Homili 9 Oktober 2020

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXVII/A
Gal. 3:7-14
Mzm. 111:1-2,3-4,5-6
Luk. 11:15-26

Kebiasaan mengulangi dosa yang sama

Apakah anda memiliki sebuah kebiasaan untuk mengulangi dosa yang sama? Dengan penuh kejujuran kita akan mengatakan bahwa kita itu selalu memiliki kebiasaan untuk mengulangi dosa yang sama. Sebagai contoh: Ada orang yang memiliki kebiasaan menceritakan kelemahan orang lain. Semakin sering kita menceritakan kelemahan orang lain, semakin kita lupa bahwa kebiasaan seperti itu adalah dosa. Kita merasa bahwa hal itu biasa-biasa saja padahal jelas bahwa itu dosa. Dosanya melawan cinta kasih kepada sesama dan kepada Tuhan sang Pencipta. Mengapa kita tidak terbuka untuk menyampaikan kepada yang bersangkutan tentang kelemahannya supaya dia dapat memperbaiki dirinya? Satu hal yang juga sering kita lupakan adalah perasaan bahwa kita ini orang berdosa. Penginjil Lukas menggambarkan tentang beberapa orang yang berpikiran negatif terhadap Yesus, dan bukannya memberi apresiasi. Ketika itu mereka menganggap Yesus mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, kepada para setan. Bagi Yesus ini memang hal yang aneh. Mereka tidak mengapresiasi kebaikan yang dilakukan Yesus tetapi mencari kesalahan Yesus untuk ukuran pikiran manusiawi (Luk 11: 18-20).

Saya memiliki banyak pengalaman dalam counselling bersama orang muda. Ada seorang pemuda yang pernah datang untuk berbicara dengan saya. Tentu saja ini bukanlah dalam konteks pengakuan dosa, tetapi dalam counselling. Ia sangat terbuka dan kooperatif untuk mengatakan tentang dirinya yang sebenarnya. Ia jujur mengatakan tentang sebuah kebiasaan yang dirasakannya biasa-biasa tetapi saat itu dengan tegas saya mengatakan kepadanya bahwa itu adalah perbuatan dosa. Ia juga jujur untuk mengatakan bahwa untuk lepas dari kebiasaan itu memang sangatlah sulit. Ia pernah berniat untuk melepaskan diri dari dosa itu, ia juga sudah berkali-kali mengakuinya tetapi tetap saja ia mengulanginya di saat ada kesempatan dan ada godaan. Bagi saya, orang mud aini mewakili banyak orang yang memiliki kemiripan dalam hidup dan pengalaman untuk mengulangi dosa yang sama.

Penginjil Lukas hari ini juga mengutip perkataan Yesus yang kiranya membuka wawasan kita untuk mengerti tentang kebiasaan mengulangi dosa-dosa yang sama dan bahayanya: “Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian, dan karena ia tidak mendapatnya, ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu bersih tersapu dan rapih teratur. Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya, dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula.” (Luk 11:24-26). Pikirkanlah saat-saat kita mengaku dosa, setelah mengaku dosa, hati kita bersih dan bahagia, tetapi tak lama kemudian kita kembali jatuh ke dalam dosa yang sama. Mengapa selalu terjadi demikian? Karena kita tidak jujur dengan Tuhan dan sesama kita.

Hal lain yang menarik dalam bacaan Injil adalah perkataan Yesus ini: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh.” (Luk 11:17). Sejarah dunia sudah membuktikan perkataan Yesus ini. Kalau saja kekuasaan politik itu terpecah-pecah maka kebinasaan sedang berada di hadapan Kerajaan. Kerajaan dan bangsa seperti itu akan hancur binasa. Tuhan Yesus juga mengatakan tentang keluarga. Kalau saja keluarga terpecah-pecah pasti akan runtuh. Hal ini juga terbukti dalam kehidupan keluarga zaman now. Ada kesan yang keliru bahwa institusi Gereja memiliki kelemahan sehingga orang-orang katolik sulit untuk berubah dari kebiasaan dosanya. Banyak keluarga yang tidak membiasakan diri untuk memelihara dan menjaga keutuhan rumah tangga sebagai gereja domestik. Gereja domestik untuk menunjukkan wajah Allah yang nyata, mulai dalam diri dan keluarga masing-masing.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan supaya kita bertumbuh dalam iman. Tuhan sendiri membenarkan orang-orang bukan Yahudi dalam iman. Orang yang hidup dalam iman akan mendapat berkat dari Tuhan bersama Abraham. Orang yang berada di dalam pelaksanaan hukum Taurat akan berada dalam kutukan. Lebih lanjut, St. Paulus mengatakan: “Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya.” Maka yang harus kita lakukan dalam hidup ini adalah beriman kepada Tuhan sang Pencipta kita. Iman menyelamatkan kita.

Orang yang sungguh beriman akan berusaha untuk hidup layak di hadirat Tuhan. Orang itu akan berusaha untuk tidak melakukan dosa yang sama. St. Dominikus Savio mengatakan bahwa “lebih baik mati dari pada berbuat dosa.” Apa untungnya kita mengulangi dosa yang sama?

PJ-SDB