Food For Thought: Modelling

Buatlah seperti contoh!

P. John SDBPada suatu hari saya memperhatikan para lansia (lanjut usia) mengadakan senam bersama. Satu hal yang menarik perhatian saya saat itu adalah teriakan atau komando dari instrukturnya, dengan mengulangi kalimat ini: “Buatlah seperti contoh” sambil menggerakan tubuhnya. Para lansia pun mengikuti contoh gerak tubuh instruktur senam. Mereka sungguh-sungguh menikmati komando itu. Saya juga mengingat kembali saat pertama memegang sumpit untuk mengambil makanan. Teman saya mengatakan, “Ikutilah contoh yang saya lakukan”. Ia memegang sumpit untuk mengambil biji kacang tanah, menggoyangnya dan biji kacang itu tidak jatuh. Saya mencobanya berkali-kali hingga mahir menggunakan sumpit untuk mengambil makanan. Bolehlah dikatakan bahwa dalam perkembangan hidup sebagai manusia, selalu indah dan bermakna karena dihiasi oleh ungkapan “Buatlah seperti contoh”.

Pengalaman-pengalaman mengikuti contoh atau mode tertentu mengantar kita kepada apa yang disebut modelling dalam dunia kehidupan. Modelling sendiri berarti ada orang-orang tertentu yang mempunyai kekuatan, kharisma sehingga bisa mempengaruhi orang lain untuk berlaku sepertinya. Misalnya, orang tua yang selalu berlaku keras secara fisik dan verbal akan turut membentuk karakter-karakter tertentu pada diri anak-anaknya. Ketika anak-anak menonton adegan kekerasan tertentu di dalam film atau televisi maka lama kelamaan mereka akan berubah perilaku mengikuti model yang dilihatnya. Pengaruh lain bisa dirasakan dalam hal berpakaian, cara berjalan, cara berbicara dan lain sebagainya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengajak kita semua untuk mengikuti contoh-contoh yang baik. Ia membuat tanda-tanda heran dengan menyembuhkan sakit dan kelemahan kita. Para murid-Nya menyaksikan dan mengagumi semua pekerjaan Yesus. Ia sendiri memberikan kuasa kepada mereka untuk melakukannya. Pada hari ini Ia mengisahkan perumpamaan tentang orang Samaria, tanpa nama yang baik hati (Luk 10:25-37). Ia memiliki rasa belas kasih yang besar bagi orang yang dalam keadaan sekarat, dan selalu siap untuk menolong. Cinta kasih yang diajarkan Yesus itu fleksibel bukan kaku karena perintah Hukum Taurat. Hal yang penting adalah kita harus memperjuangkan kebenaran, keadilan dan cinta kasih.

Tuhan Yesus adalah gambaran nyata orang Samaria yang baik hati. Dia mengasihi kita orang-orang berdosa, najis sampai tuntas. Ia dengan belas kasih-Nya membalut luka dosa, membawa kita kepada peristirahatan yang kekal bersama-Nya.  Ia bahkan tetap berjanji untuk menemani pergumulan hidup kita. Apakah kita juga bisa menjadi orang Samaria yang baik hati saat ini? Apakah kita sudah membuat contoh yang baik dan benar kepada anak-anak atau siapa saja yang berada di sekitar kita? Mari kita memandang Yesus dan mengikuti-Nya lebih dekat lagi.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply