Homili Hari Kamis Putih – 2017

Hari Kamis Putih – Mengenang Perjamuan Tuhan
Kel 12:1-8.11-14
Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
1Kor 11:23-26
Yoh 13:1-15

Ikut mewartakan wafat Tuhan!

Kita mengenang Perjamuan Tuhan dalam perayaan Ekaristi malam hari ini dengan sebuah Antifon Pembuka yang sangat inspiratif: “Kita harus bangga akan salib Tuhan kita Yesus Kristus: pohon keselamatan, kehidupan dan kebangkitan kita, sumber penebusan dan pembebasan kita” (Gal 6:14). Pikiran kita semua diarahkan pada Pribadi Tuhan Yesus Kristus. Sambil memandang Kristus, kita mengungkapkan rasa bangga kita akan salib-Nya. Salib Kristus adalah pohon keselamatan kita. Manusia pertama telah jatuh karena memakan buah pohon pengetahuan akan yang baik dan jahat, Yesus Kristus adalah Manusia Baru yang memanggul pohon kehidupan dan keselamatan kita. Yesus Kristus menderita, sengsara, wafat dan bangkit dari kematian. Kita pun ikut serta dalam kehidupan dan kebangkitan-Nya. Yesus Kristus memikul salib untuk menebus dan membebaskan kita dari ikatan dosa.

Pada Hari Kamis Putih ini kita mengenang Tuhan Yesus merayakan Ekaristi bersama para murid-Nya. Kita menyebutnya sebagai malam perjamuan terakhir. Sebuah perjamuan yang penuh dengan kekaraban, persaudaraan dan kekeluargaan. Perjamuan yang menjadi tanda penyerahan diri Tuhan Yesus seutuhnya, tanda kasih yang tuntas bagi manusia. Dalam perjamuan malam terakhir ini, Tuhan Yesus membentuk tiga kenangan hidup yakni pertama, tindakan kasih dan pelayanan. Yesus membasuh kaki para murid-Nya. Demi cinta kasih-Nya, Yesus rela merendahkan diri dengan membasuh kaki para murid-Nya. Tindakan-Nya ini sekaligus menantang mereka dan kita semua saat ini untuk bertindak sebagai pribadi yang rendah hati dan suka melayani. Kedua, Ekaristi kudus. Tuhan Yesus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur. Ia mengorbankan diri-Nya bagi kita semua. Ketiga, imamat. Kita mengenang Yesus sebagai Imam Agung dengan merayakan Ekaristi dan dengan pelayanan kasih kepada saudari dan saudara kita semua.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada perayaan Ekaristi ini mengantar kita untuk memahami perjamuan sebagai sebuah kenangan akan Yesus Kristus dan segala pengorbanan-Nya di salib. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah perjamuan paskah dalam dunia perjanjian lama. Mulanya pesta paskah memiliki satu kekhasan yakni mempersembahkan anak domba kepada Tuhan sebagai hasil panen permulaan. Perjamuan paskah kemudian dikenang sebagai peringatan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Firaun di Mesir. Setiap tahun bangsa Israel mengenang saat pembebasan ini dengan memakan daging anak domba. Ini menjadi sebuah kenangan bagaimana Allah sungguh mengasihi bangsa Israel.

Apa yang terjadi saat itu? Tuhan Allah berbicara kepada Musa dan Harun di tanah Mesir untuk menetapkan perjamuan paskah. Tuhan menetapkan bulan pertama bagi segala bulan dalam satu tahun. Pada tanggal sepuluh bulan pertama, segenap keluarga bangsa Israel menagmbil seekor anak domba jantan, tidak bercela, dan berumur satu tahun. Kalau tidak ada domba maka kambing pun boleh. Anak domba dikurung sampai tanggal empat belas dalam bulan pertama dan disembeli pada senja hari. Darah anak domba atau kambing dioles pada pintu, ambang atas rumah, tempat orang makan dan minum. Mereka memakan dagingnya yang dipanggang, roti yang tidak beragi dan dengan sayuran pahit.

Cara mereka makan dalam perjamuan ini adalah pinggang mereka terikat, kaki bersepatu, sambil memegang tongkat di tangan. Mereka harus makan cepat-cepat. Ini adalah paskah bagi Tuhan. Tuhan memperingati orang-orang Mesir dengan membunuh anak sulung manusia dan hewan. Semua dewata Mesir akan mendapat hukuman dari Tuhan. Ini adalah hari peringatan bagi bangsa Israel dan dirayakan turun temurun. Paskah menjadi sebuah perjamuan bersama untuk mengenang keselamatan yang Tuhan berikan kepada bangsa Israel. Tuhan menunjukkan kasih karunia-Nya kepada mereka dan kasih karunia ini hendaknya dikenang turun temurun.

St. Paulus dalam bacaan kedua membagi pengalaman imannya kepada jemaat di Korintus. Ia mengaku menerima dari Tuhan Yesus sendiri kenangan akan perjamuan malam terakhir. Paulus mengisahkan kepada mereka bahwa Tuhan Yesus sendiri pada malam perjamuan terakhir, saat Ia akan diserahkan, mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkan roti itu sambil berkata: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu; perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku!” Menurut Paulus, sesudah mereka makan, Tuhan Yesus mengambil cawan dan berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dalam darah-Ku. Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku”. Paulus menutup pesannya dengan berkata: “Setiap kali kamu makan roti ini dan minum dari cawan ini, kamu mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang”.

Pikiran kita dibuka oleh Santu Paulus untuk menjadikan Ekaristi sebagai sebuah kenangan hidup. Kita merayakan Ekaristi secara meriah dengan mendengar Sabda dan menerima Tubuh dan Darah Kristus. Ekaristi menjadi tanda kita mengenang kasih Kristus yang tiada batas-Nya bagi kita. Maka tugas kita adalah ikut serta mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang. Perjamuan ekaristi saat ini menjadi permulaan bagi ekaristi abadi di surga. Paulus sungguh membuka wawasan kita bahwa Ekaristi adalah paskah Kristus sendiri. Ekaristi mempersatukan kita sebagai saudara dan mempersatukan kita dengan Tuhan Allah.

Dalam bacaan Injil kita semua memandang Yesus yang menunjukkan kasih-Nya sampai tuntas kepada kita. Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya maka Ia sekarang menunjukkan kasih-Nya sampai tuntas kepada mereka. Apa yang Yesus lakukan sebagai tanda kasih sampai tuntas? Ia duduk dan makan bersama dengan para murid-Nya. Ia bertindak sebagai Imam Agung yang merayakan perjamuan bersama mereka. Pada saat yang sama Yesus juga menjadi abdi yang siap melayani manusia yang rapuh. Ia berlutut di depan para murid dan membasuh kaki mereka. Kasih menjadi sempurna dan selalu dikenang dalam pelayanan.

Apa harapan Yesus? Ia mengasihi sampai tuntas bukan dengan berkata-kata tetapi dengan perbuatan yang nyata. Sebab itu Ia berkata: “Mengertikah kamu apa yang Kuperbuat kepada-Mu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Nah, jika Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberi teladan kepadamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13: 12-15).

Mari kita belajar dari Yesus yang datang untuk mengasihi kita sampai tuntas. Ia menunjukkan kasih-Nya melalui pelayanan yang nyata. Kita juga mengenangnya dalam peryaaan Ekaristi sebagai perayaan paskah kita saat ini. St Paulus berkata: “Yesus Kristus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” (Flp 2:6-10). Yesus seperti ini yang mesti kita wartakan sepanjang hidup sampai Ia sendiri datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply