Homili 12 April 2017

Hari Rabu, Pekan Suci
Yes 50:4-9a
Mzm 69:8-10.21-22.31.33-34
Mat 26:14-25

Tuhan adalah Penolongku

Penulis surat kepada umat Ibrani menginspirasikan permenungan saya hari Rabu Pekan Suci ini: “Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Ibr 13:6). Tuhan Allah memang menjadi andalan utama sepanjang hidup kita. Segala pertolongan kita hanya datang dalam nama-Nya. Pertolongan Tuhan juga selalu tepat pada waktunya. Kita mengingat perkataan Tuhan Yesus seperti ini: “Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Tuhan tetap menjadi satu-satunya andalan dalam hidup kita.

Pada Hari Rabu, Pekan Suci ini kita mendengar kisah ketiga tentang Hamba yang menderita. Hamba yang menderita ini bersyukur kepada Tuhan karena Ia telah memberi kepadanya lidah sebagai seorang murid. Lidah adalah anugerah Tuhan baginya untuk memberi semangat kepada sesama yang letih lesu. Hamba yang menderita juga bersyukur karena memiliki telinga untuk mendengar sebagai seorang murid. Ia bersyukur memiliki telinga sebab itu ia tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Ia juga mengaku memberi punggungnya kepada orang-orang yang memukulnya dan memasang pipinya bagi mereka yang hendak mencabut janggutnya. Hamba yang menderita itu tidak menyembunyikan mukanya ketika akan dinodai dan diludahi.

Pengakuan hamba yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya ini memang luar biasa. Ia menunjukkan semangat memberi diri karena kasih setianya sebagai hamba kepada tuannya. Ia menunjukkan semangat rela berkorban dan semangat ini menjadi sempurna dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Ia datang ke dunia untuk melakukan kehendak Bapa bukan kehendak-Nya sendiri. Gambaran hamba yang menderita ini adalah prototype kehidupan Yesus sebagai Hamba Yahwe yang menderita. Apa yang terjadi pada-Nya? Ia memiliki lidah untuk mengajar dengan kuasa dan wibawa. Ia memiliki telinga untuk mendengar Bapa. Ia mewujudkan perutusan-Nya dengan menderita, sengsara,wafat di kayu salib. Pada hari ketiga Ia bangkit dari kematian.

Hal yang menarik perhatian dari sang Hamba yang menderita juga membuka wawasan kita bahwa segala penderitaan yang dialaminya adalah kesempatan baginya untuk membuka diri kepada Tuhan. Sebab itu ia selalu percaya bahwa Tuhan pasti menolongnya sehingga ia pun tidak mendapat noda. Ia meneguhkan hatinya seperti gunung batu sebab ia yakin tidak akan mendapat malu. Allah menolong hambanya dan tidak seorang pun yang dapat mengatakan bahwa ia bersalah.

Pengalaman Hamba yang menderita juga menjadi pengalaman setiap pribadi yang menderita demi kebaikan sesama manusia. Banyak orang berjuang untuk memberi dirinya sampai tuntas karena kasih yang besar kepada sesamanya. Sebab itu dalam situasi yang sulit sekali pun ia akan tetap berjuang, siap menderita demi kebaikan sesama. Pengalaman ini menjadi sempurna karena ada sebuah harapan besar kepada Tuhan bahwa Dialah satu-satunya yang memberi pertolongan kepada manusia. Sebab itu nama Tuhan patut dipuji dan disembah selamanya.

Raja Daud berdoa dalam Kitab Mazmur begini: “Karena Engkaulah ya Tuhan, aku menanggung cela, karena Engkaulah noda meliputi mukaku. Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku, menjadi orang asing bagi anak-anak ibuku; sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku, dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpah aku” (Mzm 69: 8-10).

Dalam bacaan Injil kita mendengar dua kisah yang menarik perhatian kita. Kisah pertama tentang Yudas Iskariot dan aktivitasnya sebagai seorang pengkhianat. Ia pergi kepada para imam kepala untuk mengutarakan maksudnya supaya dapat menyerahkan Yesus kepada mereka. Para imam kepala memberinya tiga puluh uang perak. Ia lalu mencari kesempatan untuk menyerahkan Yesus. Kita dapat membayangkan situasi konunitas Yesus ini dengan pengalaman hamba Yahwe yang menderita. Ia menderita karena orang-orang dekatnya. Yesus dikhianati oleh Yudas selaku bendahara pilihan Yesus. Ia selalu mencari kesempatan untuk menyerahkan Yesus. Pikirkanlah hidup pribadi kita masing-masing. Di hadapan Tuhan kita harus mengakui bahwa banyak kali kita menjual Tuhan Yesus kepada orang lain. Ada sesama yang murtad, semakin menjauh dari Tuhan karena pengalaman penderitaan dan kemalangan. Kita juga selalu mencari-cari kesempatan untuk menjual sesama kita sehingga hidup mereka terancam, menjadi sasaran kebencian orang lain.

Kisah yang kedua adalah tentang perjamuan malam terakhir. Ini menjadi kesempatan di mana Tuhan Yesus mengungkapkan Paskah-Nya. Di hadapan mereka Ia berkata: “Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Mat 26:21). Perkataan Yesus ini memang menghebohkan komunitas-Nya. Hati mereka bersedih dan saling bertanya satu sama lain: “Bukan aku, Tuhan?” (Mat 26:22). Perbincangan antara Yesus dan para rasul-Nya menunjukkan bahwa kehidupan Yudas Iskariot itu tidak jauh berbeda dengan para murid yang lain. Sebab itu ketika Yesus mengatakan bahwa salah satu di antara mereka akan menyerahkan-Nya, mereka semua menjadi sedih dan bertanya apakah mereka masing-masing berlaku demikian.

Yesus menunjukkan kebijaksanaan-Nya dengan tidak menuding salah satu di antara mereka semua. Ia hanya berkata: “Dia yang bersama-sama mencelupkan tangan ke dalam pinggan akan menyerahkan Aku. Celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan” (Mat 26: 23-24). Yudas Iskhariot akhirnya bersuara juga: “Bukan aku, ya Rabi?” (Mat 26:25). Yesus berkata: “Engkau telah menyatakannya” (Mat 26:25).

Banyak kali kita juga masuk kategori Yudas Iskhariot modern. Kita semua hidup sebagai orang katolik yang biasa-biasa sama seperti komunitas Yesus. Mereka juga tidak pernah mencurigai Yudas Iskhariot sebagai pengkhianat karena selalu menunjukkan kebersamaan dengan mereka. Namun ia menggoncangkan seluruh komunitas Yesus sebagai pengkhianat. Kita mungkin ikut bertanya “Bukan aku, Tuhan?” Atau mungkin kita serupa Yudas Iskhariot yang hanya melihat Yesus sebagai manusia biasa: “Bukan aku, ya Rabi?” Kalau kita mengasihi Tuhan Yesus maka pengakuan iman kita selalu tertuju kepada Tuhan Allah Bapa di Surga. Kalau kita tidak mengasihi Yesus maka pengakuan iman kita hanya sebatas Dia sebagai Rabi saja, tidak lebih dari itu. Tetap Gereja mengajarkan kita bahwa Yesus adalah satu-satunya Tuhan dan juru selamat kita. Dialah Hamba yang menderita demi keselamatan kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply