Homili Pesta St. Yakobus 25 Juli 2015

St. Yakobus, Rasul
2Kor. 4:7-15
Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6;
Mat. 20:20-28

Meninggalkan segalanya demi Kristus!

Fr. JohnSeluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Yakobus, rasul. Ia adalah putra Zebedeus, saudara Yohanes. Pekerjaan mereka adalah membantu sang ayah Zebedeus untuk membereskan jala di dalam perahu dan menangkap ikan. Tuhan Yesus melihat mereka bekerja sebagai nelayan dan memanggil mereka untuk menjadi penjala manusia. Mereka pun meninggalkan ayahnya, para pekerja dan juga pekerjaan mereka sendiri untuk mengikuti Yesus. Ada satu hal yang menarik perhatian kita di awal perjumpaan dengan Yesus yakni kemampuan Yakobus untuk meninggalkan segalanya, dalam hal ini meninggalkan Zebedeus, para pekerjanya dan profesinya sebagai nelayan untuk mengikuti Yesus dari dekat. Dia termasuk salah seorang murid inti Yesus. Kita mengingat peristiwa di Tabor, dalam peristiwa kebangkitan anak perempuan Yairus. Ia menjadi martir pertama di Yerusalem pada masa Herodes Agripa, sekitar tahun 44. Ada tradisi yang mengataan bahwa Yakobus pernah melayani di Spanyol sehingga jasadnya pun masih berada di Compostela.

Kemampuan meninggalkan segalanya untuk mengikuti Yesus bukanlah perkara yang mudah. Pada zaman ini sangat sulit kita menemukan orang-orang muda yang berani meninggalkan segalanya untuk mengikuti Tuhan Yesus. Saya memiliki sebuah pengalaman sebagai pembina para calon imam dan bruder dalam kongregasi kami Salesian Don Bosco. Peraturan komunitas disosialisasikan pada saat para postulan masuk dalam komunitas pembinaan awal. Misalnya setiap aspiran dan prenovis dilarang menggunakan gadget pribadi. Komunitas menyiapkan satu handphone untuk bisa dipakai bersama sekali seminggu yakni pada akhir pekan. Mereka semua setuju dan menandatangani peraturan itu namun kemampuan untuk meninggalkan masih sangat sulit. Ini hanya kemampuan untuk meninggalkan handphone bukan meninggalkan orang tua dan pekerjaan-pekerjaan tetapi sangat sulit bagi calon tertentu untuk meninggalkan barang-barang duniawi. Kalau seorang calon imam, biarawan dan biarawati tidak mampu meninggalkan hal-hal seperti ini maka ia akan mengalami kesulitan sebagai orang yang taat, miskin dan murni.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita pada pribadi Kristus yang mau kita ikuti dari dekat seperti St. Yakobus. Ketika Tuhan Yesus memanggil Yakobus untuk mengikuti-Nya dari dekat sebagai penjala manusia, ia tidak pernah berpikir akan hidup menyerupai Yesus Kristus yang diikuti-Nya. Ia masih memiliki ambisi untuk ikut berkuasa bersama Yesus. Ada semacam ambisi yang besar yang harus ia terima sebagai upah mengikuti Yesus. Itu sebabnya, ibundanya sendiri datang kepada Yesus untuk meminta supaya anak-anaknya memiliki posisi yang strategis di samping kiri dan kanan Yesus. Reaksi Yesus adalah menegur mereka dengan berkata: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepada-Nya: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.” (Mat 20: 22-23).

Reaksi dan jawaban Yesus ini mengoreksi cara hidup mereka yang penuh dengan ambisi-ambisi tertentu supaya menjadi pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Tuhan Yesus membuka pikiran mereka untuk mengerti rencana dan kehendak-Nya. Apa reaksi para murid yang lain? Mereka marah kepada Yakobus dan Yohanes. Namun, Tuhan Yesus dengan caranya tersendiri mengubah cara pikir mereka dengan berkata, “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat 20:25-28).

Tuhan mengubah seluruh hidup Yakobus. Ia berubah dari ambisi dirinya yang berlebihan menjadi pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Dia menjadi pemimpin yang melayani Yesus sampai tuntas. Ia meninggalkan semuanya bahkan nyawanya pun ia berikan kepada Kristus. Ia menjadi martir dan darahnya sebagai martir telah menjadi benih yang subur bagi iman kristiani. Apakah kita juga bisa menjadi lemah lembut dan rendah hati untuk melayani Tuhan dan sesama? Kita harus berani meninggalkan segalanya untuk lebih bebas melayani Tuhan.

Tentang hidup sebagai rasul, Paulus berkata, “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” (2Kor 4:7). Allah yang turut bekerja di dalam diri setiap rasul. Dialah yang memampukan mereka untuk bersaksi bahkan dalam saat-saat mereka menyerahkan nyawa untuk kemuliaan nama Tuhan. Rasul adalah dia yang diutus oleh Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan bukan pekerjaannya sendiri. Mereka diutus seperti anak domba diutus ke tengah-tengah serigala. Paulus berkata, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” ( 2Kor 4:8-9).

Apa yang menjadi kebanggaan seorang rasul dalam hidupnya? St. Paulus dengan tegas mengatakan kepada jemaat di Korintus, “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.” (2Kor 4:9-10). Dengan iman seorang rasul percaya akan kasih dan kemurahan Tuhan. Kasih yang paling agung adalah bahwa pada saatnya nanti Tuhan juga akan menganugerahkan kebangkitan mulia kepada mereka dan semua yang mendengar pengajaran mereka.

Pada hari ini kita belajar bagaimana meninggalkan segalanya untuk melayani Tuhan. Yakobus memberikan teladan hidupnya dengan meninggalkan segala-galanya bahkan nyawanya pun ia berikan karena kasih-Nya kepada Kristus. Yakobus membawa kematian Yesus di dalam tubuhnya yang fana supaya kehidupan Yesus menjadi nyata di dalam tubuhnya. Ia sudah menjadi serupa dengan Yesus sang Martir agung. St. Yakobus, doakanlah kami.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply