Homili Pembaptisan Tuhan 2022 – C

Pesta Pembaptisan Tuhan – 2022
Yes. 40:1-5,9-11
Mzm. 104:1b-2,3-4,24-25,27-28,29-30
Tit. 2:11-14; 3:4-7
Luk. 3:15-16,21-22

Epifani Allah masa kini

Pada hari Minggu ini kita merayakan Pesta Pembaptisan Tuhan sekaligus menjadi Minggu Biasa pertama dalam tahun liturgi kita. Ini berarti masa Natal pun berakhir. Ornamen-ornamen Natal kembali masuk ke dalam dos, di lakban dan dilengkapi dengan tulisan sampai jumpa menjelan Natal mendatang. Dengan berakhirnya masa Natal ini sekaligus menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus yang kita imani, bukanlah Yesus sebagai bayi yang lemah, kedinginan di dalam palungan, tetapi Dia yang bertumbuh menjadi dewasa di dalam hidup kita. Iman kita menjadi dewasa seiring pertumbuhan manusiawi Yesus. Dia menyelamatkan kita sebagai seorang dewasa yang memiliki kehendak bebas dan memahami rencana Bapa di Surga. Penginjil Lukas menulis: “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” (Luk 2:40).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu ini mengarahkan kita pada sosok Yesus yang menampakkan Allah yang kita Imani. Dapatlah dikatakan sebagai penampakan Allah masa kini. Allah yang menunjukkan empatinya bagi manusia. Allah menjadi salah satu di antara kita dalam diri Yesus Kristus Putera-Nya. Tuhan ada dan hadir dan Ia membawa sukacita bagi manusia yang lemah dan berdosa. Tuhan memberi harapan kepada orang yang benar-benar tidak berpengharapan.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menunjukkan sapaan Tuhan bagi orang-orang yang menderita. Penghambaan di Babilonia membuat bangsa Israel merindukan jati diri sebagai pribadi-pribadi yang merdeka. Sebab itu Tuhan bersuara melalui Yesaya denga berkata: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan Tuhan dua kali lipat karena segala dosanya.” (Yes 40:1-2). Seruan Tuhan bernuansa penghiburan ini tentu memberi optimisme kepada bangsa Israel. Mereka disiapkan dan sekaligus menyiapkan diri untuk menyambut kehadiran Allah yang menyelamatkan serta membebaskan mereka. Yesaya menulis: “Lihat, itu Tuhan Allah, Ia datang dengan kekuatan dan dengan tangan-Nya Ia berkuasa. Lihat, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia, dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya.” (Yes 40:10).

Satu hal yang penting di sini adalah semangat pertobatan. Injil memiliki kekuatan untuk mengubah hidup manusia. Sebab itu pertobatan tetaplah menjadi jalan bagi manusia untuk merasakan kebahagiaan, pembebasan dan sukacita dari Tuhan. Injil sebagai khabar sukacita dari Tuhan Allah ini akan mendampingi perjalanan bangsa Israel untuk kembali ke Yerusalem. Tuhan sungguh baik dan Dia laksana gembala bagi umat yang tersesat. Yesaya menulis: “Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati.”

Kehadiran Allah sungguh dirasakan oleh bangsa Israel. Mereka merasakan pendampingan Tuhan hingga tiba di Yerusalem. Ada sebuah transformasi radikal dalam diri bangsa Israel. Semua ini karena kasih Tuhan yang mengubah hidup mereka. Kiranya pengalaman umat Israel sejalan dengan pengajaran Santo Paulus yang kita dengar dalam bacaan kedua. Dalam suratnya kepada Titus, Paulus membuka wawasan kita untuk hidup sebagai manusia baru. Dia mengatakan bahwa kasih karunia Allah sungguh nyata dan menyelamatkan manusia. Kasih karunia atau rahmat Tuhan memiliki daya transformatif bagi kita. Kita merasakannya dalam diri Yesus Kristus yang mengaruniakan kasih karunia atau rahmat kepada kita.

Berkaitan dengan hal ini, Paulus menulis: “Kasih karunia Tuhan mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.” (Tit 2:12-14).

Santo Paulus juga mengatakan: “Tuhan Yesus menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.” (Tit 3:5-7). Di sini sakramen pembaptisan memiliki daya untuk mengubah hidup kita. Karena Roh Kudus kita lahir baru dan dibenarkan oleh kasih karunia Tuhan. Sungguh bahagialah kita karena dengan tidak meniadakan perbuatan baik, kita tetap diselamatkan oleh Tuhan oleh rahmat-Nya dalam permandian kita.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah tentang pembaptisan Yesus di sungai Yordan. Mulanya orang berpikir bahwa Yohanes adalah Mesias, tetapi Dia mengakui bahwa dirinya bukan Mesias. Dengan jujur, Yohanes mengatakan bahwa Dia membaptis dengan air untuk sebuah pertobatan. Yesus lebih berkuasa dan akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. Karena Dia lebih berkuasa maka Yohanes dengan rendah hati mengakui: “membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak”. Tuhan Yesus saat itu menunjukkan diri-Nya sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah. Ia berdoa sejenak kemudian di baptis oleh Yohanes. Pada saat itulah terjadi Epifani Allah atau penampakan Allah Tritunggal Mahakudus: “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Luk 3:21-22).

Apa makna pesta Pembaptisan Tuhan bagi kita saat ini?

Pertama, Pembaptisan Tuhan Yesus merupakan kesempatan yang membukan wawasan iman kita untuk mengimani bahwa Yesus juga dilantik menjadi hamba Allah. Penginjil Lukas bersaksi di bagian lain bahwa Yesus diurapi dengan Roh Kudus untuk mewartakan Injil kepada kaum miskin (Luk 4:18). Peristiwa ini menjadi masa baru bagi kita untuk menlayani sesama manusia dengan sukacita. Dalam masa pandemi ini, kita harus tetap menjadi garam dan terang bagi sesama manusia.

Kedua, Pesta ini menjadi sebuah epifani, atau penampakan Allah Tritunggal Mahakudus bagi kita semua. Allah adalah salah satu di antara kita. Allah sungguh merendahkan diri sehingga mengangkat kemanusiaan kita yang berdosa sehingga memiliki status baru sebagai Anak Allah. Allah yang kita Imani sungguh luar biasa, kita bangga memilikinya. Kita tidak perlu membela-Nya sebab Dia adalah pencipta dan pelindung kita.

P. John Laba, SDB