Homili Hari Minggu Prapaskah II/C – 2022

HARI MINGGU PRAPASKAH IIC
Kej. 15:5-12,17-18
Mzm. 27:1,7-8,9abc,13-14
Flp. 3:17-4:1
Luk. 9:28b-36

Memandang Kemuliaan Tuhan Yesus

Pada hari ini kita memasuki pekan kedua dalam masa Prapaskah. Kita telah meninggalkan pekan pertama prapaskah dengan fokus permenungan kita pada kemenangan Yesus atas godaan iblis di padang gurun. Ketiga jenis godaan itu adalah godaan akan harta duniawi yang fana, godaan akan kekuasaan dan godaan untuk berpansos demi mencari ketenaran atau popularitas. Tuhan Yesus memenangkannya dan kiranya ini menjadi teladan bagi kita semua sehingga dalam masa prapaskah ini, kita juga memenangkan berbagai macam godaan iblis di dalam hidup kita. St. Petrus mengingatkan kita: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1Ptr 5:8). Pertanyaannya adalah apakah kita sudah memenangkan pergumulan melawan kuasa iblis yang jahat?

Pada hari Minggu Prapaskah kedua ini kita dibantu untuk memandang Yesus dan kemuliaan-Nya. Sebagaimana dikisahkan oleh penginjil Lukas bahwa Tuhan Yesus mengundang ketiga murid intinya ke atas sebuah gunung untuk berdoa. Ketiga murid inti yang dimaksud adalah Petrus, Yohanes dan Yakobus. Urutan nama ketiga murid ini menarik perhatian kita karena biasanya disebutkan Yakobus baru Yohanes. Kiranya hal ini untuk melengkapi pikiran Lukas tentang pasangan Petrus dan Yohanes dalam perjalanan misioner mereka berdasarkan penuturan dalam tulisannya (Luk 22:8; Kis 3:1-10; 4:1-22 dan 8:14-25). Tujuan mereka naik ke atas gunung adalah untuk berdoa. Dalam suasana doa, ketiganya melihat Yesus berubah rupa (transfugurasi): wajah Yesus berubah, pakaiannya berubah menjadi putih berkilau-kilauan. Pada saat yang bersamaan muncul dua orang yang berbicara dengan Yesus yakni Musa dan Elia. Baik Musa maupun Elia, sama-sama mengungkapkan tujuan perjalanan ke Yerusalem dan penggenapannya. Yesus bereksodus ke Yerusalem untuk mewujudkan keselamatan bagi semua orang.

Suasana ini tentu menakutkan sebab merupakan pengalaman pertama para murid menyaksikan Yesus berubah rupa demikian. Dalam suasana ketakutan mereka tertidur. Pada saat mereka bangun mereka masih melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya bersama Musa dan Elia. Petrus sangat terpesona dengan pengalaman iman ini. Ia tak segan-segannya memandang kemuliaan Tuhan Yesus. Sebab itu ia berani berkata: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Luk 9:33). Petrus dengan keasliannya mau terus memandang kemuliaan Yesus. Hal yang menarik perhatian dalam kisah ini adalah pada saat para murid masuk ke dalam awan, mereka mendengar suara dari dalam awan: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” (Luk 9:35). Ketiga murid yang mengalami peristiwa transfigurasi ini berusaha menutup mulut tentang peristiwa Yesus. Ini adalah sebuah larangan langsung dari Yesus: “Dan murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapapun apa yang telah mereka lihat itu: Dan murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapapun apa yang telah mereka lihat itu.” (Luk 9:36).

Peristiwa transfigurasi di atas gunung merupakan sebuah peristiwa iman. Tuhan Yesus mengajak ketiga murid-Nya naik ke atas gunung untuk berdoa. Kiranya cocok dengan makna gunung, tempat tinggi adalah tempat yang menjadi simbol kehadiran Tuhan. Mereka memandang Yesus dengan kemuliaan-Nya merupakan sebuah peristiwa yang terjadi mendahului kemuliaan Kristus setelah paskah-Nya. Dia akan menderita, wafat dan bangkit dengan mulia pada hari ketiga. Sebelum terjadi semuanya ini, ketiga murid terpilih sudah mengalaminya terlebih dahulu meskipun masih harus dirahasiakan. Petrus dan teman-temannya melihat kemuliaan Tuhan Yesus. Ini kiranya menjadi kerinduan kita juga untuk melihat kemuliaan Tuhan Yesus Kristus pada saatnya nanti.

Pengalaman Yesus dan ketiga murid-Nya sebetulnya pernah terjadi juga dalam kehidupan Abram sebagaimana dilukiskan dalam bacaan pertama. Tuhan membawa Abram keluar dari rumahnya (bereksodus) mirip dengan Yesus membawa ketiga murid-Nya untuk naik ke atas gunung. Tuhan meminta Abram setelah berada di luar rumah untuk memandang ke atas langit dan menghitung semua bintang-bintang. Abram tentu tidak mampu menghitung jumlah bintang di atas langit. Ia mendapat sebuah janji Tuhan bahwa keturunannya akan serupa dengan bintang di langit. Ia pun percaya akan perkataan Tuhan ini sebagai suatu kebenaran. Abram adalah sosok yang dibenarkan oleh Allah karena imannya yang besar. Dia setia kepada kehendak Allah.

Baik Abram maupun Yesus sang anak Abram (Mat 1:1), sama-sama mengingatkan kita untuk berani bereksodus untuk melihat dan mengalami kemuliaan Tuhan. Abram keluar dari kemahnya untuk memandang kemuliaan Tuhan melalui ciptaan yakni bintang-bintang yang bertebaran di langit. Tuhan Yesus membawa para murid-Nya untuk naik ke atas gunung dan di sana mereka berdoa, menunjukkan iman kepada Yesus sehingga mereka dapat memadang kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Hidup kita sebagai pengikut Kristus, selama masa Prapaskah ini juga diajak untuk berdoa supaya melihat kemuliaan Allah dalam diri Yesus Kristus.

Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi mengingatkan kita bahwa sekarang kita rindu untuk memandang kemuliaan Tuhan seperti Petrus, Yohanes dan Yakobus. Bagi Paulus: “Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.” (Flp 3:20-21). Tuhan sendirilah yang akan mengubah tubuh kita yang fana menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia. Ini adalah kesempurnaan yang sekarang masih merupakan sebuah kerinduan.

Pekan kedua Prapaskah membuka jalan pertobatan bagi kita untuk melihat kemuliaan Tuhan. Ketiga murid yakni Petrus, Yohanes dan Yakobus hanya melihat Yesus seorang diri, yang berubah rupa, penuh kemuliaan di hadapan mereka. Hanya Tuhan saja yang akan mengubah tubuh kita yang fana ini menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia. Pertobatan yang radikal dapat membuka jalan untuk memandang kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Pertobatan yang terus menerus dapat dicapai dengan sempurna melalui doa dan kesempatan untuk mendengar Tuhan di dalam hidup kita. Rajinlah berdoa dan membaca Kitab Suci.

P. John Laba, SDB