Homili 30 Oktober 2018

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXX
Ef. 5:21-33
Mzm. 128:1-2,3,4-5
Luk. 13:18-21

Tunduklah dan kasihilah!

Pada hari ini saya mencoba untuk menghapus file-file lama di dalam laptop saya. Saya membuka file tentang pernikahan dan menemukan sebuah kutipan indah dari seorang penulis dan wartawan berkebangsaan Amerika, namanya Mignon McLaughlin. Dalam ‘The Complete Neurotic’s Notebook’ (1981), beliau menulis: “Pernikahan yang sukses adalah pengalaman jatuh cinta sering kali, dan selalu terhadap orang yang sama.”Saya tersenyum sendiri dan mengatakan dalam hati, “Benar juga kata-kata jurnalis Amerika ini. Ketika seorang yang menikah, hidup bersama dengan pasangannya, meskipun banyak perbedaan di antaranya, namun ia berusaha untuk selalu jatuh cinta dengan orang yang sama maka pasangan itu akan tetap bahagia, bahkan bahagia selamanya.” Memang, jatuh cinta yang benar bukan pada saat pasangan suami dan isteri masih berpacaran, jatuh cintah yang benar terjadi pada saat mereka sudah menikah, tinggal dalam satu rumah, tidur bersama dalam satu kamar tidur dan ranjang yang sama. Disitulah masing-masing orang akan menunjukkan keasilan mereka. Semua topeng dengan sendirinya akan terlepas. Mereka sama-sama akan berkata, “Asli lho… dan tersenyum!”

Santu Paulus melanjutkan wejangannya yang sangat bermakna bagi jemaat di Efesus. Ia berusaha untuk mengambil contoh-contoh yang nyata, mudah dimengerti bagi jemaat supaya mereka juga mengerti relasi mereka sebagai manusia dengan Tuhan Yesus sendiri. Ketika ia menjelaskan relasi antara jemaat sebagai Gereja dengan Tuhan Yesus, ia mengatakan: “Rahasia ini sungguh besar!” Mengapa Paulus mengatakan relasi antara jemaat dan Kristus sebagai rahasia yang sungguh besar? Ia memulai wejangannya dengan mengundang mereka untuk memiliki kebajikan kerendahan hati, artinya saling merendahkan diri dan bertakwa kepada Tuhan Yesus Kristus. Pasangan suami dan istri, mereka yang tidak menikah haruslah memiliki kebajikan kerendahan hati dan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.

Selanjutnya Paulus mulai mengamanatkan pesannya kepada kaum wanita yang menjadi istri. Ia meminta mereka untuk tunduk kepada suaminya, seolah-olah kepada Tuhan. Istri yang terbaik selalu mendengar dengan baik suaminya, mematuhinya dan dengan sendirinya mencintainya sampai tuntas. Relasi antara isteri dengan suami yang ditandai dengan ketundukan, kepatuhan atau ketaatan ini hendaknya menjadi nyata juga dalam relasi antara Gereja dengan Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus adalah kepala Gereja dan penyelamat bagi Gereja. Gambaran sederhana ini memang hanya dapat dipahami oleh orang yang benar-benar beriman dan takwa kepada Tuhan.Tanpa iman orang tidak akan menerima dan melakukannya di dalam hidup mereka.

Bagaimana dengan para suami? St. Paulus mengingatkan para suami untuk mengasihi istrinya sampai tuntas seperti ia mengasihi dirinya sendiri. Suami yang setia mengasihi istrinya yang patuh kepadanya ini sama dengan hal yang Tuhan Yesus lakukan bagi Gereja-Nya. Tuhan Yesus mengasihi jemaat dengan menyerahkan diri, menguduskan, menyucikannya dengan air dan sabda-Nya. Yesus Kristus sebagai Tuhan kita menempatkan jemaat atau Gereja di hadirat-Nya dalam keadaan yang cemerlang, tanpa cacat, kerut, tetapi dalam keadaan yang kudus dan tanpa cela. Maka para suami dalam berelasi dengan isterinya, ia tidak hanya menerima ketundukan, kepatuhan, ketaatan dari sang istri tetapi sang suami juga bertugas untuk mengasihinya. Mengasihi setiap hari dengan istri yang satu dan sama. Ia menyerahkan diri, menguduskan dan menyucikan istrinya. Dengan demikian baik suami maupun istri sama-sama hidup dalam kekudusan, tanpa cacat dan cela.

Relasi yang intim ini menjadi nyata dalam kebersamaan para suami dan istri di dalam keluarga. Suami mengasihi istrinya seperti ia mengasihi tubuhnya sendiri. Suami tidak pernah membenci tubuhnya. Suami merawat tubuhnya mengasuhnya maka ia pun hendaknya melakukan hal yang sama dengan pasangan hidupnya. Mengapa? Sebab sang suami sudah meninggalkan ayah dan ibunya, pergi dan bersatu dengan istrinya dan keduanya menjadi satu daging saja. Maka kasih suami dan istri itu sama dengan kasih antara Tuhan Yesus dengan Gereja-Nya. Hanya orang-orang yang beriman yang mampu membangun relasi ini menjadi indah dan hidup dalam keluarga katolik. Tunduklah dan kasihilah sebagai suami dan istri.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply