Homili 12 Juni 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-X
2Kor. 3: 4-11
Mzm. 99:5,6,7,8,9
Mat. 5:17-19

Kesetiaan kepada Kristus

Apakah anda adalah pribadi yang setia? Ini adalah sebuah pertanyaan yang selalu muncul dalam hidup kita. Bagi saya, ini sebuah pertanyaan yang membantu kita untuk berefleksi tentang relasi dengan Tuhan dan sesama. Perlu diingat bahwa sebuah relasi entah dibangun jarak dekat atau jarak jauh memang sangat membutuhkan sebuah kesetiaan yang besar. Tanpa sebuah kesetiaan maka relasi itu hanya kebohongan saja. Banyak pasangan suami dan istri gagal dalam hidup perkawinan mereka karena kesetiaan bukan menjadi prioritas mereka. Padahal kesetiaan itu dapat mengantar mereka kepada kebahagiaan. Banyak imam, biarawan dan biarawati gagal di dalam panggilannya karena mereka tidak setia dalam menghayati janji imamat, juga kaul-kaul kebiaraan yang tidak lain adalah nasihat-nasihat Injil Tuhan Yesus Kristus. Kesetiaan itu mahal namun harus dihayati dengan sepenuh hati.

Pada hari ini kita mendengar kembali lanjutan Kotbah Tuhan Yesus dibukit. Pada kesempatan itu, Ia mengatakan kepada para murid-Nya bahwa Ia datang untuk menggenapi bukan meniadakan kitab Taurat dan Para Nabi. Kata yang penting di sini adalah kata “menggenapi”. Dalam Bahasa Yunani menggenapi adalah πληρωσαι (plêrôsai), dari kata πληροω (pleroô). Dalam bahasa Ibrani kata menggenapi adalah לְמַלּאת (lemalot). Sebab itu, menggenapi berarti Tuhan Yesus yang empunya hukumlah yang melakukannya dengan penuh atau sempurna. Selanjutnya Tuhan Yesus menjelaskan bahwa sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi (Mat 5:18). Satu ιωτα – iôta adalah huruf Ibrani “yod” artinya “titik/garis kecil” atau “qots”, artinya “duri” atau “garis kecil.” Huruf ini dalam tulisan Ibrani sering ditiadakan. Namun bagi Yesus, tidak ada yang ditiadakan.

Yesus langsung memberikan alasan mengapa sampai satu iota pun perkataan dalam Kitab Suci tidak dapat dihilangkan. Bagi orang yang meniadakan atau tidak mengajarkan perintah Taurat maka dia akan mendapat tempat yang paling rendah dalam Kerajaan Surga. Tentu akan berbeda dengan orang yang melakukan dan mengajarkan perintah Taurat. Dia akan mendapat tempat yang lebih tinggi di dalam Kerajaan Surga.Perkataan Tuhan Yesus ini sekaligus membuka wawasan kita untuk setia kepada Tuhan. Tanda kesetiaan kepada Tuhan adalah dengan patuh dan taat kepada kehendak Tuhan dan melakukan semua perintah-printah-Nya dengan cinta kasih yang besar. Di sini kita belajar dari Tuhan Yesus yang setia melakukan kehendak Bapa di surga. Kita semua diarahkan ke jalan yang sama untuk melakukan kehendak Tuhan dan melakukan perintah-perintah-Nya.

Mengapa kesetiaan itu sulit? Kesetiaan itu sulit karena orang masih kesulitan untuk mendengar dengan baik. Sebenarnya, ketika orang mendengar dengan baik, ia dapat mematuhi dengan baik. Ketika orang mematuhi dengan baik, ia juga dapat mengasihi dengan sepenuh hati. Ketika orang mampu mengasihi, dengan sendirinya ia dapat menunjukkan kesetiaan dalam hidupnya. Mari kita kembali ke dalam hidup kita secara pribadi dan bertanya lagi apakah saya setia atau tidak setia. Kita akan menemukan saat-saat penuh kesetiaan ketika kita mampu mendengar, mematuhi dan mengasihi. Kita tidak setia dalam komitmen di saat kita sulit untuk mendengar, sulit untuk mematuhi dan tentu sulit mengasihi. Maka kalau anda dan saya mengalami kesulitan dalam hal kesetiaan hidup maka kembalilah ke saat-saat yang membuat kita merasa setia di dalam hidup ini.

Dalam bacaan pertama, kita mendengar pengalaman rohani santu Paulus dalam hal kesetiaan untuk melayani dalam Roh. Mula-mula ia menunjukkan keyakinannya yang besar kepada Allah Bapa oleh Yesus Kristus Putera-Nya. Ia merasa bahwa untuk menjadi pribadi yang setia dalam pelayanan itu memang tidaklah mudah. Dia dan rekan-rekannya malah merasa tidak sanggup untuk memperhitungkan pelayanan yang ada sebagai pekerjaan pribadi mereka. Ia merasa justru dapat setia dalam pekerjaan yang ada karena merupakan pekerjaan Allah. Artinya, Allah sendiri yang memampukan Paulus dan rekan-rekannya menjadi pelayan perjanjian baru. Bagi Paulus, perjanjian Baru adalah Roh bukan perjanjian berdasarkan hukum tertulis. Hukum tertulis itu hanya mematikan sedangkan perjanjian dalam Roh itu menghidupkan. Kesetiaan dalam melayani karena kuasa Roh.

Pada hari ini kita mengalami kekuatan baru dalam Tuhan. Ia menghendaki kita untuk hidup dalam nuansa kesetiaan, terutama kesetiaan dalam karya dan pelayanan-pelayanan kita. Sebab itu berusahalah untuk setia sampai mati. Tuhan Yesus saja setia sampai mati.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply