Homili 13 Mei 2019

Hari Senin, Pekan Paskah ke-IV
Santa Perawan Maria dr Fatima
Kis. 11:1-18
Mzm. 42:2-3; 43:3,4
Yoh. 10:1-10

Keselamatan bagi semua orang

Banyak orang memiliki cara pikir seperti suasana komunitas Gereja perdana. Ketika itu orang berpikir sebagai status quo keselamatan. Artinya orang-orang yang memiliki hak untuk memperoleh keselamatan adalah para murid Yesus dan kaum Yahudi tulen yang bersunat. Di luar dari kelompok ini tidak ada keselamatan bagi mereka. Sebenarnya ini bukan hal yang baru. Penginjil Markus pernah bercerita bahwa pada suatu kesempatan Yohanes mengatakan kepada Yesus bahwa ada seorang yang bukan pengikut Yesus mengusir setan dalam nama Yesus sendiri.Yohanes dan teman-temannya mencegah orang itu karena ia bukan salah satu di antara mereka yang mengikuti Yesus dari dekat. Yesus berkata kepada mereka: “Jangan kamu mencegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku” (Mrk 9:39). Yohanes dan teman-temannya salah kaprah. Mereka berpikir sempit bahwa hanya pengikut Yesus yang dekat saja, misalnya para murid dapat mengusir setan. Diluar kelompok mereka tidak memiliki hak. Di sini Yesus membuka peluang bagi orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah Bapa, dan orang-orang tersebut tidak menyadarinya sebagai pekerjaan Allah Bapa. Orang-orang seperti ini juga memiliki hak untuk memperoleh keselamatan.

Kita mendengar santu Lukas mengisahkan dalam bacaan pertama. Para rasul dan saudara-saudara di Yudea mendengar bahawa bangsa-bangsa lain juga menerima sabda Allah. Artinya, orang-orang ini menerima Yesus, sang Injil hidup sebagai Tuhan dan satu-satunya Juru Selamat. Persoalan yang sebenarnya terjadi adalah legalitas sebagai pengikut Kristus. Orang-orang berpikir bahwa hanya kaum bersunat yang memiliki hak penuh untuk mendapat keselamatan dalam nama Yesus Kristus. Orang-orang bukan yahudi atau kaum tak bersunat tidak memiliki hak untuk keselamatan dalam nama Yesus. Salah kaprah ini ditunjukkan sebagai sebuah aksi protes bagi Petrus sebagai kepala mereka. Inilah perkataan mereka kepada Petrus: “Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama-sama dengan mereka.” (Kis 11:3).

Petrus menunjukkan sikap kepemimpinannya dengan sebuah semangat kesabaran. Ia menceritakan pengalaman rohani berupa visinya ketika sedang berada di kota Yope. Visi atau penglihatannya tentang kain lebar yang turun dari langit, di mana pada kain itu terdapat hewan-hewan berkaki empat, melata dan burung-burung. Ia disuruh untuk menyembeli dan memakannya namun Petrus menolak sebab baginya haram. Ia di paksa untuk memakannya namun tetap ia menolak sehingga semua itu ditarik kembali ke langit. Selanjutnya Petrus dijemput ke rumah Kornelius. Keselamatan pun terjadi dalam rumah Kornelius, sang perwira Romawi. Petrus lalu memberi kesaksian tentang pentekoste baru di rumah Kornelius. Banyak orang percaya kepada Tuhan melalui kehadiran Petrus. Orang-orang yang tadinya salah kaprah akhirnya berubah pikiran dan berkata kepada Petrus: “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.” (Kis 11:18).
Kalau kita perhatikan baik-baik narasi ini, kita akan merasa bahwa Tuhan sedang menegur kita. Banyak kali kita cepat-cepat mengadili orang lain, berpikiran negatif tanpa mencari tahu apa persoalan yang sebenarnya terjadi. Kita salah kaprah dan jatuh dalam ruang-ruang kebencian, menggap rendah orang lain, menunjukkan kesombongan jasmani dan rohani. Kita harus belajar untuk malu ketika salah kaprah dalam menilai eksistensi sesama yang lain. Satu hal lagi adalah kebiasaan kita untuk sakit hati karena orang lain berbuat baik. Kita membandingkan diri kita dengan mereka dan yang ada hanya rasa sakit hati berkepanjangan. Mengapa kita harus sakit hati ketika orang lain berbuat baik?

Apa yang harus kita lakukan untuk selalu berpikir positif dalam hidup ini? Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberikan sebuah jalan yang benar dan pasti yakni berusaha untuk masuk melalui pintu yang benar. Kita berusaha untuk menjadi domba-domba Tuhan Yesus yang baik dan benar supaya masuk melalui pintu yakni melalui Yesus sendiri. Masuk melalui Yesus sebagai pintu berarti ada keselamatan. Lebih jelas simaklah perkataan Yesus ini: “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” (Yoh 10: 9). Kita belajar dari Tuhan Yesus yang menunjukkan sebuah sikap positif yakni mengenal domba-domba-Nya. Mengenal bukan hanya sekedar memandang tetapi mengenal berarti mengasihi sampai tuntas.

Saya mengakhiri homily hari ini dengan sebuah kutipan yang bagus dari pesan Bunda Maria di Fatima: “Berdoalah Rosario setiap hari agar menghasilkan perdamaian bagi dunia dan berhentinya peperangan”. Bunda Maria dari Fatima, doakanlah kami anak-anakmu. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply