Food For Thought: Dasar Munafik!

Dasar munafik!

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata munafik seperti ini: “Berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya.” Munafik juga bisa berarti bermuka dua. Saya teringat pada Tennessee Williams (1911-1983). Beliau adalah seorang dramawan dan penulis berkebangsaan Amerika Serikat, pernah berkata: “Satu-satunya hal yang lebih buruk dari pada seorang pembohong adalah pembohong yang juga munafik!” Orang munafik atau bermuka dua selalu ada di di mana-mana dan ada di dalam diri kita juga.

Mengakhiri hari ini, saya teringat kembali pada perkataan yang keras dari Tuhan Yesus kepada para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi bahwa mereka itu orang munafik dan buta bahkan mengecam mereka dengan perkataan: “Celakalah!”. Mungkin kita cepat-cepat menilai Yesus bahwa Dia tidak menyukai para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Tuhan Yesus sebenarnya menhendaki mereka supaya bertobat dan percaya kepada semua perkataan dan ajaran-ajaran-Nya. Bahwa mereka itu orang munafik dan buta, ya! Mereka bermuka dua sebab di hadapan sesama, mereka seperti orang kudus tetapi tetap saja berbuat jahat kepada yang lemah dan tak berdaya. Mereka selalu berpikir bahwa mereka lebih kudus dan masuk surga lebih cepat. Padahal sikap seperti itu hanya menunjukkan kemunafikan.

Tuhan Yesus masih tetap menegur kita semua yang suka munafik dan buta dalam hidup kita. Tuhan Yesus mungkin dengan tegas mengatakan: “Dasar munafik!” Apakah kita harus marah kepada Yesus? Saya rasa tidak, sebab kita memiliki bibit-bibit untuk menjadi orang munafik. Pikirkanlah sepanjang hari ini: apakah kita sudah munafik? Saya yakin semua akan mengatakan ya. Mengapa? Sepanjang hari ini ada yang pura-pura baik padahal aslinya bukan begitu. Ada yang pura-pura bermulut manis di depan sesamanya padahal di belakang penuh dengan perkataan cacian dan gossip. Ada yang di depan sesamanya kelihatan begitu tulus tetapi dibelakangnya seperti benak kusut. Inilah anda, saya dan kita di hadapan Tuhan dan sesama. Relasi kita dengan sesama dan Tuhan selalu di warnai kemunafikan. Sungguh menyedihkan!

Apa yang harus kita lakukan supaya menjadi orang yang tidak munafik? Tuhan Yesus mengatakan: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat 5:37). Kita perlu sadar sebagaimana dikatakan Ayub: “Bukankah Allah yang mengamat-amati jalanku dan menghitung segala langkahku?” (Ayb 31:4). Tuhan selalu melihat kita, mengapa harus munafik? Mari kita berusaha untuk menghilangkan label keras ini: “Jangan munafik!” dan belajar untuk tidak mengatakan: “Dasar kau munafik!” Terlalu keras didengar dan menyakitkan tetapi menjadi obat untuk menyembuhkan orang yang setiap hari bersikap demikian.

Tuhan memberkat.

PJ-SDB