Homili 26 Oktober 2017

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXIX
Rm. 6:19-23
Mzm. 1:1-2,3,4,6
Luk. 12:49-53

Semoga api itu selalu menyala!

Api selalu memiliki fungsi tersendiri bagi manusia. Api dapat mempersatukan pribadi-pribadi tertentu dalam keluarga dan masyarakat. Misalnya, ada kebiasaan orang-orang tertentu di kampung-kampung menyiapkan api unggun kecil pada pagi hari. Ini menjadi kesempatan bagi orang-orang bertemu, sambil memanaskan badannya karena suhu dingin, mereka dapat membicarakan hal-hal tertentu berkaitan dengan hubungan antar pribadi mereka. Api selalu dipakai untuk memasak makanan bagi keluarga. Dapatlah dikatakan bahwa setiap kali orang melihat api di suatu tempat, mereka pasti yakin bahwa ada manusia yang menghuni tempat itu. Orang juga merasa takut ketika melihat kebakaran hutan di musim kemarau. Mungkin saja ada orang yang senagaja membakar hutan, tidak senagaja membuang puntung rokok di dekat rumput yang kering, atau bisa juga terjadi pergesekan antara jenis kayu tertentu seperti batang bambu yang sudah kering karena adanya angin kencang lalu menimbulkan api yang dapat membakar hutan. Semua ini merupakan bagian dari pengalaman manusiawi kita dengan api.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini berbicara tentang api. Ia berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!” (Luk 12:49). Ketika membaca ayat ini kita semua pasti merasa kaget dan bertanya-tanya, mengapa Yesus bersikap demikian? Mengapa Yesus mau melempar api ke bumi dan mengharapkan supaya api yang dilempar-Nya itu telah menyala? Dalam tradisi Kitab Suci, api memiliki makna tertentu. Pertama, api itu menandakan pengadilan ilahi untuk memurnikan umat manusia di hadirat Tuhan (Yes 66:15-16; Yeh 38:22). Kedua, api menunjuk pada Sabda Tuhan yang diwartakan dari zaman para nabi hingga Yesus Kristus sendiri, di mana terdapat pertentangan dan pemisahan (Yer 15:14; Sir 48:1). Ketiga, api adalah salah satu simbol penting dari Roh Kudus. Roh Kudus yang diberikan Bapa melalui Yesus Putera-Nya kepada para Rasul dan Bunda Maria di Yerusalem pada Hari Raya Pentekosta (Kis 2: 1-13).

Ketiga pengertian api dalam Kitab Suci ini membantu kita untuk melihat sosok Yesus sebagai Mesias, Anak Allah. Dalam masa Mesianik ini, sosok Yesus dengan segala perkataan-Nya mengubah hidup banyak orang. Ia melemparkan api ke bumi dan berharap supaya api telah menyala di atas bumi ini. Kita semua percaya bahwa Ia datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati, memisahkan orang baik dan jahat sama seperti gembala yang memisahkan domba dari kambing. Perkataan-perkataan Yesus memiliki daya transformatif dalam kehidupan pribadi kita. Ia juga menganugerahkan Roh Kudus-Nya untuk membaharui diri setiap orang. Dengan demikian, orang dapat menjadi layak, dan kudus di hadirat Tuhan.

Manfaat lain dari api dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam hal membuat alat-alat tertentu untuk memudahkan kehidupan manusia. Misalnya dalam proses pembuatan cangkir, priuk dari tanah liat, pisau, parang dan senjata lainnya dari besi dan baja. Semuanya ini melalui proses pembakaran hingga suhu tertentu. Tanah liat dibakar hingga suhu tertentu supaya menghasilkan barang-barang yang berkualitas. Besi dibakar hingga suhu tertentu, lalu ditempa menjadi pisau, parang dan lain sebagainya. Hal yang dicontohkan ini membantu kita untuk memahami pengalaman penderitaan Yesus. Ia sadar bahwa segala penderitaan hingga kematian-Nya akan terjadi di Yerusalem. Ia berkata: “Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!” (Luk 12:50). Baptisan adalah simbol penderitaan-Nya menuju Kalvari. Ia sendiri sudah mengatakan baptisan-Nya ini secara terbuka kepada anak-anak Zebedeus (Mrk 10:38). Kini Ia mengulangi lagi keinginan-Nya untuk menerima baptisan atau penderitaan sebagai wujud ketataatan-Nya kepada kehendak Bapa di surga. Keinginan Yesus ini benar-benar berasal dari dalam hati-Nya, bukan hanya sekedar basa-basi.

Pada akhirnya Tuhan Yesus juga berbicara tentang damai dan aneka pertentangan. Yesus berkata: “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.” (Luk 12:51). Yesus menggunakan kata-kata yang bergaya hiperbola. Kata kuncinya adalah damai sebagai anugerah di masa Mesianik. Yesus memberikan damai-Nya dan damai yang diberikan itu tidak sama dengan damai yang dunia berikan (Yoh 14:27). Sungguh berbahagialah mereka yang membawa damai sebab mereka akan disebut Anak Allah (Mat 5:9). Namun demikian menolak Injil yang diwartakan Yesus dapat menimbulkan pertentangan tertentu.

Pertentangan-pertentangan yang nyata terjadi dalam keluarga (Luk 12:51-52). Tuhan Yesus mengingatkan kita pada perkataan Mikha: “Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya” (Mi 7:6). Para murid Yesus diingatkan bahwa apa yang dialami Yesus ini akan dialami juga oleh mereka suatu saat. Paskah Kristus menimbulkan pertentangan banyak orang. Ada yang berteriak, salibkanlah Dia, ada yang setia mengikuti-Nya sampai di Kalvari. Hal yang sama akan terjadi di dalam Gereja. Ada banyak martir yang mengurbankan diri-Nya karena mengasihi Tuhan Yesus Kristus.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan pertama memberikan peneguhan kepada kita tentang manfaat rahmat pertobatan. Sejalan dengan perkataan Yesus tentang api yang sifatnya memurnikan, demikian juga kita diharapkan untuk memurnikan diri kita dari perbuatan-perbuatan jahat terhadap anggota-anggota tubuh kita. Banyak orang mudah menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan. Paulus mengharapkan supaya kita berubah dari hamba kecemaran dan kedurhakaan menjadi hamba Kebenaran atau hamba Yesus Kristus sang Kebenaran sejati. Karena Yesus Kristus, kita semua bukan lagi menjadi hamba dosa melainkan hamba Kebenaran yang membawa kita kepada pengudusan dan kehidupan kekal. Paulus tegas mengatakan: “Upah dosa adalah maut tetapi karunia Allah adalah hidup kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan kita.” (Rm 6:23). Kita benar-benar membutuhkan api Yesus Kristus untuk memurnikan dan membaharui hidup kita. Semoga api Kristus yakni Roh Kudus tetap menyalah di dalam diri kita masing-masing.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply