Homili 1 Agustus 2014

St. Alfonsus Maria de Liguori
Hari Jumat, Pekan Biasa XVII
Yer 26:1-9
Mzm 69:5.8-10.14
Mat 13:54-58

Tidak mau mendengar!

Fr. JohnPada suatu hari ada seorang ibu yang datang ke pastoran untuk berbicara. Ia merasa sulit sekali memahami anaknya yang masih remaja karena perilakunya berubah total. Sebelumnya dia adalah anak yang baik, ramah dan suka menolong. Pada saat ini dia berubah dan nyaman di dunianya sendiri. Ia lebih banyak berada di kamar untuk belajar sehingga jarang memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan orang tua. Ia juga lebih akrab dengan dunia maya yang nyaman di gadgetnya. Semakin lama ibu itu merasa bahwa anaknya itu tidak mau mendengarnya lagi. Saya mendengar dengan saksama penuturan ibu ini sambil membayangkan bahwa masalah anaknya itu sama dengan masalah banyak anak di hadapan orang tua di dalam keluarga masing-masing. Anak-anak remaja menimbulkan orang tua merasa tertekan, bingung harus berbuat apa karena banyak di antara mereka yang tidak mau mendengar orang tuanya, bermasalah di sekolah, membuat onar di dalam masyarakat. Orang tua boleh mencari jalan untuk mendidik mereka tetapi banyak yang belum berhasil.

Pengalaman anak di dalam keluarga ini mirip pengalaman bangsa Israel sebagai anak-anak Tuhan Allah. Orang-orang Israel pernah lupa akan kasih dan kebaikan Tuhan. Mereka tidak mau mendengar Tuhan sehingga selalu jatuh dalam dosa yang sama. Mereka menyembah berhala atau memiliki hati yang cenderung kepada dewa-dewi asing. Itu sebabnya Tuhan merancang malapetaka bagi mereka. Ia memanggil nabi Yeremia pada tahun 609 SM untuk menyadarkan umat Israel supaya bertobat. Tugas nabi adalah mengatakan apa adanya sesuai dengan perintah Tuhan. Dari situ akan muncul reaksi mereka, apakah menerima atau tidak menerima undangan pertobatan dari Tuhan. Kalau saja mereka bisa bertobat maka Tuhan akan mencabut kembali rancangan malapetaka. Pertobatan itu ditandai dengan kemampuan untuk mendengar Tuhan dan masing-masing di antara mereka mau berbalik kepada Tuhan. Sikap legowo seperti ini akan meluluhkan hati Tuhan sehingga Ia bisa menyesal dan membatalkan semua rancangan malapetaka.

Tuhan berkata kepada orang-orang Yehuda: “Jika kamu tidak mau mendengarkan Aku, tidak mau mengikuti Taurat-Ku yang telah Kubentangkan di hadapanmu, dan tidak mau mendengarkan perkataan hamba-hamba-Ku, para nabi, yang terus-menerus Kuutus kepadamu, tetapi kamu tidak mau mendengarkan maka Aku akan membuat rumah ini sama seperti Silo, dan kota ini menjadi kutuk bagi segala bangsa di bumi.” (Yer 26:4-6). Perkataan Tuhan ini menunjukkan betapa kerasnya hati manusia di hadiratNya padahal Tuhan senantiasa mengasihi mereka. Tuhan berkali-kali menyadarkan mereka untuk bertobat dengan mengutus para nabi bahkan PuteraNya sendiri tetapi manusia tetap tidak mau mendengarNya.

Ketika Yeremia menyampaikan rancangan Tuhan kepada mereka, para imam, para nabi dan seluruh rakyat menangkap Yeremia dan mengancam untuk membunuhnya karena berani bernubuat bahwa Yehuda juga akan hancur seperti rumah Tuhan di Silo dan kota Yerusalem juga akan hancur (Am 2:6-4:12; Hos 4:1-19; Mi 7:1-7). Kita tahu bahwa pada masa hakim-hakim dari Joshua hingga Samuel, Tabut Perjanjian berada di Silo, ibu kota Israel. Setelah Tabut Perjanjian direbut kembali dari tangan kaum Filistin maka tabut itu ditempatkan di Kiryat-Yearim selama dua puluh tahun (1Sam 6:1-21). Raja Daud memindahkannya ke rumah Obed Edom selama tiga bulan kemudian membawanya ke Yerusalem setelah anaknya Salomo berhasil membangun rumah Tuhan (2sam 6:10-11). Karena ketegaran hati Israel, sikap tidak taat, menyembah berhala dan berlaku tidak adil maka rumah Tuhan bahkan Silo sendiri hancur.

Orang-orang Israel tidak mendengar nubuat Yeremia ini dan mengancamnya: “Engkau harus mati.” (Yer 26:8). Yeremia menjadi prefigurasi Tuhan Yesus sendiri yang pernah mengatakan tentang hancurnya kota Yerusalem. Penginjil Matius melaporkan: “Sesudah itu Yesus keluar dari Bait Allah, lalu pergi. Maka datanglah murid-murid-Nya dan menunjuk kepada bangunan-bangunan Bait Allah. Ia berkata kepada mereka: “Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.” Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: “Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?” (Mat 24:1-3). Sama halnya dengan Yeremia, Yesus juga ditangkap, diadili dan dihukum mati. Para saksi palsu mengatakan bahwa Yesus hendak menghancurkan Bait Allah dan membangunnya kembali selama tiga hari (Mat 26:61). Mereka bingung padahal sebenarnya yang Yesus maksudkan adalah tubuhNya sendiri (Yoh 2:19-21).

Di dalam bacaan Injil Yesus mengalami penolakan di kampung halamanNya yakni Nazareth. Ia datang ke kampung halamanNya dan mengajar di dalam Sinagoga. Pada waktu itu orang heran akan segala hikmat yang dimilikiNya sehingga mempertanyakan sambil menolakNya. Dia hanyalah seorang tukang kayu dan seluruh keluargaNya juga dikenal. Pengalaman penolakan terhadap diriNya juga mirip dengan pengalaman Musa dan para nabi dalam Kitab Perjanjian Lama. Oleh karena itu Yesus tidak banyak membuat mukjizat di Nazareth. Ia menolak untuk melakukan tanda tertentu (Mat 12:38-39).

Dalam pengalaman hidup setiap saat, kita pun merasakan pengalaman Yeremia dan Yesus Kristus terutama ketika mewartakan Injil kepada sesama atau menunjukkan iman kita kepada sesama. Mungkin saja kita mengalami penolakan di dalam keluarga dan komunitas pada saat membagi pengalaman iman. Umat suka menjelekkan pastornya dengan mengatakan homili pastornya tidak menarik dan kurang berbobot, pastornya kurang bergaul dengan umat atau kalau bergaul pun hanya dengan orang tertentu. Di dalam komunitas religius pun demikian. Ada anggota komunitas yang tidak mau mendengar sehingga tidak bisa mentaati komunitas dan peraturan biara atau tarekat. Mari kita menggunakan telinga untuk mendengar dengan baik.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip St. Alfonsus Maria de Liguori yang hari ini kita rayakan pestanya: “Seluruh kesucian dan kesempurnaan jiwa terletak pada cinta kasih kepada Yesus Kristus, Tuhan kita, harta tertinggi dan penebus kita. Hanya padanya ada penebusan yang berlimpah.”

Doa: Tuhan, bantulah kami untul lebih banyak mendengar Engkau. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply