Homili Hari Minggu Biasa ke-XXX/A – 2017

Hari Minggu, Pekan Biasa ke-XXX/A
Kel. 22:21-27
Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab
1Tes. 1:5c-10
Mat. 22:34-40

Kasih yang sempurna

Pada hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa yang ke-XXX/A. Antifon Pembukanya berbunyi: “Bersukacitalah hati orang yang mencari Tuhan! Carilah Tuhan dengan kekuatan-Nya, carilah selalu wajah-Nya” (Mzm 105:3-4). Perayaan Ekaristi hari ini membantu kita untuk memiliki hati yang bersukacita supaya senantiasa mencari kekuatan dan wajah Tuhan. Mengapa kita perlu mencari kekuatan dan wajah Tuhan dengan suka cita? Sebab Tuhan Allah adalah kasih. Ia mengasihi kita apa adanya. Sebab itu kita pun harus berusaha untuk mengasihi-Nya dengan seluruh totalitas kehidupan kita sebagai anak-anak dari bapa yang satu dan sama. Kasih kepada Allah sama dengan kasih kepada sesama. St. Yohanes dalam suratnya yang pertama mengatakan: “Jika seorang berkata: “Aku mengasihi Allah.” Dan membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1Yoh 4:20). Ini adalah kasih yang sempurna.

Kasih kepada Tuhan dan sesama, adalah perintah yang menjadi pedoman bagi hidup kita. Kita mengasihi Allah yang tidak kelihatan dalam diri sesama manusia yang kelihatan. Orang-orang Yahudi mengenal istilah mits’vot sebagai penjabaran dari Taurat Musa. Mit’svot ini disusun oleh para rabi Yahudi yakni rabi Rambam dan dimuat dalam Misyneh Torah dan Talmud, traktat Makot menjadi 613 buah. Ke-613 mits’vot ini terdiri atas 248 “Mits’vot ‘Aseh” (perintah) dan 365 “Mitsvot lo Ta’aseh” (larangan). Angka 248 merupakan jumlah tulang dalam tubuh kita, dan 365 adalah jumlah hari dalam satu tahun. Ini berarti setiap orang Yahudi harus berusaha mengamalkan perintah-perintah Tuhan dan menjauhkan dirinya dari larangan-larangan yang diberikan Tuhan.

Dalam bacaan Injil hari Minggu ini, kita mendengar kisah tentang orang-orang Farisi yang datang untuk mencobai Yesus setelah Ia membungkam kaum Saduki yang tidak percaya kepada kebangkitan. Ada seorang yang mahir dalam Taurat mencobai Yesus dengan bertanya tentang hukum mana yang terbesar dalam hukum Taurat. Tuhan Yesus tidak membuat teori yang baru. Ia menunjuk langsung pada Kitab Taurat yakni, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Mat 22:37; Ul 6:4-5). Hukum kedua yang sama dengan hukum pertama adalah, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 22: 39; Im 19:18). Yesus menegaskan pada bagian akhir bacaan Injil hari ini: “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan Kitab para nabi.” (Mat 22:40). Tuhan Yesus membuka pikiran orang-orang Farisi saat ini dan kita yang membaca dan mendengar Injil saat ini bahwa mengasihi Tuhan harus menjadi nyata dalam mengasihi sesama manusia. Kita mengasihi Allah dengan seluruh totalitas hidup kita. Kita juga mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri.

Pemahaman kita tentang mengasihi sesama manusia seperti kita juga mengasihi diri kita menjadi nyata dalam sikap empati terhadap kaum papa dan miskin. Dalam Kitab Keluaran Tuhan mengingatkan umat Israel: “Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir. Seseorang janda atau anak yatim janganlah kamu tindas.” (Kel 22:21-22). Mengapa mereka tidak boleh ditindas? Karena suara rintihan mereka didengar oleh Tuhan sebab Tuhan sendiri mengasihi mereka apa adanya. Tuhan akan membalas penindasan yang dilakukan kepada kaum papa miskin. Umat Isarel juga diminta untuk menaruh perhatiannya kepada orang miskin yang meminjam uang. Tuhan menghendaki supaya jangan makan riba. Singkatnya, sikap dan perilaku kita terhadap sesama itu harus sama dengan sikap dan perilaku terhadap diri kita sendiri.

Kita mengasihi Allah seperti apa? St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan rasa syukurnya kepada Tuhan sebab Jemaat yang dilayaninya di Tesalonika menaruh harapan dan kepercayaannya kepada Tuhan Allah. Roh Kudus turut bekerja dalam mendampingi jemaat sehingga benih Sabda Tuhan yang ditaburkan itu mereka terima dan menghayatinya sehingga menghasilkan buah-buah sabda bagi mereka dan sesamanya. Hal yang diapresiasi oleh Paulus bagi jemaat di Tesalonika adalah mereka dapat berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk mengabdi kepada Allah yang hidup dan benar, serta menantikan kedatangan Anak-Nya dari surge, yang dibangkitkan-Nya dari antara orang mati yaitu Yesus Kristus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.

Pada hari ini kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan sebab Ia mengingatkan kita untuk mengasihi. Kita mengasihi Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita. Kita mengatakan mengasihi Tuhan kalau kita juga mengasihi sesama manusia seperti kita sendiri mengasihi diri kita. Ukuran kasih yang kita peruntukan bagi diri kita haruslah sama dengan yang kita berikan kepada sesama. Ini adalah kasih yang sempurna di dalam hidup kita. Kata-kata yang patut kita renungkan: “The night is over and the day has begun when we are able to recognize others as our brothers and sisters”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply