Homili 16 Januari 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa I
Ibr. 2:14-18
Mzm. 105:1-2,3-4,6-7,8-9
Mrk. 1:29-39

Ikut memberitakan Injil

Ada dua orang kudus modern yang menginspirasikan saya untuk menulis homili harianku ini. Orang kudus pertama adalah St. Paus Paulus VI. Ketika masih menjabat sebagai pemimpin Gereja katolik sedunia, beliau menulis sebuah Amanat Apostolik bernama Evangelii Nuntiandi (1975). Di dalam Evangelii Nuntiandi, beliau memaknai kata evangelisasi secara lebih luas. Ia menulis: “Evangelisasi adalah rahmat panggilan khas Gereja, merupakan jati dirinya yang paling dasar. Gereja ada untuk mewartakan Injil, artinya untuk memaklumkan dan mengajar, menjadi saluran anugerah rahmat, untuk mendamaikan orang-orang berdosa dengan Allah dan untuk melanggengkan kurban Kristus dalam ekaristi, yang adalah kenangan akan wafat dan kebangkitanNya yang mulia” (EN 14).

Ide St. Paus Palus VI menginspirasikan St. Yohanes Paulus II untuk mempopulerkan misi dan evangelisasi dalam dunia modern. Beliau mengemukakan sebuah istilah yang tetap aktual hingga saat ini yakni ‘Evangelisasi Baru’. Istilah Evangelisasi Baru diungkapkannya pada tahun 1983 di hadapan para Uskup Amerika Latin, di Haiti, dalam rangka perayaan 5 abad kedatangan Injil untuk pertama kalinya di benua Amerika. Orang kudus ini berpesan: “Peringatan 500 tahun evangelisasi hanya akan mempunyai makna yang sepenuhnya, apabila perayaan tersebut disertai dengan komitmen anda, para uskup, bersama dengan kaum klerus dan awam, suatu komitmen bukan kepada evangelisasi kembali (re-evangelisasi) melainkan kepada suatu evangelisasi baru, baru dalam semangatnya, dalam metodenya, dan dalam ungakapan-ungkapannya”. Bagi saya, kedua orang kudus ini membuka mata iman saya dan kita semua untuk memahami tugas perutusan Yesus di dunia ini yakni mewartakan Injil kepada kaum miskin dan menyelapkan segala penyakit dan kelemahan kita.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini melakukan karya Evangelisasi yang nyata. Ia memulainya dengan menyembuhkan mertua Simon Petrus yang sedang sakit demam. Turut serta dalam rombongan ini adalah para murid-Nya yang dipanggil di pantai danau yakni Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes. Yesus mendengar bahwa mertua Simon Petrus sedang sakit demam maka Yesus mendekati wanita itu, memegang tangannya dan menghardik demamnya. Saat itu demamnya pun hilang. Sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan maka ia melayani Yesus dan para murid-Nya. Tuhan Yesus tidak hanya menghardik demam, Ia juga menyembuhkan segala penyakit dan mengusir setan-setan. Sebab itu banyak orang mencari-Nya untuk memohon kesembuhan. Ia menyembuhkan orang sakit dan memberikan kelegaan kepada mereka. Roh-roh jahat tidak dibiarkan-Nya berbicara. Ia benar-benar menunjukkan kuasa ilahi-Nya kepada mereka.

Tuhan Yesus tidak hanya berhenti di tempat untuk mewartakan Injil dan menghadirkan Kerajaan Allah. Ia berkeliling dan berbuat baik (Kis 10:38). Perbuatan baik yang dilakukan-Nya adalah menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis. Ia melakukan tindakan penyembuhan karena Allah sungguh-sungguh menyertai-Nya. Penginjil Markus bersaksi tentang keinginan Yesus untuk mewartakan Injil: “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” (Mrk 1:38). Markus menambahkan bahwa Tuhan Yesus pergi ke seluruh Galilea untuk memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan. Semuanya dilakukan dengan sepenuh hati.

Bacaan Injil yang kita dengar pada hari ini membicarakan tentang situasi hidup kita yang nyata. Tuhan Yesus peduli dengan manusia. Ia menghardik demam, mengalahkan roh jahat karena Ia mengasihi manusia apa adanya. Yesus mendidik kita supaya selalu berpikiran positif kepada sesama manusia. Hidup kita bermakna bagi sesama ketika kita berusaha untuk melupakan masa lalu seseorang yang kita ketahui, dan lebih melihat nilai kehidupannya sebagai manusia yang nyata di hadapan kita. Kita belajar untuk peduli dengan sesama yang sangat membutuhkan. Ia menunjukkan teladan hidup yang selalu bersyukur. Kita bersyukur kepada Tuhan dengan memanjatkan doa-doa kepada-Nya. Kita mengangkat hati dan pikiran kepada-Nya. Piirkanlah, Tuhan Yesus, sebagai Anak Allah berdoa, mengapa kita selalu malas berdoa? Doa adalah kebutuhan kita. Tuhan Yesus menunjukkan teladan untuk mewartakan Injil maka kita pun mewartakan Injil dengan hidup kita yang nyata. Berkata-kata tentang Injil belumlah cukup, Injil harus menjadi hidup dalam kehidupan kita.

Sosok Yesus yang kita temukan dalam komunitas kita adalah sebagai sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Yesus adalah sungguh-sungguh Allah sebab Ia dapat menyembuhkan orang sakit dan mengampuni para pendosa. Kuasa menyembuhkan adalah kuasa ilahi yang hanya berasal dari Tuhan. Yesus sungguh-sungguh manusia sebab Ia rela merendahkan diri-Nya, menjadi manusia, mengambil rupa sebagai hamba. Dengan demikian Ia dapat menyembuhkan orang sakit, memusanahkan Iblis yang berkuasa atas maut (Ibr 2:14). Yesus menyembuhkan orang-orang yang menjadi hamba dosa. Hidup baru diberikan kepada kita sebagai buah belas kasih Tuhan. Penulis surat kepada jemaat Ibrani mengatakan: “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.” (Ibr 2:17). Anda dan saya juga mengharapkan kesembuhan dan pengampunan berlimpah.

Kita membutuhkan Tuhan untuk membantu kita terlibat dalam mewartakan Injil. Tuhan menghendaki supaya kita mewartakan Injil bukan hanya dengan kata-kata tetapi melalui perbuatan yang nyata. Orang lebih tertarik pada kehidupan nyata bukan pada kata-kata yang dapat menjadi kata-kata kosong. Kata-kata yang keluar dari mulut dapatlah menjadi kata-kata kosong ketika kita tidak memiliki iman yang cukup. Kata-kata kosong dapatlah menjadi hoax yang merugikan banyak orang.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply