Homili 4 Juli 2018

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XIII
Am 5:14-15. 21-24
Mzm 50: 7.8-9.10-11.12-13.16bc-17
Mat 8:28-34

Manusia bernilai di mata Tuhan

Pada pagi hari ini saya merenungkan sosok Tuhan Yesus yang berjumpa dengan dua orang yang kerasukan setan di Gadara. St. Lukas dalam Kisah Para Rasul menegaskan bahwa Tuhan Yesus selalu berkeliling sambil berbuat baik (Luk 10:38). Ia mencari dan menyelamatkan semua orang yang sakit, termasuk yang kerasukan setan. Dua orang yang dikisahkan di dalam bacaan Injil hari ini memang memiliki tingkat kerasukan yang sangat tinggi. Mereka sangat berbahaya dan tak ada seorang manusia biasa pun yang berani mendekati mereka. Dalam situasi seperti ini, Tuhan Yesus tidak membiarkan manusia tinggal dalam penderitaan dan kemalangan. Ia mencari, menemukan dan menyelamatkan manusia. Ia melepaskan manusia dari ikatan dan kuasa setan.

Apa yang Tuhan Yesus lakukan saat itu?

Penginjil Matius mengisahkan bahwa pada waktu itu Yesus mendekati dua orang yang kerasukan setan di Gadara. Kita akan melihat bahwa Kuasa ilahi mengatasi kuasa setan dan kuasa manusia. Setan takluk pada Yesus dan berkata: “Apakah urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah?Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?” Setan-setan ketakutan menghadapi Tuhan Yesus karena mereka tahu bahwa Yesuslah yang akan mengalahkan kuasa mereka pada akhir zaman. Pengakuan setan akan kuasa Yesus ini sangat positif bagi kita yang percaya kepada-Nya. Iman kita semakin teguh kepada-Nya. Kita pun semakin sadar bahwa Yesus memiliki kuasa ilahi yang menyelamatkan kita.

Terlepas dari kisah tentang perjumpaan Yesus dan setan yang dahsyat ini, satu kisah dibaliknya dan bagi saya menjadi kunci pesan Tuhan pada hari ini adalah Ia menghargai nilai hidup manusia melebihi segalanya. Dengan kata lain, manusia sungguh berharga di mata Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menaruh perhatian kepada manusia. Meskipun orang itu kerasukan setan tetapi Ia tetap menyelamatkan mereka. Ia membebaskan mereka dari ikatan setan dan mengikat mereka dengan diri-Nya sebagai Tuhan atas manusia. Setan-setan tidak meminta Yesus supaya mereka masuk ke dalam manusia yang lain di Gadara, tetapi masuk ke dalam babi-babi dan mereka tewas di dalam danau.

Kisah Injil ini membuka wawasan kita untuk belajar mengikuti teladan Tuhan Yesus. Ia menghargai nilai-nilai luhur manusia, bukan hanya orang baik saja tetapi yang jahat karena kuasa setan pun dihargai, diselamatkannya. Tentu saja mindset kita harus berubah untuk melihat siapapun di hadapan kita, memiliki nilai luhur. Manusia haruslah menjadi sesama bagi manusia yang lain. Kalau saja semua orang memiliki pemahaman seperti ini maka dunia kita tentu akan berbeda, akan menjadi lebih baik dari yang sekarang ini.

Apa yang harus kita lakukan?

Penulis Kitab Amsal dalam bacaan pertama memberi kepada kita arahan yang jelas untuk menjadi layak di hadapan Tuhan dan menghargai hidup mausia di sekitar kita:

Pertama, kita berkomitmen untuk selalu mencari yang baik dan menghindari yang jahat. Hanya dengan cara seperti ini kita memperoleh hidup. Banyak kali mungkin kita cenderung mencari yang jahat dan lupa berbuat baik. Hari ini kita berubah, dengan mencari yang baik dan menghindari yang jahat.

Kedua, kita berkomitmen untuk membenci yang jahat dan mencintai yang baik serta menegakkan keadilan. Komitmen semacam ini memang perlu dan harus! Kita tidak membenci orang yang jahat tetapi membenci kejahatannya. Kejahatan dapat dihapus dengan kasih dan keadilan.

Ketiga, Tuhan menghendaki ketulusan hati bukan kepalsuan hidup. Kurban persembahan bukanlah segalanya tetapi hati yang tulus iklas, yang tembus pandang untuk Tuhan. Komitmen kita adalah menjadi pribadi yang transparan di hadapan Tuhan dan sesama.

Ketiga hal ini dapatlah menjadi pintu masuk bagi kita untuk bersatu dengan Tuhan dan menghargai manusia sebagai sesama kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply