Homili Hari Raya Khabar Sukacita – 2024

HARI RAYA KABAR SUKACITA
Yes 7:10-14; 8:10
Mzm 40:7-8a,8b-9,10,11
Ibr 10:4-10
Luk 1:26-38

Kahabar sukacita kita

Pada hari ini kita merayakan hari Raya Santa Perawan Maria menerima khabar sukacita dari Malaikat Gabriel. Ini merupakan sebuah Hari Raya yang sebenarnya dirayakan pada tanggal 25 Maret silam, namun karena pada saat itu kita berada di dalam pekan suci, sehingga perayaannya diundur ke hari ini. Maka pada kesempatan ini saya mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Khabar Sukacita dan selamat mengalami misteri keselamatan. Santo Efrem pernah merenungkan peristiwa Khabar Sukacita ini sehingga ia berkata: “Biarlah perkataan Malaikat Gabriel dipegang teguh dalam pikiranmu karena tidak ada yang mustahil bagi Yang Agung Mulia ini, yang telah merendahkan diri-Nya bagi kita dan lahir dari kemanusiaan kita.”

Banyak di antara kita mungkin pernah mendengar perkataan santo Bernardus ini: “De Maria numquam satis”. Ucapam orang kudus pencinta Bunda Maria ini berarti “Tentang Maria tidak pernah ada kata yang cukup”. Saya sepakat dengan perkataan orang kudus ini. Setiap kali kita merenungkan sosok Santa Perawan Maria, bunda Yesus dan bund akita ini selalu ada kata atau pikiran baru untuk menghormatinya. Cobalah kita perhatikan kata-kata dalam Litani Santa Perawan Maria dari Loreto. Rasanya masih ada kata yang perlu ditambahkan karena terasa masih kurang. Itulah sosok Maria, ibunda Yesus yang kita kagumi sepanjang masa.

Kita semua mengenal kisah Maria menerima khabar sukacita dalam Injil Lukas. Tuhan memiliki inisiatif pertama untuk menyelamatkan manusia. Pada bulan keenam Allah mengutus malaikat Gabriel ke sebuah kota Bernama Nazaret kepada Maria, seorang perawan yang bertunangan dengan Yusuf dari keluarga Daud. Bagian ini tidak dapat dianggap sepeleh karena penginjil Lukas mau menjelaskan jati diri Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Ia hidup dalam ruang dan waktu. Ia memiliki hubungan dengan manusia yaitu Maria dan Yusuf keturunan Daud yang nantinya menjadi nenek moyangnya Yesus.

Malaikat adalah utusan Allah. Inisiatif pertama Allah ini juga nyata dalam cara malaikat Gabriel membangun komunikasi dengan Maria. Dia menyalami Maria: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” (Luk 1:28). Perkataan malaikat ini tentu bukan menjadi berita awal yang penuh sukacita bagi Maria. Perkataan ini justru membuat Maria penuh dengan tanda tanya, heran dan bergumul dengan dirinya, dengan Tuhan dan dengan Yusuf tunangannya. Ia menunjukkan semua ini dengan ‘terkejut’ dan bertanya dalam hatinya arti salam yang diucapkan malaikat itu. Malaikat Gabriel menunjukkan jati diri Tuhan yang meneguhkan dengan perkataan ‘jangan takut’ dan berbagai penjelasan yang meneguhkan. Sehingga Maria dapat percaya dan menerima perkataan Tuhan ini. Di sinilah kita melihat transformasi khabar sukacita dari keraguan menjadi penerimaan yang penih sukacita.

Pengalaman Maria adalah pengalaman kita semua. Masing-masing kita pernah bergumul dengan diri kita dan juga dengan sesama dan dengan Tuhan sendiri. Kita bergumul dengan melakukan discernmen tertentu untuk hidup, panggilan dan masa depan kita masing-masing. Kita mencapai keputusan yang baik dan benar karena Tuhan terlibat dalam keputusan kita. Apakah Tuhan terlibat dalam keputusan Maria? Perhatikanlah, ada sebuah kata kunci dari peristiwa khabar sukacita ini yakni kata ‘Fiat’ sebagai ekspresi ketaatan Maria kepada kehendak Tuhan. Tentu saja ungkapan Maria ini tidaklah mudah dalam ukuran manusiawi. Setelah Maria bergumul dengan dirinya sendiri di hadapan Tuhan dan di hadapan tunangannya Yusuf, ia lalu menunjukkan ketaatan dalam iman melalui perkataan ini: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Sekali berbicara, ia berkomitmen sampai tuntas untuk menjadi hamba Tuhan. Dia seorang ibu yang berpasrah kepada kehendak Allah dalam mendampingi Yesus sampai tuntas.

Saya mengingat sebuah perkataan santo Yohanes Paulus II: “Dari Maria kita belajar untuk berserah diri kepada kehendak Tuhan dalam segala hal. Dari Maria kita belajar untuk percaya bahkan ketika semua harapan tampaknya hilang. Dari Maria kita belajar untuk mencintai Kristus, Putranya dan Putera Allah!” Sosok Maria tetaplah sosok yang menginspirasi sepanjang zaman supaya semakin mengimani dan percaya kepada Kristus. Nilai-nilai kehidupan yang ditunjukkan Maria adalah keterbukaannya kepada Tuhan sungguh total. Itu sebabnya nabi Yesaya menulis: “Seorang perempuan muda akan mengandung”. Dialah Maria yang menerima khabar sukacita dan kita kenang pada hari ini. Dialah yang menunjukan kasih dan ketaatannya kepada kehendak Tuhan sepanjang zaman.

Saya menutup homili ini dengan mengutip perkataan Kardinal Timoty Dolan ini: “Kabar Sukacita adalah pengingat bahwa setiap kehidupan manusia adalah anugerah dari Tuhan, dan bahwa setiap orang memiliki peran yang unik dan tak tergantikan dalam rencana keselamatan-Nya.” Semoga perayaan Maria menerima Khabar Sukacita membuka mata dan hati kita supaya seperti Maria, kita berserah diri, untuk siap menjadi misionaris Khabar Sukacita (Injil) dalam melayani Tuhan yang hadir dalam diri sesama kita. Bunda Maria doakanlah kami, Amen.

P. John Laba, SDB