Homili 30 Mei 2017

Hari Selasa, Pekan Paskah ke-VII
Kis 20:17-27
Mzm 68: 10-11.20-21
Yoh 17:1-11a

Mengasihi Yesus sampai tuntas!

Ada seorang bapa yang pernah memberi kesaksian pribadi tentang pengalaman rohaninya bersama Tuhan Yesus Kristus. Ia mengaku mengenal Tuhan Yesus dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Penebus sejak kecil, sebab keluarganya adalah orang katolik yang baik. Semua kegiatan yang berhubungan dengan hidup menggereja diikutinya dengan tekun. Ia sangat menyukai semua kegiatan Gereja. Kadang-kadang ia jatuh ke dalam dosa, tetapi ia cepat menyadarinya dan mengakui dosa-dosanya di hadapan seorang pastor. Ia pernah merasakan kekeringan hidup rohani yang menjauhkan dirinya dari Gereja. Namun setelah beberapa saat ia merasakan sebuah kesadaran baru untuk kembali kepada Tuhan. Ia berkeyakinan bahwa apa pun yang kita lakukan sebagai manusia memang banyak kelemahan tetapi Tuhan selalu menguatkan dan menyempurnakannya. Sebab itu ia berusaha untuk mengasihi Yesus sampai tuntas karena pengalaman pribadinya akan cinta kasih Tuhan Yesus Kristus. Saya mendengar kesaksian ini dengan penuh perhatian. Dan saya berpikir bahwa apabila keluarga-keluarga katolik membiarkan anak-anaknya bertumbuh dalam suasana katolik yang benar maka apa pun kesulitannya, mereka akan bertahan dan kembali kepada jalan yang benar yaitu jalan Tuhan sendiri. Apa pengalamanmu yang paling unik bersama Yesus?

Pada hari ini kita mendengar pengalaman akan Allah dalam diri St. Paulus. Ia sedang mengakhiri perjalanan misionernya yang ketiga. Dalam perjalanannya ke Yerusalem, Ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus untuk menyampaikan para penatua untuk datang ke Miletus. Mereka mengadakan pertemuan bersama dan ini menjadi kesempatan Paulus meneguhkan iman dan kepercayaan mereka kepada Tuhan berdasar pada pengalamannya sendiri sebagai rasul. Ketika itu Paulus mengingatkan tentang kebersamaan mereka sejak pertama kali bertemu. Ia sebagai abdi Tuhan melayani Tuhan dengan rendah hati di hadapan mereka. Namun hidup sebagai abdi Tuhan bukanlah merupakan hal yang mudah. Banyak suka dan dukanya dalam melakukan pelayanan. Ia sendiri mengaku mencucurkan air mata dan banyak kali mengalami ancaman-ancaman serius dari orang-orang Yahudi yang hendak membunuhnya. Satu-satunya keprihatinan Paulus yang tetap kuat adalah supaya baik orang-orang Yahudi maupun Yunani, sama-sama bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus.

Setelah melakukan pelayanan misioner yang gemilang, kini Paulus kembali ke Yerusalem. Ia mengakui dirinya sebagai tawanan Roh dan ia sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya. Satu hal yang pasti dan Paulus meyakininya adalah penjara dan sengsara menunggunya (Kis 20:23). Lihatlah bagaimana Paulus adalah seorang rasul, utusan dan abdi Tuhan yang sejati. Meskipun mengalami banyak kesulitan namun Ia tetap berani untuk memberi dirinya. Ia tidak merasa takut untuk mempersembahkan dirinya kepada Tuhan karena ia sendiri sudah merasakan kasih Tuhan yang tiada batasnya. Ia berkata: “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah. Dan sekarang aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi, kamu sekalian yang telah kukunjungi untuk memberitakan Kerajaan Allah. Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan binasa. Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu.” (Kis 20:24-27).

Apa yang dapat kita pelajari dari kehidupan Paulus sebagai pengikut Kristus masa kini? Kita perlu sadar diri untuk tetap percaya bahwa Tuhan Yesus mengasihi kita sampai tuntas. Kita pun seharusnya membalas kasih Tuhan sampai tuntas. Apa yang harus kita lakukan untuk mengasihi Tuhan Yesus sampai tuntas? Kita perlu bersikap rela berkorban dalam melayani Tuhan dan sesama. Hidup menggereja ditunjukkan dengan melakukan pelayanan-pelayanan tanpa pamrih. Ini adalah cara kita menunjukkan kasih tak berkesudahan kepada Tuhan Yesus melalui mengasihi sesama manusia. Pelayanan-pelayanan kita haruslah lintas batas. Jadi kita tidak melayani orang-orang yang sealiran dengan kita tetapi melayani semua orang tanpa memandang siapakah pribadi orang itu.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil menunjukkan diri-Nya sebagai Imam Agung. Ia berdoa kepada Bapa dengan sebuah intensi yang penting yaitu memohon supaya Bapa memuliakan-Nya dan memuliakan para murid yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya. Ia mengatakan bahwa ini adalah saat yang tepat supaya Bapa mempermuliakan diri-Nya sebagai Anak dan dengan demikian Ia sebagai Anak juga mempermuliakan Bapa. Tuhan Yesus selaku Anak memohon supaya Bapa mempermuliakan-Nya karena Ia melakukan semua pekerjaan Bapa sampai tuntas. Ia menderita, sengsara, wafat dan bangkit dengan mulia. Ia juga naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Segala kuasa diberikan Bapa kepada-Nya. Salah satunya adalah memberikan hidup kekal kepada semua yang percaya kepada-Nya. Sebab itu Yesus memohon supaya Bapa mempermuliakan-Nya.

Tuhan Yesus juga mendoakan para murid-Nya. Ia tidak mendoakan dunia yang identik dengan dosa dan kegelapan. Ia mendoakan para murid yang diberikan Bapa kepada-Nya dan Ia mengasihi mereka sampai tuntas. Para murid adalah milik Bapa dan dengan sendirinya menjadi milik Yesus Kristus sebagai Anak. Yesus mengakui persekutuan-Nya dengan Bapa, sebuah persekutuan kasih tanpa batas. Persekutuan kasih tanpa batas ini juga yang nantinya menjadi persekutuan setiap pribadi dengan Tuhan tanpa batas. Kita berterima kasih kepada Tuhan karena kasih-Nya tidak ada batasnya bagi kita. Apakah anda juga berdoa? Tuhan Yesus sebagai Anak Allah saja masih berdoa! Doa adalah tanda kasih tanpa batas kepada Tuhan sebab ini merupakan kesempatan kita mengangkat hati dan pikiran kita kepada-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply