mungkin hanya di saat-saat kita senang karena mendapat berkat sedangkan di saat bahagia, syukur itu dibungkus dan disimpan rapi. Seharusnya kita merasa malu kalau tidak tahu bersyukur kepada Tuhan yang peduli kasih dengan hidup kita.

Kita belajar pada Tuhan Yesus. Di dalam Injil, Tuhan Yesus mengajar kita untuk tahu bersyukur kepada Bapa. Ia menunjukkan teladan syukurnya kepada kita semua. Misalnya, setelah memilih para rasulNya, Ia bersyukur kepada Bapa dengan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” (Mat 11:25). Ia bersyukur karena para pilihanNya ini adalah orang-orang kecil dan sederhana. Namun kepada mereka Tuhan menyatakan diri-Nya. Para rasul dikemudian hari menjadi dasar bagi gereja Kristus yang bertahan hingga saat ini. Setiap kali melakukan tanda-tanda tertentu hingga malam perjamuan terakhir, Tuhan Yesus tetap bersyukur kepada Bapa. Misalnya setelah membangkitkan Lazarus, Ia berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku.” (Yoh 11:41).

Kita juga belajar pada Santo Paulus. Ia selalu memulai tulisan-tulisannya dengan mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan Allah Bapa dan Yesus Kristus Putera-Nya. Dalam suratnya kepada umat di Roma misalnya, Ia menulis: “Pertama-tama aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian…” (Rm 1:8). Ia berkali-kali menulis ekspresi syukurnya kepada “Allahku”, “Allah yang kulayani”,”Dia yang menguatkan aku”. Ia juga mengajak jemaat untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Allah, selalu menaikan syukur kepada Tuhan. Kepada umat di Tesalonika, Paulus berkata: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1Tes 5:18). Bagi Paulus, hidup adalah syukur karena Allah terus menunjukkan kepedulian-Nya bagi manusia.

Paskah adalah Perayaan Syukur dan Peduli

Kita semua merayakan Hari Raya Paskah setiap tahun secara liturgis dan Hari Paskah kecil setiap hari Minggu sepanjang tahun. Perayaan Paskah sebenarnya merupakan sebuah perayaan syukur kita kepada Tuhan Allah Bapa karena Ia merelakan Yesus Putera-Nya untuk menebus dosa-dosa kita. Ia peduli dengan manusia yang berdosa dan mau menyelamatkannya. Semua ini karena kasih-Nya yang besar bagi manusia. Tuhan Yesus pernah berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16).

Pengorbanan diri Yesus sang Putra merupakan tanda kasih Bapa kepada manusia yang berdosa supaya memperoleh keselamatan. Tuhan Yesus melakukan kasih bagi manusia berdosa sampai tuntas (Yoh 13:1). Kita juga percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Imam Agung yang mengorbankan diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya. Ia tidak membawa darah domba jantan dan darah anak lembu tetapi dengan darah-Nya sendiri yang tercurah di atas kayu salib bagi kita (Ibr 7:27; 9:12). Dampak persembahan diri Tuhan Yesus ini adalah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus sendiri (Ibr 10:10).

Pada Hari Raya Paskah, dibanyak tempat umat katolik selalu mengucapkan Madah Paskah sebagai Sekuensia sebelum menyanyikan Aleluia meriah. Kata-kata dalam Madah Paskah ini merupakan ungkapan hati dan pujian syukur kepada Tuhan Yesus: “Victimae paschali laudes immolent christiani. Agnus redemit oves: Christus innocens Patri reconciliavit peccatores. Mors et vita duello conflixere mirando: dix vitae mortus, regnat vivus…” (Hai umat Kristen, pujilah Kristus, Sang Kurban Paskah. Cempe menebus domba: Kristus yang tak berdosa mendamaikan kita dengan Bapa. Maut dan kehidupan saling menyerang: Sang Hidup yang mati, bangkit jaya…” Kita semua diajak untuk memuji dan bersyukur kepada Tuhan Yesus karena kepedulian-Nya bagi manusia yang berdosa, bagi anda dan saya.

Kita boleh menjawabi seruan: “Victimae paschali laudes immolent christiani” dengan senantiasa memuji dan bersyukur kepada Tuhan karena tindakan kepedulianNya dengan kita sebagai manusia yang berdosa.

Apa yang harus kita lakukan?

Bagi para orang tua, sadarilah tugas dan panggilanmu untuk mendidik anak-anak supaya tahu bersyukur dan peduli terhadap sesama. Generasi kita menjadi generasi yang tahu bersyukur dan peduli karena mengalaminya pertama-tama di dalam rumah sendiri. Orang tua yang tahu bersyukur dan peduli akan membentuk anak dengan karakter yang sama. Para guru dan Pembina orang-orang muda, anak-anak dan remaja supaya memberi teladan syukur dan peduli di dalam hidupnya. Anak-anak, remaja dan orang muda, bersyukur dan peduli itu tidak mahal, tidak perlu anda keluarkan biaya untuk membelinya tetapi siapkan waktu dan kesempatanmu untuk melakukannya. Kita semua berada dalam satu bahtera yang sama, bersama-sama bersyukur kepada Tuhan atas kasih dan kebaikanNya melalui Yesus Kristus. Ia sudah menderita, wafat dan bangkit bagi kita. Pengurbanan Yesus ini adalah kepeduliaanNya bagi kita supaya memperoleh keselamatan. Kita semua bersyukur karena Tuhan Yesus peduli kepada anda dan saya. Mari kita menjadikan syukur dan peduli sebagai habitus baru.

Saya mengakhiri refleksi ini dengan kutipan ini: “Aku telah bangkit dan tetap bersama Engkau, Aleluia. Tangan kanan-Mu Engkau tumpangkan atas diriku, Aleluia. KebijaksanaanMu sangat menakjubkan Alelua.” (Mzm 139:5-6). Selamat Pesta Paskah.

P. John Laba Tolok, SDB
www.pejesdb.com

Leave a Reply

Leave a Reply