Homili 19 Juni 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa XI
2Kor. 11:18,21b-30
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7
Mat. 6:19-23

Mawas diri terhadap harta

Fr. JohnAda seorang ibu yang memperhatikan perubahan perilaku anaknya yang masih remaja. Inilah pengamatan sederhana terhadap anaknya yang dibagikan dalam sebuah rekoleksi keluarga: “Ketika masih kecil, ia selalu bersama-sama dengan orang tuanya. Ketika mulai memasuki masa remaja, ia mendapat hadiah sebuah handphone dari tantenya. Ini adalah awal yang kurang tepat bagi anaknya. Ia merasa bahwa sejak saat itu kebersamaan di dalam keluarga mulai terasa longgar. Ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk bersama dengan handphone daripada bersama dengan orang tuanya. Ia mencoba semua games. Dunia mayanya semakin luas tetapi dunia nyatanya semakin sempit.” Ini baru pengalaman seorang ibu terhadap anaknya. Saya yakin bahwa banyak orang tua merasakan hal yang sama dengan pengalaman di atas. Orang tua harus mencoba supaya bisa membawa kembali anak-Nya ke jalan yang benar, meskipun kelihatan sulit.

Pengalaman sederhana ini kiranya membuka wawasan kita pada hari ini untuk mawas diri terhadap segala harta benda di dunia. Banyak orang terikat pada harta sehingga mengorbankan orang yang lain dengan cara-cara tertentu. Misalnya orang yang melakukan tindakan korupsi. Ia memang mengetahui bahwa tindakannya tersebut adalah suatu perbuatan dosa, namun ia sadar melakukannya. tentu saja motivasi dibalik tindakan korupsinya adalah ia mau memiliki banyak uang dan harta kekayaan lainnya. Sebab tanpa uang dan harta lainnya ia merasa tidak bisa hidup dengan nyaman. Ketika orang dengan sadar melakukannya maka relasi dengan Tuhan pun menjadi sulit. Tuhan menjadi nomor dua dan harta kekayaan menjadi nomor satu.

Pada hari ini Tuhan Yesus coba membuka pikiran kita untuk menyadari bahwa hidup kita itu tidaklah bergantung pada berapa harta kekayaan yang kita miliki sebab semuanya bersifat sementara saja. Ia berkata: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:19-20). Kita semua mengerti aneka harta di dunia ini, sangat menggiurkan tetapi sementara saja sifatnya. Harta di bumi itu sifatnya lahiria maka masih bisa rusak, karat dan ngengat bisa menghancurkannya. Harta di surga adalah harta rohani yang bisa bertahan selamanya. Harta di surga tidak lain adalah Tuhan sendiri yang menjadi sumber segala kebaikan, sumber hidup kita. Harta surgawi ini akan menghasilkan sukacita tersendiri bagi manusia.

Berkaitan dengan hal ini, saya mengingat perkataan St. Petrus ini: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.” (1Ptr 1:3-4). St. Paulus mengatakan bahwa Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Rm 14:17). Maka kita mencari harta rohani yang tidak dapat binasa, cemar, tidak dapat layu. Semuanya menyenangkan hati kita karena harta rohani adalah kebenaran, dama sejahtera dan sukacita.

Mengapa Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk mawas diri terhadap harta di dunia? Ia mengetahi titik kelemahan kita dalam perkataannya ini: “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Mat 6:21). Orang yang terikat dengan harta dunia tidak akan membiarkan cela untuk Tuhan sang Pencipta. Kita mengingat kisah lain dalam Injil. Yesus didekati oleh seorang pemuda dana bertanya kepada Yesus, bagaimana bisa memperoleh hidup kekal. Yesus mengingatkan tentang sepuluh perintah Allah tetapi ia berdalil bahwa semua perintah sudah dilakukannya. Yesus lalu mengatakan kepadanya untuk pergi dan menjual segala miliknya, hasil penjualan diberikan kepada kaum miskin, setelah ia tidak memiliki apa-apa baru ia boleh datang dan mengikuti Yesus (Mrk 10: 17-27).

Supaya manusia bisa sadar diri terhadap segala harta yang sifatya sementara ini maka ia butuh terang di dalam dirinya. Matanya harus terbuka terhadap tanda-tanda zaman. Mata harus melihat terang supaya hidupnya menjadi benar, dengan kata lain ia boleh menjadi orang benar. Orang yang hidup dalam kegelapan akan cenderung untuk mengumpulkan kekayaan. Tentang hal ini Yesus berkata: “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.” (Mat 6: 22-23).

Kita bersyukur kepada Tuhan karena di saat kita mengalami pergumulan karena keinginan hati yang terikat pada harta duniawi, Ia hadir dan mengingatkan kita untuk memilih harta rohani di surga yaitu diri Tuhan sendiri. Pada hari ini Tuhan mengingatkan kita untuk mawas diri terhadap segala ketamakan terhadap harta benda di dunia ini. Semuanya toh hanya sementara saja. Mari kita lebih terikat pada Kristus dari pada harta benda di dunia ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply