Homili 29 April 2020

Hari Rabu Pekan III Paskah
Peringatan Wajib St. Katarina dr Siena
Kis. 8:1b-8
Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a
Yoh. 6:35-40

Percayalah kepada Yesus

Pada hari ini kita semua mengenang St. Katarina dari Siena. Saya sendiri berusaha untuk membaca ulang sepotong tulisannya ‘Dialog tentang Penyelenggaraan Ilahi’ di dalam buku Brevir. Saya menemukan kata-kata yang menggambarkan bagaimana ia berusaha merasakan dan melihat Tuhan dalam hidup rohaninya. Ada kalimat yang sangat inspiratif bagi saya: “Engkau bagaikan misteri yang dalam sedalam lautan; semakin aku mencari, semakin aku menemukan, dan semakin aku menemukan, semakin aku mencari Engkau. Tetapi, aku tidak akan pernah merasa puas; apa yang aku terima menjadikanku semakin merindukannya. Apabila Engkau mengisi jiwaku, rasa laparku semakin bertambah, menjadikanku semakin kelaparan akan terang-Mu.” Masih banyak hal rohani yang sangat bermakna di dalam tulisan ini. Saya mengingat sebuah episode di dalam hidupnya, di mana ia bertanya kepada Yesus, “Di manakah Engkau, Tuhan, ketika aku mengalami cobaan yang begitu mengerikan?” Yesus menjawab, “Puteri-Ku, Aku ada dalam hatimu. Aku membuatmu menang dengan rahmat-Ku.” Katarina jujur, transparan dalam mengasihi Yesus. Dalam masa Paskah ini kita patut meniru teladan para kudus seperti santa Katarina dari Siena ini. Hidupnya yang hanya 33 tahun saja, tetapi ia benar-benar berfokus pada Tuhan yang lebih dahulu mengasihinya.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan diskursus Yesus tentang Roti Hidup di dalam rumah ibadat di Kapernaum. Sebelumnya Yesus meminta orang-orang di dalam rumah ibadat supaya percaya kepada-Nya sebagai Roti Hidup. Ia mengatakan kepada mereka bahwa barang siapa yang datang kepada-Nya ia tidak akan lapar lagi, barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan haus lagi. Dua kata penting yang langsung berhubungan dengan hidup kita sebagai pengikut-Nya. Pertama, kita sungguh-sungguh Kristen kalau kita datang kepada Yesus dan tinggal bersama-Nya. Kita tinggal bersama-Nya dan Dia akan mengenyangkan kita secara rohani. Pikiran kita tertuju kepada Ekaristi sebagai kesempatan untuk dikenyangkan Yesus oleh tubuh dan darah-Nya. Kita percaya kepada-Nya maka di dalam hidup kita akan mengalir aliran-aliran air hidup. Roh Kudus-Nya akan tercurah dan membaharui hidup kita. Setiap kehausan akan hilang dan lenyap.

Masalahnya adalah ketidakpercayaan manusia kepada Tuhan Yesus. Pada saat itu orang boleh melihat secara langsung Tuhan Yesus, menyaksikan tanda-tanda tetapi mereka tidak percaya kepada-Nya. Tepatlah perkataan ini: “Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.” (Mat 13:14-15). Ketika seorang keras hati maka dia tidak mampu melihat dan mendengar dan dengan demikian tidak mampu mengasihi. Banyak di antara kita memiliki perilaku seperti ini.

Tuhan Yesus tetap berusaha untuk mengalihkan focus mereka kepada-Nya. Sebab itu Ia mengatakan bahwa semua orang yang diberikan Bapa kepada-Nya akan datang kepada-Nya, dan barang siapa datang kepada-Nya tidak akan dibuang oleh-Nya. Ia datang untuk melakukan kehendak Bapa yakni membangkitkan mereka yang datang kepada-Nya pada akhir zaman. Hidup kekal adalah jaminan bagi mereka yang melihat, percaya dan mengasihi-Nya. Tantangan bagi kita adalah kita memang sudah dibaptis namun kemampuan kita untuk rendah hati dan berpasrah kepada Tuhan belumlah cukup. Berbagai mukjizat kehidupan kita alami namun hati kita tertutup kepada Tuhan. Perkataan Yesus ini membukakan hati dan budi kita untuk terbuka dan merasakan kehidupan kekal yang dijanjikan Tuhan. Dengan melihat Yesus kita dapat memperoleh hidup abadi.

Apa yang harus kita lakukan?

Banyak kali kita mengalami hidup yang keras. Komunitas Gereja perdana sempat mengalami masa keemasan di mana mereka sehati dan sejiwa. Cinta kasih dan keberpihakan menjadi bentuk kesaksian bahwa mereka orang Kristen. Tetapi penderitaan tidak dapat dihindari. Stefanus, seorang diakon yang saleh, penuh dengan Roh Kudus menjadi martir pertama. Ini menjadi awal penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Gereja perdana porak poranda dan mereka harus tersebar ke Yudea dan Samaria. Sosok yang mau menghancurkan jemaat adalah Saulus. Namun Tuhan punya rencana yang berbeda. Jemaat yang tersebar di mana-mana tetap teguh mewartakan Injil. Ini yang tidak sempat di sadari Saulus bahwa biji gandum itu jatuh ke tanah akan hidup. Atau Tertulianus yang mengatakan bahwa darah para martir adalah benih bagi iman kristiani.

Diakon Filipus adalah sosok inspiratif yang mewartakan Injil di Samaria. Banyak orang percaya dan menerima pemberitaan diakon ini. Apa yang dilakukannya? Banyak orang yang kerasukan roh jahat menjadi sembuh, orang-orang lumpuh dan orang timpang juga disembuhkan dalam nama Yesus. Peristiwa-peristiwa ini menambah sukacita di dalam nama Yesus yang bangkit dan diwartakan Gereja perdana.

Pada saat ini situasi kita mirip Gereja perdana. Di banyak tempat ada banyak Saulus baru yang masih menganiya jemaat. Pikirkan radikalisme agama-agama, larangan membangun rumah ibadah, larangan beribadah. Ini ada karena masih ada Saulus masa kini. Di masa covid-19 banyak di antara kita juga merasakan krisis iman yang luar biasa. Ada yang bertanya-tanya apakah Tuhan mengijinkan semua ini bagi anak-anak-Nya? Saya kembali ke jawaban Yesus kepada St. Katarina dari Siena: “Puteri-Ku, Aku ada dalam hatimu. Aku membuatmu menang dengan rahmat-Ku.” Yesus akan tetap mengasihi kita dengan memberi tubuh-Nya yang kudus sebagai Roti Hidup sekarang dan selamana. Maka kita percaya kepada-Nya. Semakin percaya kita akan mengasihi-Nya sebagaimana Ia mengasihi kita sampai tuntas.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply