Food For Thought: Santo Kejujuran

Santo ‘Kejujuran’

Mengakhiri hari ini saya berefleksi tentang santo ‘Kejujuran’. Tentu saja santo bukan dalam arti orang kudus tetapi bahwa kejujuran itu hal yang penting di dalam hidup kita. Anak-anak dari usia dini hingga dewasa tentu mendapat banyak nasihat tentang kejujuran. Saya mengingat Khalil Gibran (1883-1931). Penulis dan pelukis dari Lebanon ini pernah berkata: “Truth is a deep kindness that teaches us to be content in our everyday life and share with the people the same happiness.” (Kejujuran adalah sebuah kebaikan terdalam yang mengajarkan kita untuk bersyukur pada hidup kita sendiri dan membagi kebahagiaan tersebut dengan orang-orang). Saya sepakat dengan beliau. Kejujuran atau sikap jujur itu merupakan sebuah kebajikan terdalam yang harus dimiliki setiap orang. Orang yang hidup tanpa kejujuran tidak akan mendapatkan banyak sahabat, kecuali sesama orang tidak jujur, mereka yang sama mengenal yang sama.

Pada saat ini kita semua merasa bahwa kejujuran itu sangat mahal. Banyak orang baik harus berani melawan arus, dan terkadang mereka tersingkir karena terlalu ‘lurus’ hidupnya. Sementara mereka yang sama dan mengenal yang sama dalam hal ketidakjujuran berada di zona nyaman. Ketika mereka tersangkut kasus-kasus yang beraroma ‘tidak jujur’ dan terangkut hukum maka mereka cepat-cepat menjadi agamais. Penampilan mereka mendadak berubah seolah-lah mendekatkan diri pada Tuhan padahal hanya kamuflase semata. Ini sedang terang benderang di dalam masyarakat kita. Maka kita harus selalu mengingat bahwa kejujuran itu merupakan sebuah kebaikan terdalam.

Banyak di antara kita mungkin pernah mendengar nama Ajahn Brahm. Dia juga dikenal Ajahn Brahmavamso atau Peter Betts. Biksu aliran Theravāda kelahiran London, Inggris 7 Agustus 1951 pernah berkata: “Dunia akan jauh lebih bahagia dan sehat jika nilai kejujuran selalu dijunjung tinggi sehingga hukuman bila anda mengatakan kebenaran selalu jauh lebih ringan daripada bila anda berdusta. Satu-satunya cara untuk mencapai ini adalah dengan memberikan pengampunan, entah bagi perbuatan apa, selama kebenaran dinyatakan.” Bagi say aini juga menjadi jalan yang baik bagi kita semua. Hidup kita hanya sementara saja maka usaha untuk membahagikan diri dan membahagiakan sesama di dunia ini jauh lebih penting.

Apa yang harus kita lakukan?

Raja Daud adalah sosok yang mengajar kita untuk hidup jujur. Daud dengan segala kelebihan dan kekurangan, dia tetap dekat dengan Tuhan. Ia jujur dan menunjukkan diri apa adanya di hadirat Tuhan. Di dalam Kitab Mamzur, beliau jujur apa adanya kepada Tuhan. Ia berkata kepada Tuhan: “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: “Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,” dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.” (Mzm 32:5). Kejujuran Daud membuahkan pengampunan dari Tuhan. Daud mengkuinya di hadirat Tuhan: “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan yang tidak berjiwa penipu!” (Mzm 32:1-2). Inilah kehebatan Raja Daud, seorang pendosa yang jujur dan mendapatkan pengampunan berlimpah dari Tuhan.

Sambil memandang raja Daud, mari kita mengagumi dan menghayati ‘santo kejujuran’. Orang akan merasa takluk dari dirimu kalau anda memang orang jujur, meskipun selalu melawan arus. Anda boleh tersingkir tetapi kejujuranmu itu emas dan dapat mengubah hidup orang yang berada dalam kegelapan. Tetaplah hidup jujur dan anda akan memenangkan segalanya di mata Tuhan. Pertanyaan kita secara pribadi: “Apakah saya masih jujur dalam pikiran, perkataan dan perbuatan?”

P. John Laba, SDB