Food For Thought: Saudara kematian yang terkasih

Saudara kematian yang terkasih

Selama beberapa hari terakhir ini saya merayakan Ekaristi secara online untuk mengenang umat yang sudah dipanggil Tuhan. Tiga di antara mereka yang saya doakan meninggal dunia karena covid-19. Tentu saja seluruh keluarga merasa kehilangan dan ada perasaan marah kepada Tuhan. Ini memang pengalaman yang sangat manusiawi dan Tuhan tentu mengerti dan peduli dengan situasi dan pengalaman hidup kita masing-masing. Tuhan kita Maharahim dan suka mengampuni orang-orang berdosa. Dia juga akan memberikan Roh-Nya untuk memberi hidup kekal kepada kita. St. Paulus menulis: “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Rom 8:11).

Tentu saja di saat-saat seperti ini keluarga besar yang ditinggalkan butuh penghiburan dan doa dari kita semua yang mengenal atau tidak mengenal mereka. Doa benar-benar menjadi hadiah yang istimewa bagi yang berpulang dan keluarganya yang masih hidup. Doa akan mengubah seluruh hidup kita untuk mengatakan dengan lapang dada bahwa kematian adalah saudara, sebagaimana dikatakan St. Fransiskus dari Asisi. Kita semua dengan lapang dada mengatakan hal yang sama: “Saudara kematian yang terkasih”. Kematian sebagai saudara tidak akan menakutkan karena merupakan saat ‘hidup kita diubah’ menjadi hidup yang baru dan bermakna bagi Tuhan.

Pada hari ini kita belajar untuk menjadi pribadi yang rendah hati di hadirat Tuhan dan sesama. Kita perlu memiliki semangat anak kecil yang polos, tulus, jujur dalam hidupnya. Dengan hati sebagai anak kecil, kita akan menjadi lebih pantas dalam Tuhan. Kadang-kadang penderitaan dan kemalangan menguasai hidup kita sebagaimana dialami oleh Ayub. Beliau adalah orang kaya dan saleh di hadapan Tuhan. Pada akhirnya dia kehilangan segalanya. Ia digoda untuk meninggalkan Tuhan namun ia tetap setia kepada-Nya. Kata-kata Ayub ini sangat meneguhkan dan menguatkan kita semua di saat yang sulit ini: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayub 1:21). Kata-kata Ayub ini penuh dengan kebijaksanaan bagi kita. Ketika meninggal dunia, kita tidak membawa apa-apa dari dunia ini. Kita membawa diri kita dan membiarkan Tuhan menguatkan dan mematangkan hidup kita.

Pada hari ini saya mengulangi kalimat-kalimat ini berkali-kali: “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Ayub adalah pribadi yang kuat. Dalam situasi yang keras ia tetap setia kepada Tuhan dan tidak jatuh ke dalam dosa.

Tuhan memberkati kita semua,

PJ-SDB