Homili 8 Maret 2014

Hari Sabtu Sesudah Rabu Abu

Yes 58: 9b-14

Mzm 86:1-2.3-4.5-6

Luk 5:27-32

 

Cinta kasih itu bersinar

Fr. JohnSaya pernah membaca sebuah tulisan di sebuah batu nisan sebuah kuburan keluarga nama semua anggota keluarga yang meninggal dan di bawah nama-nama itu terdapat kalimat: “Cinta kasih itu bersinar”. Saya merasa heran dan coba merenungkan kalimat ini. Saya sempat bertanya kepada salah seorang anggota keluarga dan ia hanya mengatakan bahwa kalimat itu adalah kesenangan ayahnya. Ia banyak kali mengatakan: “Cinta kasih itu bersinar terang”. Saya merasa bahwa kalimat sederhana ini memang memiliki makna yang mendalam. Hidup bersama di dalam keluarga dan komunitas itu adalah bagian dari rencana Tuhan Allah bukan hanya semata-mata keinginan manusiawi kita. Misalnya, Laki-laki (para suami) meninggalkan ayah dan ibunya untuk pergi dan bersatu dengan istrinya dan keduanya menjadi satu daging” Hal ini bisa terjadi karena Tuhan merencanakan dan menghendakinya.Suatu komunitas hidup religious bisa dibentuk oleh pribadi-pribadi pria dan wanita dengan latar belakang yang berbeda-beda karena Tuhan Allah yang menghendakinya. Allah adalah kasih dan kasihNya itu menyinari setiap pribadi. Cinta kasih adalah meterai di dalam hati setiap orang dan bersinar terang.

Tuhan berfirman melalui nabi Yesaya untuk mengingatkan umat Israel yang sedang berada di Babel supaya mengalami pertobatan rohani. Mereka perlu mengoyakan hati untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Cinta kasih itu dapat diwujudkan melalui perbuatan-perbuatan baik kepada semua orang. Perbuatan-perbuatan baik itu bersinar di dalam keluarga dan masyarakat. Tuhan berfirman: “Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu, dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitna, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kau inginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas, maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari” (Yes 58: 9b-10).

Berpuasa yang benar pertobatan rohani yang kita lakukan dengan meringankan beban hidup sesama bukan membebankan sesama. Banyak kali kita menindas sesama dengan kata-kata atau perilaku tertentu. Belenggu-belenggu penindasan inilah yang harus dilepas supaya sesama juga bertumbuh menjadi orang merdeka. Berpuasa itu berarti kita tidak mempersalahkan orang lain dan membenarkan diri sendiri. Ketika manusia pertama jatuh dalam dosa, apa yang mereka lakukan di hadirat Tuhan? Adam mengatakan bahwa buah yang dimakan itu pemberian dari wanita, wanita mengatakan buah itu diberikan oleh ular. Ketika orang mengaku dosa, banyak kali usaha membenarkan dirinya itu besar, seolah-olah tidak berbuat dosa. Misalnya, “Saya sebenarnya tidak marah tetapi karena sikapnya maka saya marah”. Berpuasa berarti menjauhkan diri dari memfitnah sesama. Lihatlah betapa mudahnya kita memfitnah atau mengatakan tentang orang lain yang tidak sebenarnya.

Tuhan Allah senantiasa memihak kepada orang yang menjadikan cinta kasih sebagai dasar hidupnya. Ia akan menuntun, memuaskan hati dan membaharui kekuatan orang tersebut. Demikian juga harapan Tuhan bagi Israel untuk melakukan pertobatan rohani supaya mampu mengasihi Tuhan dan sesama. Cinta kasih kepada Tuhan ditunjukkan dengan mematuhi perintah dan ketetapan Tuhan. Cinta kasih kepada Tuhan dan sesama itu bersinar melalui perbuatan-perbuatan baik, dan kepatuhan kepada kehendakNya. Cinta kasih kepada Tuhan bersinar melalui pertobatan yang terus menerus, berbalik hanya kepadaNya.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah pertobatan Lewi. Ia meninggalkan segalanya supaya bersatu dengan Yesus. Sebagai wujud kasihNya kepada Tuhan dan sesama maka Lewi mengadakan perjamuan syukur yang dihadiri oleh Yesus bersama para pemungut cukai dan kaum pendosa. Kisah ini menarik perhatian kita karena menunjukan cinta kasih Allah yang terus menerus dicurahkan kepada manusia. Yesus sendiri sebagai cinta kasih Allah selalu berjalan dalam lorong-lorong kehidupan manusia untuk menunjukkan kasihNya dengan memanggil dan menyelamatkan kaum pendosa. Pribadi seperti Lewi menjawabi kasih Tuhan dengan syukur dan berbuat baik kepada sesama dalam perjamuan.

Namun demikian tantangan bagi kita adalah sikap Farisi juga selalu menghantui hidup kita. Orang-orang Farisi hanya melihat para pemungut cukai dari aspek pekerjaan tanoa melihat bahwa pribadi manusia itu memiliki keluhuran atau martabat di hadirat Tuhan. Dalam masa pra paskah ini kiranya kita beralih dari hidup sebagai orang Farisi modern, yang penih dengan kemunafikan menjadi pribadi yang bertobat, polos dan tulus kepada Tuhan dan sesama.

Doa: Tuhan, terima kasih aku mengucapkan kepadaMu. Bantulah aku untuk bisa bertobat dengan benar sehingga layak merayakan keselamatan kami di hari Paskah. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply