Homili 25 Oktober 2017

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXIX
Rm 6:12-18
Mzm 124:1-8
Luk 12:39-48

Menjadi pribadi yang setia dan bijaksana

Kesetiaan. Kata ini memang mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan dalam hidup setiap hari. Relasi antar pribadi kita dapat diukur dari sebearapa besar kualitas kesetiaan kita terhadap pribadi yang lain. Saya teringat pada Ron Herron, seorang Arsitek dan guru berkebangsaan Inggris (1930-1994). Ia pernah berkata: “Hubungan yang kuat berdasar pada kesetiaan dan kepercayaan, bukan pada kecurigaan dan keraguan.” Saya membayangkan hubungan dengan Tuhan yang tidak kelihatan dapatlah menjadi sebuah hubungan yang kuat ketika setiap pribadi memiliki kesetiaan dan kepercayaan kepada-Nya. Hal yang sama terjadi dalam hubungan kita dengan sesama. Hubungan itu menjadi kuat bukan berdasar pada kecurigaan dan keraguan, melainkan pada kesetiaan dan saling percaya satu sama lain. Kesetiaan memang mahal. Seneca adalah Filsuf, negawaran dan dramawan Romawi Kuno (5SM-65SM), pernah mengatakan bahwa kesetiaan adalah kekayaan termulia di dalam kalbu manusia. Kita belajar untuk setia kepada Tuhan dan sesama dalam pelayanan menandakan bahwa kita merupakan milik Tuhan yang siap melayani.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Rabu ini mengajak kita untuk belajar menjadi pribadi yang setia selamanya. Pertanyaan penuntun bagi kita adalah, “Apakah anda setia dalam hidupmu?” Untuk menjadi setia dalam hidup, diperlukan kerja sama yang baik sebagai satu keluarga dan dalam masyarakat di sekitar kita kita. Mindset setiap pribadi haruslah diubah supaya dapat menunjukkan hubungan yang kuat dengan sesama manusia yang lain. Sikap mawas diri juga perlu kita miliki sehingga relasi dengan sesama dapatlah menjadi sebuah relasi yang sehat. Dengan Tuhan, kita diharapkan untuk menyerahkan diri kepada-Nya sebagai orang-orang yang telah bangkit dari kematian.

Dikisahkan bahwa pada suatu kesempatan Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya untuk selalu mawas diri, siap sedia dalam menanti kedatangan Anak Manusia (Tuhan Yesus). Kedatangan Tuhan diumpamakan dengan kedatangan pencuri untuk mencuri di rumah penduduk. Untuk menghadapi para pencuri, orang harus bersikap vigilant, mawas diri supaya rumahnya jangan dibongkar para pencuri. Hal yang sama terjadi pada setiap orang beriman supaya mawas diri sebab kedatangan Tuhan Yesus pada saat yang tidak disangka-sangka. Perkataan Yesus ini bukan hanya dikhususkan untuk para murid tetapi bagi semua orang yang percaya kepada-Nya dan mengharapkan keselamatan.

Untuk memperluas wawasan para murid, maka Yesus mengingatkan mereka tentang pentingnya sikap setia dan bijaksana dalam hidup. Yesus mengumpamakan dengan pengurus rumah yang dangkat oleh majikan untuk menjadi kepala atas hamba-hambanya supaya membagikan makanan kepada mereka tepat pada waktunya. Sungguh berbahagialah hamba yang menunjukkan kesetiannya dengan melakukan tugas-tugasnya. Orang setia dan bijaksana dalam melakukan tugasnya akan diangkat menjadi pengawas akan segala miliknya. Hal ini tentu akan berbeda bagi hamba yang tidak setia. Dia akan bertindak sewenang-wenang, karena berpikir bahwa tuannya tidak datang-datang. Tuannya akan datang pada waktu yang tidak disangkanya dan akan memperlakukannya sebagai orang yang tidak setia.

Tuhan Yesus mengharapkan agar kita menjadi pribadi yang setia dan bijaksana. Untuk mewujudkan sikap setia dan bijaksana maka kita dituntut untuk melakukan tugas dan tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya. Untuk dapat melakukan tugas dan tanggung jawab ini maka kita perlu belajar untuk mengetahui kehendak Tuhan. Apa yang Tuhan kehendaki bagi saya. Apa rencana dan kehendak-Nya bagiku? Kita dapat mengetahu rencana dan kehendak Tuhan melalui doa-doa kita. Setiap doa yang kita panjatkan bertujuan untuk membantu kita memahami rencana dan kehendak Tuhan Allah dalam hidup kita. Tuhan akan menuntut dari dalam diri kita masing-masing tanggung jawab berdasarkan segala sesuatu yang dianugerahkan-Nya kepada kita. Sebab itu setialah dan bijaksanalah dalam hidup kita.

Apa yang harus kita lakukan untuk menjadi pribadi yang setia dan bijaksana?

St. Paulus dalam bacaan pertama memberikan beberapa pokok pikiran penting untuk menjadi pribadi yang setia dan bijaksana.

Pertama, membangkitkan semangat untuk bertobat. Paulus berkata: “Janganlah dosa berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Jangan menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman.” (Rm 6:12-13). Semangat pertobatan ini ditandai dengan larangan “jangan ini dan jangan itu” supayta hidup hanya terarah kepada Tuhan.

Kedua, kesadaran diri untuk menyerahkan diri kepada Tuhan. Paulus mengatakan bahwa orang yang setia dan bijaksana itu akan menyerahkan anggota-anggota tubuhnya hanya kepada Allah untuk dijadikan senjata kebenaran. Hanya dengan demikian kita berada di bawah kasih karunia bukan di bawah hukum Taurat. (Rm 6: 13-14).

Ketiga, kita berusaha untuk tidak menjadi hamba dosa melainkan sebagai hamba kebenaran. Tuhan Yesus Kristus sudah menyelamatkan kita dengan menghancurkan dosa-dosa kita. Sebab itu kita menjadi hamba Tuhan Yesus yang adalah kebenaran sejati. Dialah Jalan, Kebenaran dan hidup kita. Tidak ada yang lain.

Apakah sepanjang hari ini kita hidup sebagai orang yang setia dan bijaksana? Silakan memeriksa batin dan membangun semangat pertobatanmu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply