Homili Hari Minggu Palma/A – 2017 (Injil Sebelum Perarakan Palma)

Hari Minggu Palma/A
Sebelum Perarakan Daun Palma
Mat 21:1-11

“Tuhan memerlukannya dan akan segera mengembalikannya” (Mat 21:3)

Pada hari ini kita memasuki Pekan Suci. Kita memulainya dengan merayakan Hari Minggu Palma untuk mengenang sengsara Tuhan Yesus Kristus. Dalam hal ini, Tuhan Yesus Kristus memasuki kota Yerusalem supaya menggenapi misteri Paskah-Nya. Kita semua mengawali perayaan Misa Hari dengan sebuah Antifon Pembuka yang bagus dari bacaan Injil: “Hosana Putra Daud, terpujilah Yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel! Hosana sembah sujud” (Mat 21:9). Yesus dipuji dan disembah sebagai anak Allah Yang Mahatinggi.

Saya mengajak kita semua untuk kembali membaca Injil Matius sebelum perarakan daun Palma ke dalam Gereja dan merenungkannya. Dikisahkan bahwa Yesus dan para murid-Nya sedang berjalan menuju ke Yerusalem. Mereka meninggalkan Betania tempat tinggal para sahabat-Nya yakni Lazarus yang dibangkitkan, Marta dan Maria menuju ke Yerusalem dengan melewati sebuah kampung bernama Betfage, dekat bukit Zaitun. Di tempat ini, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya untuk mendahului mereka ke sebuah kampung di depan mereka untuk mengambil seekor keledai betina yang sedang diikat dan di dekatnya juga terdapat anak keledai. Ia menyuruh mereka untuk melepaskannya dan membawa keledai itu kepada-Nya. Ia berpesan bahwa kalau ada orang yang bertanya kepada mereka, jawabannya adalah “Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya”.

Mengapa Yesus memilih untuk mengendarai seekor keledai betina bukan hewan yang lain? Alasan pertama adalah karena tindakan Yesus ini untuk menggenapi perkataan nabi dalam Kitab Suci: “Katakanlah kepada Putri Sion: Lihat, Rajamu datang kepadamu! Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda”. Alasan kedua, Keledai adalah hewan yang sering dipakai untuk menjadi simbol kebodohan. Orang yang membuat kekeliruan tertentu akan mengatakan dirinya serupa keledai. Yesus meskipun anak Allah, Ia rela merendahkan diri-Nya menjadi serupa dengan seorang hamba. Ia bahkan wafat di kayu salib. Tindakan Yesus ini menunjukkan jati diri Allah yang merendahkan diri-Nya di hadapan manusia ciptaan-Nya yang berdosa.

Keledai tunggangan itu tiba di tempat di mana Yesus berada. Para murid mengalasinya dengan pakaian mereka lalu membiarkan Yesus menungganginya. Orang banyak yang melihat kejadian itu merentangkan pakaian di jalan, memotong ranting pohon dan menyebarkannya di jalan. Mereka yang berjalan bersama Yesus berkata: “Hosanna bagi Anak Daud! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan! Hosanna di tempat yang mahatinggi.” Perjalanan dari Betfage melewati puncak bukti Zaitun, turun hingga memasuki kota Yerusalem. Banyak orang bersukacita dan berteriak kegirangan “Hosanna!”. Kota Yerusalem bahkan menjadi gempar sehingga semua orang bertanya: “Siapakah orang ini?” Pertanyaan ini dijawab dengan jelas: “Inilah Nabi Yesus dari Nazaret di Galilea”.

Mungkin saja satu pertanyaan yang muncul di kalangan orang banyak adalah: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46). Sebuah pertanyaan penuh keraguan namun sudah dijawab dengan sendirinya oleh Yesus dan kehadiran-Nya di atas dunia. Dia datang untuk melakukan kehendak Bapa, yakni menyelamatkan semua orang. Kini saatnya Dia memasuki Paskah-Nya dengan menderita, sengsara hingga wafat dan pada hari ketiga bangkit dari kematian-Nya. Kebangkitan Kristus mengalahkan maut. Ia memberi hidup baru kepada manusia.

Bacaan Injil hari ini juga membicarakan satu aspek yang indah dari Yesus untuk menyelamatkan manusia. Penginjil Matius mengisahkan bahwa Yesus mengutus dua orang murid untuk mengambil seekor keledai betina dan apabila ada orang yang bertanya maka jawabannya adalah: “Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya” (Mat 21:3). Apa yang terlintas dalam pikiran kita? Tuhan Yesus adalah Anak Allah namun Ia rela menjadi miskin, rela mengosongkan diri-Nya hingga wafat di kayu salib untuk menyelamatkan manusia.

Tuhan Yesus menunjukkan satu sikap “Anak Allah, dalam hal ini Allah sendiri mau meminjam dari manusia” untuk menyelamatkan semua manusia. Allah yang memiliki segala-galanya mau mengosongkan diri menjadi miskin. Dalam kemiskinan-Nya, Ia meminta manusia untuk berbagi dengan-Nya. Kita mengingat episode kehidupan Yesus, selalu dengan meminjam pada manusia. Ketika dilahirkan di Bethlehem, Yesus meminjam sebuah kandang hewan dan tempat makan ternak sebagai tempat untuk dibaringkan (Luk 2:7). Ia meminjam perahu untuk duduk dan mengajar (Mat 13: 2). Yesus meminjam lima roti jelai dan dua ekor ikan dari seorang untuk memberi makan kepada banyak orang (Yoh 6:9). Ia meminjam seekor keledai untuk memasuki kota Yerusalem (Mat 21:3). Ia juga meminjam kubur untuk tinggal dalam perut bumi selama tiga hari (Mat 27:59-60).

Kata kuncinya adalah: “Tuhan membutuhkannya dan Ia akan segera mengembalikannya”. Tuhan membutuhkan pelayanan dari pemilik keledai. Tuhan membutuhkan pelayanan anda dan saya. Meskipun hal itu sederhana, kecil dan tak bernilai di mata manusia namun “Tuhan membutuhkannya dan akan segera mengembalikannya”. Semua ini selalu terjadi sepanjang hidup kita. Apakah kita bersedia melayani Tuhan dengan sepenuh hati? Kita juga belajar supaya apa yang kita pinjam, kita juga siap untuk mengembalikan tepat pada waktunya sebagaimana dilakukan Yesus.

Tuhan Yesus meminjam apa yang merupakan kepemilikan manusia sebagaimana dicontohkan di atas untuk mengatakan bahwa kita pun meminjam segala sesuatu dari Tuhan. Untuk itu kita belajar untuk berbagi dengan sesama yang lain. Kita memulai dalam keluarga kita masing-masing, dalam komunitas dan kelompok kategorial dan teritorial kita. Kita diingatkan pada hari ini untuk berani berbagi hidup kita, bakat dan kemampuan kita untuk sesama dan demi kemuliaan nama Tuhan. Mari kita bertanya kepada Tuhan Yesus selama pekan suci ini: “Tuhan, apa yang engkau butuhkan dari diriku?”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply