Homili 21 Oktober 2019

Hari Senin, Pekan ke-XXIX
Rm. 4:20-25
MT Luk. 1:69-70,71-72,73-75
Luk. 12: 13-21

Belajar Menepati Janji

Setiap orang pasti pernah mengikat perjanjian dengan orang lain atau suatu lembaga tertentu. Sebuah perjanjian, entah tertulis atau lisan menuntut sebuah komitmen pribadi untuk melakukannya dengan baik dan sempurna. Sikap tidak berkomitmen pada sebuah perjanjian tertulis dan lisan menggambarkan sikap pribadi yang tidak konsisten terhadap pribadi atau lembaga tertentu yang terikat perjanjian dengan kita. Itulah sebabnya kita sering mendengar orang mengatakan ‘ingkar janji’ atau ‘berkhianat’ karena tidak menepati janji. Saya merasa yakin bahwa kita semua sudah pernah mengalami dua situasi ini: menepati janji dan mengingkari janji kita serta konsekuensi yang kita terima. Menepati janji membuat kita semakin mendapat kepercayaan sedangkan mengingkari janji membuat orang kehilangan kepercayaan. Hanya Tuhan saja yang mampu menepati janji-janji-Nya kepada manusia.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan perkataan Tuhan melalui Santu Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Paulus mengajarkan tentang sosok Abraham yang dibenarkan oleh karena imannya. Tuhan telah menganugerahkan iman kepada Abraham dan ia berkomitmen untuk setia kepada Allah dalam iman. Imannya tidak menjadi lemah sekalipun tubuhnya menjadi lemah karena termakan usia. Namun demikian Abraham tetap percaya kepada Allah dan layak untuk menjadi Bapa bagi segala bangsa atau kaum beriman. Selanjutnya Paulus mengatakan bahwa Abraham tidak pernah bimbang karena ketidakpercayaan. Abraham merasa semakin kuat dalam imannya dan memuliakan Allah. Tentu saja Abraham selalu mendapatkan pendampingan dan merasakan kehadiran Tuhan Allah dalam imannya.

Hal lain yang menjadi kualitas hidup dari Abraham sehingga ia layak menjadi bapak kaum beriman adalah ia selalu percaya kepada Tuhan melalui janji-janji-Nya. Tuhan memanggil Abraham untuk keluar dari tanah kelahirannya dan meninggalkan hidup lamanya karena telah mengenal dewa-dewi yang begitu banyak di negeri asalnya. Abraham adalah seorang yang kaya karena sudah memiliki harta kekayaan yang berlimpah-limpah namun ketika mendengar panggilan Tuhan dan janji Tuhan ia menjadi percaya. Inilah janji Tuhan kepada Abraham: “Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja. Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Kej 17:4-9).

Abraham percaya kepada Tuhan dan segala perjanjian-Nya. Mengapa Abraham bersikap demikian? Ada sebuah jawaban yang pasti yakni karena Abraham percaya bahwa janji Tuhan adalah sebuah kebenaran. Konsekuensinya bagi kita saat ini adalah bahwa Allah sendiri berjanji untuk menyelamatkan manusia yang jatuh ke dalam dosa karena dosa Adam. Ia sendiri akan memberikan Adam baru yang akan menebus dosa manusia. Dialah Yesus Kristus yang telah wafat dan Allah membangkitkan-Nya dari antara semua orang mati. Kebangkitan Yesus menjadi tanda kebenaran dan kita semua diselamatkan dalam iman kepada Tuhan Allah. Di sinilah iman kita semakin dikuatkan sebab Tuhan sendiri menepati janji-janji-Nya kepada manusia. Janji terbesar adalah memnagnugerahkan Yesus Putera-Nya untuk menebus dosa-dosa kita.

Pengalaman juga membuktikan bahwa banyak orang kesulitan menepati janjinya, terutama ketika ada hubungannya dengan uang, harta dan kuasa. Para politikus memiliki kebiasaan untuk berjanji dalam masa kampanye dan bersumpah ‘demi Allah dan Kitab Suci’ namun mudah jatuh karena tidak menepati janjinya. Kejatuhan mereka hanya karena soal uang, harta dan kuasa. Banyak politikus menjadi koruptor karena gila uang, banyak orang tergiur dengan harta sehingga hidupnya masuk kategori ‘avarice’ dan uang dan harta tidak berjalan sendiri sebab mereka selalu bersama-sama dengan kekuasaan. Ini adalah sebuah kenyataan dalam hidup bermasyarakat kita.

Tuhan Yesus mengetahui kehidupan manusia terutama dalam hubungannnya dengan harta kekayaan. Dia sendiri mengatakan ‘di mana ada harta di situ hatimu juga berada’ (Mat 6:21). Orang yang sudah memiliki harta saja masih gila untuk mengumpulkan dan menimbun harta-hartanya. Kisah Injil tentang orang kaya yang masih gila harta menggambarkan diri kita masing-masing. Sebuah warning yang disampaikan Tuhan Yesus sangat jelas maknanya bagi kita semua: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Luk 12:15). Benar sekali, orang tamak akan tetap menimbun kekayaan, padahal hidupnya sendiri tidak tergantung pada kekayaan. Mungkin kita secara pribadi sering menjadi tamak dan suka menimbun kekayaan. Kita takut untuk menjadi miskin sehingga menutup pintu rapat-rapat untuk berbagi.

Satu pelajaran yang beharga bagi kita hari ini adalah selalu berusaha untuk tidak mengikat diri pada harta dan kekayaan yang kita miliki. Tuhan hanya menitipnya kepada kita dan kita berusaha untuk menepati janji kita, menjadi distributor setia kasih Tuhan kepada sesama manusia. Uang, harta dan kuasa bukanlah segalanyanya bagi kita dan bukan menjadi jaminan bagi kita untuk masuk surga. Pada saat sang maut menjemput, kita tidak membawa apa-apa. Kata-kata Ayub ini sangat menguatkan kita: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayb 1:21). Ini boleh menjadi janji kita hari ini bagi Tuhan dan sesama kita. Belajarlah menepati janji sebab Tuhan sendiri selalu menepati janji-janji-Nya kepada kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply