Homili 5 Januari 2017

Hari Kamis, Masa Natal
1Yoh 3:11-21
Mzm 100:1-2.3.4.5
Yoh 1:43-51

Belajar mengasihi lebih sungguh

St. Yohanes Bosco dikenal sebagai Bapak, Guru dan Sahabat kaum muda. Pada tanggal 10 Mei 1884 ia menulis sebuah surat yang dikenal dengan nama surat dari Roma. Di dalam surat itu Don Bosco mengisahkan mimpinya berjumpa dengan dua alumni oratori empat puluh tahun sebelumnya yakni Valfre dan Josef Buzzetti. Mereka bertiga sempat bertukar pikiran tentang situasi oratorium di mana anak-anak muda berkumpul pada masa muda Don Bosco hingga Don Bosco memasuki masa lansia. Bagi kedua alumni, situasi oratoriumnya berbeda. Semangat kekeluargaan dan persahabatan pada masa Don Bosco sudah berubah ketika sudah banyak pastor dan bruder Salesian hadir di oratorium. Don Bosco bertanya kepada mereka berdua, apa yang masih kurang dalam pelayanannya bersama para Salesian? Kedua alumni itu menjawab: “Biarkan orang-orang muda menyadari dan mengalami bahwa mengasihi itu bukan hanya dengan kata-kata belaka melainkan buatlah mereka sadar bahwa memang mereka dikasihi oleh para Salesian.” Mengasihi bukan dengan perkataan karena bisa jadi hanya kata-kata kosong, tetapi mengasihi dengan perbuatan nyata supaya orang mengalami kasih itu sendiri.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk belajar mengasihi dari Tuhan sendiri karena Tuhan adalah kasih. Dalam bacaan pertama Yohanes mengatakan kepada komunitasnya tentang perintah baru yang diajarkan Yesus yakni supaya kita semua saling mengasihi. Kita saling mengasihi itu sama saja dengan kita beralih dari maut ke dalam hidup. Bagi Yohanes, manusia senantiasa hidup dalam dua kutub yang berbeda yakni kutub kebaikan dengan berbagai perbuatan baik dan kejahatan dengan berbagai perbuatan jahat. Orang yang masuk kategori jahat karena dia tidak mampu mengasihi saudaranya. Orang baik selalu melakukan perbuatan baik dan mengasihi saudaranya. Maut adalah sahabat dari orang yang tidak mampu mengasihi saudaranya. Seorang yang membenci saudaranya masuk kategori seorang pembunuh.

Kasih yang sebenarnya berasal dari Tuhan Yesus Kristus. Dia menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi setiap pribadi, anda dan saya saat ini. Kristus mengasihi dengan memberi diri-Nya sampai tuntas bagi kita, kita pun belajar untuk memberi diri bagi sesama kita. Kasih yang sempurna dapat kita tunjukkan dengan berbagi apa yang menjadi milik kita dengan orang-orang yang sangat membutuhkan. Banyak orang hanya mampu mengatakan mengasihi tetapi tidak melakukan perbuatan baik kepada sesama saudaranya. Yohanes dengan tegas berkata: “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dalam perbuatan dan dalam kebenaran.” (1Yoh 3:18). Perkataan Yohanes menyadarkan kita semua yang sering mengobral kata-kata kasih sementara perbuatan kita jauh dari kasih Allah yang sebenarnya.

Yohanes juga mengatakan bahwa kita berasal dari kebenaran dan kita dapat menghadap Allah dengan hati yang tenang, sebab jika kita dituduh oleh hati kita, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita, dan mengetahui segala sesuatu. Melalui sakramen pembaptisan kita menyadari hidup kita sebagai bagian dari Kebenaran Sejati yakni Allah sendiri. Melalui Yesus Kristus kita semakin percaya akan kebenaran sebab Dia sendiri mengatakan diri-Nya sebagai kebenaran (Yoh 14:6).

Di dalam bacaan Injil kita semua dibantu juga untuk belajar makna kasih yang sebenarnya. Yohanes dalam Injil mengisahkan panggilan para murid perdana dalam komunitas Yesus. Ketika itu Yesus pergi ke Galilea. Di sana Ia menjumpai Filipus dan memanggilnya untuk mengikuti-Nya. Filipus antusias mendengar panggilan itu. Ia menjumpai Natanael (Bartolomeus) dan mengakui imannya. Ia berkata: “Kami telah menemukan yang disebut Musa dalam Kitab Taurat dan oleh Kitab Para Nabi yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” (Yoh 1:45). Ia pun mengajak Natanael untuk pergi dan melihat Yesus dan keberadaan-Nya.

Perjumpaan Yesus dengan Natanael merupakan perjumpaan kasih. Natanael mengalami secara langsung kasih Tuhan Yesus Kristus. Yesus berkata: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (Yoh 1: 47) Natanael heran dan mempertanyakan perkataan Yesus ini. Yesus memandangnya dengan penuh kasih dan berkata: “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” (Yoh 1:48). Pengalaman dikasihi Tuhan Yesus melahirkan iman yang murni. Natanael berkata: “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel” (Yoh 1: 49). Yesus membuka pikiran Natanael untuk memandang Yesus bukan dengan mata manusiawi saja tetapi memandang Yesus sebagai Tuhan yang penuh dengan segala kemuliaan-Nya.

Dialog penuh kasih antara Yesus dan Natanael ini sangat inspiratif bagi kita untuk menghayati kasih sejati, kasih yang benar dari Tuhan. Perkataan penuh kasih dari hati ke hati membangkitkan kepercayaan yang besar. Tuhan juga mengharapkan agar kita membangun peradaban kasih dengan tulus. Caranya adalah dengan belajar berbicara dari hati ke hati, penuh kepercayaan satu sama lain. Yesus memenangkan hati Natanael dengan perkataan penuh kasih dari hati ke hati. Kita juga dapat melakukannya bagi anak-anak, pasangan hidup, dan rekan-rekan serta mitra kerja kita. Hari ini kita belajar untuk mengasih dengan tulus seperti Tuhan sendiri.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply