Food For Thought: Keheningan bathin yang teratur

Keheningan hati

Pada malam hari ini saya bertamu di rumah seorang sahabat. Saya memperhatikan beberapa bingkai yang digantung di dinding ruang tamu. Mata saya tertuju pada sebuah bingkai dengan gambar St. Theresia dari Kalkuta. Ada tulisan di bawah gambar orang kudus ini: “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.”

Saya coba merenungkan kembali perkataan orang kudus modern ini. Berdoa berarti kita mengangkat hati dan pikiran kita hanya kepada Tuhan. Dia mengasihi kita tanpa batas. Sebab itu butuh keheningan hati untuk berdoa. Maka tepatlah dikatakan Bunda Theresa bahwa buah dari keheningan adalah doa. Doa itu dapat mengubah segala sesuatu di dalam hidup kita. Hanya dengan doa maka kita akan bertumbuh dalam iman. Iman adalah anugerah cuma-cuma dari Tuhan. Kita membalas iman sebagai anugerah ini dalam cinta kasih. Cinta kasih bukan hanya sekedar semboyan tetapi menjadi nyata dalam pelayanan. Barangsiapa melayani dalam Tuhan akan mengalami dan memberikan damai titipan Tuhan kepada sesamanya. Rentetan kata-kata: keheningan, doa, iman, kasih dan pelayanan adalah mata rantai yang tidak dapat dilepaskan. Semuanya ada dalam satu ikatan mata rantai yang sama.

Thomas A. Kempis dalam “De imitation Christi” menulis begini: “Berulang kali hati kita menjadi tidak tenteram apabila kita menginginkan sesuatu secara tidak teratur. Orang yang sombong dan yang kikir tidak pernah tenteram hatinya, tetapi orang yang berjiwa miskin serta rendah hati hidup dalam damai sepenuhnya. Orang yang belum dapat menyangkal dirinya sendiri dengan sungguh-sungguh, akan segera tergoda dan terkalahkan dalam hal-hal kecil dan tidak berarti. Barang siapa masih lemah dalam hal kerohanian dan masih agak lekat kepada kenikmatan daging serta masih cenderung kepadanya, akan sukar melepaskan diri dari keinginan-keinginan duniawi. Oleh karena itu, akibatnya ia akan merasa susah, bila mana ia harus melepaskan barang sesuatu, dan perasaannya pun akan mudah tersinggung apabila seseorang merintanginya.” (VI:1).

Hal terpenting di sini adalah berusaha untuk memiliki sikap lepas bebas, tidak melekat pada harta duniawi yang dapat menghalangi relasi kita dengan Tuhan. Banyak orang masih suka menikmati halangan untuk berelasi dengan Tuhan. Seharusnya sikap lepas bebas mematangkan hidup rohani kita di hadirat Tuhan.

Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip Konfucius, seorang Filsuf Tiongkok yang berkata begini: “Keheningan adalah sahabat sejati yang tidak akan pernah mengkhianati.” Milikilah keheningan untuk berjumpa dengan Tuhan.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply