Homili 29 Agustus 2020 – Kamartiran Yohanes Pembaptis

Peringatan Wafatnya Yohanes Pembaptis
Yer 1:17-19
Mzm 71: 1-2.3-4a.5-6ab. 15ab.17
Mrk 6:17-29

Jujurlah dalam berkata-kata

Saya selalu ingat seorang sahabat yang membagikan pengalamannya kepada para peserta rekoleksi keluarga. Ia mengakui bahwa sejak usia dini ia sudah mendengar perkataan dari ayahnya bahwa supaya dapat menjadi orang sukses di masa depan maka ia harus jujur dalam berkata-kata sejak usia dini sebab itu akan menjadi suatu habitus sepanjang hidupnya. Pada saat ini ia sedang merasakan bahwa dengan berkata jujur dan menunjukkan dalam perbuatan yang nyata maka ia merasa tidak kekurangan suatu apapun. Kejujuruan dalam berbicara memang merupakan salah satu modal penting dalam kehidupan manusia. Orang selalu mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut dan melihat perilaku dalam hidup yang nyata. Kata-kata yang keluar dari mulut bermakna kalau sesuai dengan apa yang dihayati secara pribadi. Kata-kata menjadi kata-kata kosong atau bualan belaka kalau tidak sejalan dengan perilaku hidup pribadi. Saya merasa yakin bahwa semua orang memiliki pikiran yang sama bahwa setiap perkataan haruslah sejalan dengan hidup yang nyata.

Pada hari ini kita mengenang kemartiran St. Yohanes Pembaptis. Kita mengetahui banyak hal tentang sosok pribadinya yang dipersiapkan oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan bagi kedatangan Yesus sang Mesias. Hal-hal nyata yang dilakukannya adalah dengan membaptis orang di sungai Yordan sebagai tanda pertobatan, menyerukan pertobatan dan menjadi panutan karena kesederhanaan hidupnya. Ia mengungkapkan realitas seadanya dan diharapkan supaya orang yang mendengar perkataannya itu dapat berubah secara radikal sebab apa yang dikatakannya adalah ungkapan kenyataan hidupnya sendiri. Hal ini dirasakan sendiri oleh Herodes setiap kali mendengar perkataan Yohanes. Sebagai leader dan public figur, Herodes seharusnya menunjukkan keteladanan yang baik. Namun Herodes juga manusia lemah sehingga ia mengambil Herodias yang waktu itu masih merupakan istri saudaranya Herodes Filipus untuk menjadi istrinya. Yohanes menyadari bahwa sikap Herodes ini tidaklah benar maka ia pun menegur Herodes bahwa tidaklah halal ia mengambil Herodias istri saudaranya menjadi istrinya sendiri.

Apa yang terjadi usai teguran Yohanes ini?

Herodes segan terhadap Yohanes sebab ia tahu bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci sehingga ia berusaha untuk melindunginya. Hatinya selalu terombang-ambing bercampur senang setiap kali mendengar Yohanes. Hal ini berbeda dengan Herodias yang merasa tersinggung dan sakit hati sehingga selalu ada keinginan untuk membunuh Yohanes. Pada akhirnya Herodes dan Herodias juga mewujudkan amarah dan dendam mereka. Yohanes Pembaptis dibunuh demi kebencian dan popularitas manusiawi semata. Ia wafat sebagai martir karena mengatakan kebenaran, sedangkan Herodes dan Herodias merasa puas karena orang baik seperti Yohanes adalah duri yang tajam dan harus dikeluarkan karena selalui membuat rasa sakit dalam hati.

Yohanes Pembaptis menumpahkan darah supaya kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan. Nilai-nilai moral telah merosot karena keinginan dan nafsu manusiawi semata. Seharusnya orang berusaha untuk mencari kebenaran, kebaikan dan keadilan namun kejahatan selalu membayang-bayangi, bahkan terkadang kejahatan mengalahkan kebaikan. Dengan akal sehat kita pasti sepakat bahwa tidaklah elok kalau seorang saudara merebut istri saudaranya menjadi miliknya. Dahulu dan mungkin dalam suku-suku tertentu masih ada perkawinan levirat, di mana kakak yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan maka adiknya berhak untuk memberikan keturunan dengan mengawini istri kakaknya. Orang-orang yang dikuasai oleh nafsu semata sudah kebal dengan teguran dan kalau mendapat teguran maka ia akan mencari jalan untuk menghabiskan orang yang menegurnya. Yohanes melakukan dengan sempurna perkataan Yesus ini: “Berbahagialah orang yang dianiaya demi kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Mat 5:10).

Dari Yohanes kita belajar bahwa hingga saat ini masih ada banyak Herodes dan Herodias yang patut mendapat teguran. Banyak pejabat publik yang terang-terangan berpoligami dan poliandri tanpa merasa malu. Mereka mengandalkan uang dan kekuasaan untuk menambah istri atau suami sesuai selera. Kalau bukan berpoligami dan poliandri mereka tak segan-segan mencari dan menikmati orang kesukaan mereka yang berbeda jenis atau yang sejenis. Orang-orang yang seperti ini dalam hal-hal tertentu lebih jelek dan jahat dari Herodes dan Herodias. Kita tidak menutup mata dengan berbagai kasus pedofilia yang terjadi dalam masyarakat dan di dalam gereja dan keluarga sendiri. Pedofilia sering dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban. Semua kejahatan ini ada di depan mata dan kita semua yang masih memiliki hati nurani dipanggil untuk berkata benar dan mengungkapkan kasus-kasus yang menjadi skandal besar dalam masyarakat kita. Yohanes mengajarkan kita hari ini untuk melakukan revolusi mental bagi orang-orang yang penuh dengan borok dalam masyarakat kita dengan berkata yang jujur dan benar, meskipun pada akhirnya nyawa menjadi taruhan. Tuhan sendiri akan menjaga dan melindungi orang yang berjuang demi kebenaran dan keadilan.

St. Yohanes Pembaptis, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB