Homili Hari Minggu Biasa ke-XIVC- 2019

Hari Minggu Biasa XIV/C
Yes. 66:10-14c
Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a,16,20
Gal. 6:14-18
Luk. 10:1-12,17-20

Allah kita bernama Kerahiman

Paus Fransiskus pernah menulis sebuah buku berjudul: ‘The Name of God is Mercy’ (Nama Allah adalah Kerahiman) yang diterbitkan tahun 2016. Publikasi Paus Fransikus ini memang selaras dengan penetapan tahun 2016 sebagai tahun Jubileum Kerahiman Allah. Kekhasannya adalah bahwa tahun Jubileum adalah kesempatan untuk berdoa dan mengalami pengampunan dosa. Buku ini memberikan wawasan tentang teologi dan pengalaman hidup Paus Francis yang menopang pendekatannya yang tidak ortodoks pada kepausan, dan dorongannya untuk mengubah wajah Gereja Katolik supaya memiliki sebuah etika yang lebih berbelas kasih berdasarkan nilai-nilai Injil.

Kerahiman Allah haruslah menjadi pusat permenungan Gereja Katolik. Sebab itu beliau menulis di dalam buku ini: “Untuk mengikuti jalan Tuhan, gereja dipanggil untuk menunjukkan belas kasihan atas semua orang yang mengakui diri mereka sebagai orang berdosa, yang memikul tanggung jawab atas kejahatan yang telah mereka lakukan, dan yang merasa membutuhkan pengampunan Tuhan. Gereja ada bukan untuk mengutuk orang tetapi untuk menjalin pertemuan antar manusia dengan cinta mendalam dalam rahmat Allah. Saya sering mengatakan bahwa agar hal ini terjadi, perlu semangat untuk keluar: keluar dari gereja, dan paroki, pergi keluar dan mencari orang-orang, di mana mereka tinggal, di mana mereka menderita dan di mana mereka berharap. Saya suka menggunakan gambar rumah sakit lapangan untuk menggambarkan ‘Gereja yang maju’ …”. Saya merasa sangat tersentuh ketika membaca buku ini dan bersyukur kepada Tuhan karena Ia menghendaki supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya memiliki pengalaman kerahiman Allah di dalam hidupnya. Boleh dikatakan bahwa kita hidup di dalam kerahiman Allah. Kerahiman Allah inilah yang mengubah dunia menjadi lebih baru karena para pekerja yang diutus oleh Tuhan Allah untuk melayani-Nya. Para pelayan Tuhan menghadirkan wajah kerahiman Allah di dalam Gereja.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu Biasa ke-XIV/C ini membantu kita untuk memahami wajah kerahiman Allah kita. Nabi Elia dalam bacaan pertama mengingatkan kita semua bahwa sesungguhnya kita diciptakan untuk hidup bahagia bersama Allah. Kata-kata yang membangun rasa optimisme kita semua adalah bersukacitalah bersama Yerusalem, bersorak-sorailah semua orang yang mencintai Yerusalem sebagai kota damai, tempat keselamatan kita. Yesaya menambahkan kata-kata ini: bergirang-giranglah segirang-girangnya bersama Yerusalem. Orang-orang yang berkabung dan berkesusahan akan memperoleh kebahagiaan dalam Tuhan. Kasih dan keselamatan akan mengalir dari Tuhan bagi mereka.

Nabi Yesaya menunjukkan wajah Allah Yang Maharahim dalam perkataan ini: “Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.” (Yes 66:12). Yerusalem merasakan kerahiman Allah, dan Gereja sebagai Yerusalem masa kini akan tetap mengalami kerahiman Allah. Tuhan Allah, melalui Nabi Yesaya juga menggambarkan Kerahiman-Nya laksana kasih seorang ibu kepada anak-anaknya. Inilah perkataan Tuhan: “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem.” (Yes 66:13). Allah Yang Maharahim adalah nama Allah kita. Allah berhati seorang ibu yang penuh cinta kepada anak-anaknya.

Paus Fransiskus dalam Bulla Misericordiae Vultus mengatakan bahwa Tuhan Yesus menunjukkan wajah kerahiman Allah (MV,1). Perkataan Paus Fransiskus ini bukan tanpa alasan. Ketika kita membaca dan memahami Injil, kita melihat wajah Allah Yang Maharahim dalam diri Yesus sendiri. St. Lukas dalam bacaan Injil Hari Minggu ini mengisahkan bahwa Tuhan Yesus mengutus tujuh puluh dua murid-Nya untuk mewartakan kerahiman Allah Bapa kepada semua orang lain. Mereka diutus pergi berdua-dua untuk mendahului-Nya ke setiap kota dan desa yang akan dikunjungi-Nya. Ia mengatakan kepada para Utusan-Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Luk 10:2). Gereja sepanjang zaman merenungkan perkataan Yesus ini dalam konteks panggilan khusus untuk membaktikan diri di dalam Gereja dan menjadi rasul-rasul Kerahiman Allah. Para rasul adalah milik Tuhan yang didoakan untuk melayani di kebun anggur Tuhan. Para gembala, biarawan dan biarawati adalah orang-orang milik Tuhan yang didoakan terus menerus oleh Gereja untuk menjadi utusan atau rasul kerahiman Allah. Para gembala, biarawan dan biarawati adalah ‘limited edition person’ di dalam gereja sebab banyak yang dipanggil namun hanya sedikit yang dipilih.

Selanjutnya, Yesus mengingatkan para utusan-Nya bahwa mereka akan mengalami banyak penderitaan dan penolakan. Meskipun demikian para utusan ini tidak perlu kuatir akan hidupnya sebab Tuhan pasti akan menjaga dan melindungi mereka. Makanan dan minuman disediakan oleh Tuhan sehingga tidak seorang utusan pun akan mati kelaparan. Supaya para utusan tetap menaruh harapan kepada Tuhan maka mereka perlu hidup sederhana dalam hal ini. Tuhan Yesus mengingatkan mereka: “Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan.” (Luk 10:4). Hidup sebagai  kaum ‘anawim’ akan menjadikan seorang menjadi utusan yang sempurna. Tugas para utusan adalah melakukan pekerjaan Tuhan Yesus, yakni menghadirkan kerajaan Kerahiman Allah. Dalam hal ini, mereka yang sakit disembuhkan, ada damai dan sukacita di dalam hati orang, dan kejahatan dikalahkan oleh kebaikan dari para utusan.

Bagaimana menunjukkan wajah Kerahiman Allah yang nyata?

St. Paulus dalam bacaan kedua menunjukkan rasa bangganya dengan mengatakan kepada jemaat di Galatia bahwa ‘pada tubuhku ada tanda-tanda milik Kristus’. Ini yang menjadi alasan bagi Paulus untuk tidak bermegah selain di dalam Salib Tuhan Yesus Kristus. In Cruce Salus! Pada salib ada keselamatan. Pada salib inilah orang harus menjadi baru. Dengan salib Suci orang beriman merasakan kerahiman Allah dan menunjukkannya kepada sesama yang lain. Pengurbanan diri dalam karya dan pelayanan adalah cara kita menunjukkan wajah kerahiman Allah sebagaimana ditunjukkan oleh St. Paulus sendiri.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena pada hari ini Ia juga memanggil kita untuk menjadi rasul-rasul kerahiman Allah. Tugas kita adalah menjadikan dunia ini menjadi baru dalam kasih. Saya kembali mengutip perkataan Paus Fransiskus tentang semangat eksodus dalam hidup kita: “Saya sering mengatakan bahwa agar hal ini terjadi, perlu semangat untuk keluar: keluar dari gereja, dan paroki, pergi keluar dan mencari orang-orang, di mana mereka tinggal, di mana mereka menderita dan di mana mereka berharap.” Hanya dengan perbuatan yang nyata maka kerahiman Allah akan berjaya di dunia ini.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply