Homili 6 Februari 2019 (Injil untuk Daily Fresh Juice)

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-IV
Peringatan Wajib St. Paulus Miki
Ibr. 12: 4-7,11-15
Mzm. 103:1-2,13-14,17-18a
Mrk. 6:1-6

Berpikir Positif itu perlu dan harus

Saya senang untuk menggunakan judul renungan pada hari ini yakni berpikir positif itu perlu dan harus. Masing-masing kita secara pribadi memang perlu dan harus berpikir positif sebab dengan berpikir positif kita dapat menjadi pribadi yang lebih sehat rohani dan jasmani, lebih fokus pada pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan kepada kita, selalu melihat hal-hal yang terbaik di dalam diri sesama, kita lebih percaya diri, mampu mengambil keputusan yang tepat dan lain sebagainya. Kalau saja kita berpikir negatif maka kita akan salah dalam berpikir, berkata dan bertindak. Itu sebabnya saya mengatakan bahwa berpikir positif itu perlu dan harus kita lakukan sepanjang hidup ini.

Ada dua sosok yang menginspirasi saya untuk memperdalam renungan pada hari ini. Sosok pertama adalah Zig Ziglar. Beliau adalah seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat (1926-2012). Beliau pernah berkata: “Dengan berpikir positif akan membiarkan anda melakukan segala sesuatu lebih baik daripada berpikir negatif”. Saya sepakat dengannya karena kita akan mendapat keuntungan dalam berpikir, berkata dan bertindak. Dengan berpikir negatif kita hanya hidup dalam alam kekecewaan dan ketidakpuasan. Sosok kedua adalah Norman Vincent Peale. Beliau adalah seorang Pastor dan penulis berkebangsaan Amerika Serikat (1898-1993). Inilah perkataan beliau: “Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir positif bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama.” Dua pendapat dan pikiran yang menginspirasi bagi kita semua tentang indahnya berpikir positif.

Hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil tentang pengalaman pribadi Yesus yang dapat melatih kita untuk berpikir positif terhadap Tuhan dan sesama. Dikisahkan oleh Penginjil Markus sebelumnya bahwa Tuhan Yesus melakukan dua mukjizat yang menakjubkan yaitu membangkitkan anak perempuan Yairus dan seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan di seberang danau Galilea. Kini Dia meninggalkan tempat ini dan berangkat ke gunung, tepatnya di kampung halaman-Nya yaitu Nazareth. Para murid-Nya mengikuti Dia. Mungkin ada di antara mereka yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di Nazaret. Kita mengingat Natanael yang berkata kepada Filipus tentang Yesus: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46). Bagi mereka orang-orang Nazaret memang jauh di gunung dan masih ketinggalan di bandingkan dengan daerah sekitar danau Galilea yang lebih maju karena sebagai pusat perniagaan.

Pada hari Sabat Tuhan Yesus yang sudah dikenal di seluruh Galilea masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar di sana. Yesus yang sebelumnya mereka kenal ternyata sekarang tampil beda. Mereka tidak hanya mendengar dari perkataan orang, tetapi sekarang mereka melihat dan mendengar secara langsung semua perkataan-Nya. Mengherankan dan menakjubkan adalah dua kata yang tepat dari pihak mereka bagi Yesus. Ini tentu bagi mereka yang berpikir positif tentang Yesus. Tetapi pada saat yang sama mereka juga berpikir negatif tentang Yesus. Inilah perkataan yang menunjukkan bagaimana mereka berpikir negatif terhadap Yesus: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.” (Mrk 6:2-3). Lihatlah wujud nyata proses berpikir negatif orang-orang sekampung halaman-Nya. Mereka menilai Yesus dari masa lalu yang sudah mereka kenal. Dia bukan seorang yang berpendidikan tinggi maka dari mana Ia memperoleh hikmat yang begitu tinggi. Ia tukang kayu dan seluruh keluarga-Nya mereka kenal. Wujud nyata berpikir negatif kepada orang lain adalah hanya melihat orang dari aspek eksternalnya saja.

Proses berpikir negatif terhadap Yesus berdasarkan masa lalu, keluarga dan pekerjaan menandakan bahwa orang-orang Naazaret itu tidak percaya kepada-Nya. Mereka meremehkan-Nya hanya dengan memandang keluarga dan pekerjaan-Nya. Yesus mengerti dan peduli dengan orang-orang sekampung halaman-Nya. Ia tidak marah, hanya merasa heran karena mereka memiliki telinga tetapi tidak mendengar dan memiliki mata tetapi tidak melihat. Mereka tidak percaya kepada-Nya. Maka reaksi Yesus nyata dalam perkataan-Nya: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Yesus pun tidak membuat satu mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dan memberi berkat kepada mereka.

Marilah kita memeriksa bathin kita. Kita semua tidak lebih baik dari orang-orang Nazaret yang sudah mengenal Yesus. Kita mengakui diri kita sebagai orang katolik, menerima sakramen-sakramen di dalam Gereja tetapi belum percaya sepenuhnya kepada Yesus. Mungkin saja ada di antara kita yang aktif di Gereja, suka menyumbang untuk Gereja, dekat dengan pastor dan berpikir itu sudah cukup. Belum cukup! Bagi mereka yang merasa cukup itu tidak lebih baik dari orang-orang Nazaret. Kita harus benar-benar menjadi Kristen, artinya menjadi seperti Kristus kecil di tengah dunia. Hidup Yesus Kristus haruslah menjadi hidup kita. Percumalah merasa diri sebagai pengikut Kristus tetapi hidup pribadi kita jauh dari Tuhan Yesus Kristus. Kita jauh dari Tuhan Yesus Kristus karena selalu berpikiran negatif dan berprasangka buruk terhadap sesama.

Pada hari ini kita belajar untuk berpikir positif terhadap Tuhan dan sesama manusia. Berpikirlah seperti Tuhan memikirkanmu, pasti semuanya positif. Mengasihilah seperti Tuhan mengasihimu, pasti kasih itu sejati. Jadilah pengikut Kristus yang tahan banting, mungkin saja anda sendiri tidak dihargai orang sekampungmu. Ingat, Yesus sudah mendahului pengalamanmu itu. Kuatkanlah hatimu. Nah, apakah anda sudah berpikir positif hari ini?

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk tetap teguh dalam iman, harapan dan kasih kamu kepada-Mu dan supaya kami juga memiliki pikiran-pikiran positif di dalam hidup kami. St. Paul Miki dan kawan-kawannya, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply