Homili 7 Juni 2019

Hari Jumat, Pekan Paskah ke-VII
Kis. 25:13-21
Mzm. 103:1-2,11-12,19-20ab
Yoh. 21:15-19

Kasih Yesus mengubah hidup kita

Saya pernah mengikuti sebuah ibadah Oikumene. Pastor yang membawakan Sabda Tuhan memulai kotbahnya dengan sebuah pertanyaan sederhana, bunyinya: “Apakah arti anda mengasihi Yesus?” Semua umat terdiam, ada yang sempat berbisik-bisik tetapi tidak ada yang berani menjawab langsung pertanyaan sang Pastor itu. Untuk menjaga situasi baik dan ketenangan dalam ruangan itu maka sang Pastor melanjutkan pembicaraannya. Ia mengatakan: “Saya yakin bahwa anda juga mengasihi Yesus seperti yang saya alami secara pribadi. Mengasihi Yesus tidak bisa dengan setengah hati. Mengasihi Yesus harus serupa dengan Dia yang mengasihi kita sampai tuntas (Yoh 13:1). Ini memang sebuah prinsip penting dalam hidup Kristiani. Orang Kristen berarti Kristus kecil di tengah dunia ini. Artinya anda dan saya yang sudah dibaptis haruslah menjadi serupa dengan Tuhan Yesus dalam segala hal: pikiran, perkataan dan perbuatan yang mampu mengubah hidup sesama yang lain. Kasih Yesus mengubah hidup kita.” Semua umat yang hadir mulai tersenyum dan mengarahkan perhatian mereka kepada pembicaraan sang Pastor. Saya selalu mengingat pengalaman Oikumene ini. Penjelasan sang pastor sangat sederhana namun menggugah hati banyak umat yang hadir untuk mengasihi Yesus sampai tuntas. Mereka memiliki kesan yang positif setelah pendengar kotbah pastor.

Pada hari ini kita mendengar kisah lanjutan dari kehidupan Santu Paulus. Ia benar-benar menjadi tawanan di Yerusalem karena kasihnya yang besar kepada Yesus lebih dari yang lain. Sebuah kasih yang menuntut kesaksian bahwa Ia sudah wafat dan hidup kembali, yang bagi orang-orang yang tidak percaya akan menolaknya secara total. Lukas dalam Kisah para rasul menceritakan perseteruan antara kubu kaum Saduki dan Farisi di Yerusalem. Orang-orang Saduki tidak percaya pada kebangkitan orang yang sudah meninggal dunia, tidak percaya kepada malaikat dan roh. Kaum Farisi sebaliknya, mereka percaya kepada kebangkitan orang yang sudah meninggal dunia, percaya kepada adanya malaikat dan roh. Posisi Paulus di sini tepat yakni sebagai seorang Farisi (Kis 26:5) yang percaya akan kebangkitan badan, malaikat dan roh. Perseteruan antara kedua kubu sungguh terjadi sehingga Paulus harus dijebloskan kembali ke dalam penjara. Alasannya ia tetap konsisten mengakui bahwa Yesus sudah wafat dan sudah bangkit dari kematian-Nya.

Selanjutnya Lukas mengisahkan tentang kisah Paulus ditahan di kota Kaisarea. Pada saat itu Raja Agripa dengan Bernike mengadakan kunjungan kehormatan kepada Festus, Gubernur di Kaisarea dan sekitarnya. Ini menjadi kesempatan bagi Festus untun menceritakan tentang perkara Paulus kepada Raja Herodes Agripa. Herodes Agripa I (10 SM – 44 M) adalah raja yang menguasai daerah Yudea. Beliau adalah cucu dari raja Herodes Agung, putera Aristobulus IV dan Bernike. Ia lahir dengan nama asli Marcus Julius Agrippa. Lukas menyebutnya Herodes dalam Kisah Para Rasul 12 (“Herodes Agripa” atau Ἡρώδης Ἀγρίππας. Sejarahwan Flavius Yosefus mengenalnya sebagai “Agripa Agung” yang menyuruh orang untuk membunuh rasul Yakobus dan memenjarakan rasul Petrus.

Festus bercerita bahwa ada seorang bernama Paulus ditahan pada masa pemerintahan Gubernur Feliks. Ia ditahan di Yerusalem untuk diadili dengan dakwaan tertentu dari pihak imam-imam kepala dan tua-tua orang Yahudi. Sebagai seorang Romawi, Festus memiliki prinsip: “Bukanlah kebiasaan pada orang-orang Roma untuk menyerahkan seorang terdakwa sebagai suatu anugerah sebelum ia dihadapkan dengan orang-orang yang menuduhnya dan diberi kesempatan untuk membela diri terhadap tuduhan itu.” (Kis 25:16). Tuduhan para imam dan tua-tua Yahudi bukan soal kejahatan tertentu tetapi hanya selisih paham soal agama mereka. Ini dalil dari Paulus: Yesus sudah wafat dan bangkit kembali. Ia sudah hidup kembali. Festus mendengar dan merasa ragu dengan dalil yang dikenakan kepada Paulus. Pada akhirnya Paulus pun naik banding dan tetap berada dalam tahanan.

Kisah Paulus ini menunjukkan sebuah kisah cinta kepada Yesus yang tak berujung pangkal. Sebuah kisah cinta yang total kepada Yesus, tanpa ada syarat apapun. Paulus menunjukan bahwa Ia mengasihi Yesus sampai tuntas dan melebihi segala apapun. Ia bahkan tidak menyesal berada di dalam penjara karena kasih dan kesaksian tentang kebangkitan Yesus.Paulus memiliki masa lalu namun Tuhan Yesus mengubahnya sehingga ia mampu mengasihi Yesus lebih dari segalanya.

Dalam bacaan Injil kita mendengar pengakuan kasih dari Petrus kepada Yesus. Petrus sebelumnya sudah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, kini ia harus membaharui komitmen kasihnya bahwa ia mengasihi Yesus ‘lebih dari’ supaya menjadi semakin serupa dengan Yesus sang gembala baik. Memang tugas sang gembala adalah menjadi serupa dengan Yesus gembala sejati, siap berkorban, menderita bagi domba-dombanya. Petrus punya masa lalu yang gelap, tetapi setelah membaharui komitmennya kepada Yesus maka ia mengasihi dan mengikuti Yesus sampai wafat sebagai martir seperti Yesus. Ia sendiri pernah dipenjarakan oleh Herodes Agripa karena kasihnya kepada Yesus.

Pada hari ini kita berjumpa dengan dua sosok inspiratif. Petrus dan Paulus memang memiliki masa lalu yang gelap di hadapan Yesus. Namun kasih Yesus telah mengubah hidup mereka menjadi baru dan kini mereka sama-sama mengasihi Yesus sampai tuntas dan mengasihi Yesus lebih dari segalanya. Bagaimana dengan kita? Apakah kasih Yesus juga mengubah hidup kita saat ini? Dengan iman kita harus berani berkata: “Kasih Yesus sungguh mengubah hidup kita”.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply